Chereads / LOVE OF DREAM / Chapter 12 - SELEMBAR FOTO

Chapter 12 - SELEMBAR FOTO

Via sedang berada di Taman bunga yang berada dibelakang rumahnya siang ini. Duduk manis diayunan sebagai tempat favoritnya jika sedang ingin menyendiri. Dikelilingi bunga-bunga yang indah membuat hati Via sedikit merasa lebih baik ketika sedang bersedih.

Bunga adalah definisi kebahagiaan untuknya. Entah apa kaitannya tetapi bunga-bunga itu sangat cantik ketika sedang bermekaran. Seketika ia membayangkan dirinya seperti bunga-bunga itu, tanpa sadar bibirnya terangkat naik keatas membentuk sebuah senyuman.

Kemudian senyumnya langsung luntur ketika melihat ada satu bunga diantara bunga-bunga yang lain seperti layu. Via kemudian beranjak dari ayunan, lalu mendekati bunga yang hampir mati itu.

Entah kenapa hatinya mendadak sesak melihatnya. Ia membayangkan jika dirinya yang menjadi bunga itu, sebenarnya bunga itu dan Via benar-benar sama. Bunga itu tetap berusaha berdiri kokoh meskipun sudah layu dan hampir mati diantara banyaknya bunga-bunga yang bermekaran lainnya.

Dirinya pun sama, Via tetap berdiri sambil tersenyum diantara banyaknya orang-orang yang tertawa bahagia menjalani kehidupannya masing-masing, meskipun Via tahu bahwa dirinya tidak.

"Kamu harus kuat ya, Bunga. Kamu seperti aku, kamu gak sendirian, ada aku yang bernasib sama seperti kamu." Ujar Via seolah Bunga yang hampir mati itu bisa mendengar dirinya berbicara.

Dengan lembut Via mengusap-usap bunga itu dengan hati-hati, bermaksud memberi kekuatan agar bunga itu kembali mekar dengan indah seperti bunga-bunga yang lainnya. Itu tak lepas dari pandangan Ibu Via yang kini tengah berdiri diambang pintu yang menuju ke halamang belakang rumah.

Ibu Via tersenyum melihatnya, entah kenapa ada kebanggaan tersendiri ketika melihat Via anaknya sendiri begitu menyayangi bunga itu. Seketika ia tersadar bahwa putrinya itu bukanlah putrinya yang biasa, seperti ada sesuatu yan berbeda pada diri Via.

Kita sebagai manusia tidak semua bisa melihat atau memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin saja akan begitu berarti dikemudian hari. Seperti sekarang Ibu Via menjadi saksi bahwa Via memiliki sesuatu yang tak biasa dalam dirinya.

Ibu Via masih enggan untuk menghampiri Via, lebih memilih memperhatikan seperti ini. Via yang masih dalam posisi berjongkok pun menoleh kebelakang karena menyadari ada yang tengah memperhatikannya.

Benar saja, Via melihat Ibunya yang tengah berdiri diambang pintu sedang memperhatikannya. Karena sudah terlanjur menyadari keberadaannya, Ibu Via langsung menghampiri putrinya itu lalu mendekapnya dengan erat.

Via yang masih belum mengerti situasinya hanya bisa diam tanpa membalas pelukannya. Benar-benar sangat lugu dan polos. Ia masih tak menyangka jika ia telah melahirkan seorang anak yang benar-benar begitu berhati baik dan tulus.

Seketika ketakutannya mulai berkeliaran di hati dan pikirannya, ia takut suatu saat Via jatuh ke tangan orang yang salah. Maka dari itu, sebelum ia pergi, Via harus dipastikan jatuh ke tangan orang yang tepat, benar-benar bisa melindungi sekaligus menjaganya selagi dirinya sudah tak bisa terus-menerus berada disisi putrinya.

"Ibu... Ibu, kenapa?" Tanya Via yan masih belum mengerti dengan situasinya. Kemudian Ibu Via melepaskan pelukannya lalu mengecup kening Via dengan sayang.

Via tersenyum lalu memeluk Ibunya dan berkata, "Via sayang Ibu." Ujarnya tersenyum senang.

"Ibu gapapa, kok. Ibu juga sayang Vivi," Ibu Via kemudian menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajah Via yang tertiup angin, "Kamu cantik sekali, Sayang."

Tentu saja, Via yang mendengar itu menjadi salah tingkah. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana selain menutupi kedua pipinya saat ini. Membuat Ibu Via terkekeh gemas melihatnya.

Via sedang berusaha melawan rasa takutnya dan mencoba melupakan masa lalunya itu. Meskipun nyatanya selalu gagal, tetapi ini ia lakukan demi Ibu tersayangnya. Via tidak ingin Ibunya kecewa dan kembali bersedih karenanya.

"Ibu, Via seneng banget karena akhirnya Via bisa Sekolah lagi." Ujar Via dengan riang.

Ibu Via tersenyum, "Bagus dong, kalau Vivi seneng. Ibu yakin pasti nanti kamu punya banyak teman, jadi kamu gak ngerasa kesepian lagi." Via tersenyum mengangguk lalu memeluk Ibunya lagi.

Hal itu tak lepas dari pantauan seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua dari balik pagar. Entah sejak kapan orang itu berdiri disana, bahkan satu tangannya menggenggam sebuah kertas.

"Ibu, Makasih banyak. Via gak mungkin hidup sampai sekarang jika bukan karena perjuangan Ibu. Maafin Via dulu sempat berpikir ingin mengakhiri hidup karena Via ngerasa udah nyusahin semua orang, termasuk Ibu." Ujar Via sembari menundukkan kepalanya. Pelukannya sudah terlepas, bahkan kini Via tengah menatap bunga yang layu itu dengan tatapan kosong.

Ibu Via yang mendengarnya langsung memejamkan matanya. Ia membenarkan dalam hati jika putrinya sempat pasrah dengan keadaannya yang seperti ini. Putrinya itu menyadari jika dirinya memiliki trauma yang benar-benar menyiksa dirinya sendiri setiap kali bermimpi dan sulit tertidur.

"Iya, Sayang. Kalau begitu, jangan kecewakan Ibu lagi dengan berbuat seperti itu."

"Kenapa?" Tanya Via dengan polos.

"Karena Ibu akan marah jika itu terulang lagi." Ujar Ibu Via yang kini membalas tatapan putrinya itu dengan mata yang berkaca-kaca.

Mereka pun akhirnya kembali berpelukan sambil melihat-lihat bunga yang mereka rawat selama bertahun-tahun dengan sedikit kisah yang bisa membuat mereka bercanda tawa.

Sungguh sepasang Ibu dan anak yang luar biasa. Bahkan semua itu sejak tadi tak lepas dari pantauan seseorang yang masih setia memperhatikan Ibu dan anak itu sedari tadi.

Hatinya ikut teremas sakit ketika melihatnya. Ia berjanji akan segera kembali dan membahagiakan kedua orang yang paling berarti dalam hidupnya itu. Kemudian seseorang itu pun langsung menyimpan selembar kertas itu didekat pintu pagar.

Beruntung saat ini, kedua orang pemilik rumahnya itu tengah membelakanginya sehingga ia bisa leluasa diam-diam menyimpan kertas itu disana. Setelah itu ia pun pergi menjauh dari rumah itu dengan hati yang sesak, sebelah tangannya meraba dadanya yang berdenyut nyeri.

Mengingat seseorang yang mengkhianatinya, membuatnya merasa semakin berdosa terhadap putri satu-satunya ini. Ibu Via tidak tahu lagi harus bagaimana agar putrinya selalu tersenyum tanpa ada lagi air mata yang tumpah dari kedua bola matanya yang indah itu.

"Seandainya kau ada disini, mungkin keluarga kita lengkap." Ujar Ibu Via dalam hati.

Entah kenapa Ibu Via merasa ada yang memperhatikan mereka dari belakang. Ia menolehkan kepalanya, tetapi tak mendapati siapapun dibelakang sana. Akhirnya ia pun menggelengkan kepalanya dan berpikir mungkin itu hanyalah perasaannya saja.

Padahal apa yang dirasakan Ibu Via itu benar. Tadi ada seseorang yang memang memperhatikan mereka dan bahkan meninggalkan sebuah foto. Kertas yang sedari tadi digenggam oleh seseorang itu adalah sebuah foto, entah apa maksudnya seseorang itu memberikannya. Tapi yang pasti ada sesuatu hal yang mungkin berkaitan dengan foto itu.

"Ibu," Teriak Via sambil memegang selembar foto dekat pagar rumahnya.

Tadi Ibu Via mengajaknya untuk masuk kedalam rumah, namun Via masih betah di Taman dam berakhir Ibu Via meninggalkannya seorang diri. Tak sengaja matanya menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya. Tanpa pikir panjang Via pun langsung mendekatinya, ternyata itu adalah sebuah foto.

Via melihat sekelilingnya tetapi tak ada seorang pun disana. Via pun memutuskan untuk membawa foto itu dan akan memberitahu Ibunya.

Difoto tersebut Via melihat dua orang anak kecil yang tengah tersenyum bahagia. Ia mengerutkan keningnya, tidak tahu siapa kedua anak kecil yang ada dalam foto itu.

"Ada apa? Kok, kamu teriak-teriak?" Tanya Ibu Via ketika melihat Via mencari dirinya kedalam rumah yang tengah berada didapur.

Via langsung bernafas lega ketika melihat Ibunya. Ia pun langsung memberikan foto itu pada Ibunya.

Ibu Via pun langsung menerimanya, "Apa ini?" Tanya Ibu Via pada putrinya.

Via menatap Ibu nya lama lalu menggeleng, "Via juga gak tahu, Bu. Tadi Via nemu pas lagi di Taman. Kira-kira Ibu tahu gak itu siapa?" Tanya Via melihat Ibunya yang sibuk berusaha mengingatnya.

"Lho, ini kan kamu waktu kecil. Tapi yang disebelah kamu siapa, ya?" Ibu Via memijit pangkal hidungnya sebentar, " Aduh, Ibu lupa!" Keluhnya membuat Via mendesah pelan.

"Itu beneran Via waktu kecil, Bu?" Ibu Via mengangguk.

"Iya, kalau anak perempuan ini, Ibu inget. Ini kamu waktu kecil, iya bener, ini kamu." Ujar Ibu Via lalu mengembalikan foto itu pada putrinya.

"Kamu simpan aja, siapa tahu itu penting." Ujar Ibu Via yang tersenyum meyakinkan, lalu berjalan meninggalkan dirinya sendiri yang masih dalam kebingungan. Via berusaha mengingatnya, tetapi ia tak mengingat satu pun jika ia semasa kecil pernah memiliki teman.

"Kalau ini beneran Via, terus dia siapa?" Gumam Via yang penasaran.