Chereads / Tiba-Tiba / Chapter 9 - Kini Aku Mengerti

Chapter 9 - Kini Aku Mengerti

Sudah pukul 13.00 siang dan Restoran ramai pengunjung hari ini. Berarti, aku dan karyawan lain akan mendapatkan uang tambahan dari Bos.

Ini benar-benar ramai pengunjung! Rekor tertinggi.

Tiba-tiba Bos kami, Pak Evan. Datang ke Restoran karna memang setiap hari Pak Evan selalu berkunjung ke Restoran miliknya untuk memantau kondisi.

Pak Evan kaget sekaligus bahagia ketika ia mendapati Restorannya yang sedang ramai pengunjung, bahkan pengunjung lain harus menunggu agar mendapatkan bangku yang kosong.

"Wah, rame banget ya!." Ucap Pak Evan yang sedang bahagia pada kami.

"Iya, pak. Sampe ada yang waiting list." Sahut Salah satu karyawan.

Aku benar-benar bahagia, baru saja aku bekerja disini sudah melayani banyak pengunjung. Ini ajaib.

"Nanti sebelum pulang, tunggu disini dulu." Ucap Pak Evan dan langsung meninggalkan Restoran.

"Wihh, tanda-tanda dapet uang tambahan selain gaji nih." Sahut Ryan, Waiters juga.

Aku tersenyum bahagia dan melihat seisi Restoran yang ramai pengunjung. Tuhan sangat baik, memberi kebahagiaan selepas kesedihan.

───────────────────

"Selamat sore, para karyawan ku." Sapa Pak Evan mengawali pembicaraan setelah restoran menutup jam buka.

"Sore, Pak Evan." Jawab kami dengan semangat walaupun lelah.

"Hari ini, Restoran sangat ramai. Saya mengecek kondisi Restoran ternyata diluar ekspektasi, ternyata banyak pengunjung yang datang. Saya salut dengan kinerja kalian dalam bekerja, para pengunjung juga memberi rating 5 dari 5." Jelas Pak Evan berbahagia.

Kami seluruh karyawan tak kalah bahagia, kami bertepuk tangan dan wajah yang penuh kebahagiaan. Katanya, selama Restoran ini berdiri, baru kali ini pengunjung datang sangat ramai.

"Karna saya salut dengan kalian, hari ini juga saya akan memberi uang tambahan sebesar 300.000 untuk kalian tanpa memotong gaji bulanan!."

Kami bertepuk tangan dan bersorak bahagia, akhirnya kami mendapatkan uang tambahan dalam jumlah yang banyak.

Kami berbaris dan menerima Uang tambahan dari Pak Evan. Setelah itu, kami bersyukur dan berdoa bersama agar Restoran ini makin sukses.

Pak Evan dan seluruh karyawan sudah pulang, aku pulang bersama Vio. Vio sedang memiliki masalah dan aku harus menemani Vio. Vio akan menginap di rumahku.

Pukul 17.00 aku sampai dirumah bersama Vio. Dan aku mengajak Vio untuk pergi ke kamar ku. Bapak dan ibu sudah mengatakan sebelumnya bahwa aku diperbolehkan membawa teman wanita bahkan menginap. Lelaki tentu tidak boleh.

Aku dan Vio bergantian, aku pergi ke kamar mandi dan Vio Menonton televisi yang berada di kamarku.

Kami sudah membersihkan diri karna sudah bau selepas kerja tadi. Vio pun menceritakan masalah yang sedang ia alami.

Ternyata, Mama dan Papa dari Vio masih terus bertengkar dan memutuskan untuk bercerai.

Itu sangat membuat Vio bersedih.

Awalnya hanya sedikit bersedih karna Orang tua nya masih mempertahankan rumah tangganya. Tapi kemarin malam, Vio mendengar Orang tua nya berdebat kembali dan dia mendengar bahwa orang tua nya mengatakan kata "Cerai".

Walaupun aku tidak pernah melihat atau mendengar orang tua ku bertengkar, tapi aku turut bersedih. Apalagi Vio anak tunggal.

Vio terus menangis dan aku menenangkannya. Vio tidak mau pulang karna Vio berkata kepada orang tua nya bahwa dia tidak akan pulang sampai orang tua nya berdamai.

Aku sama sekali tidak keberatan, karna aku senang jika temanku menginap dirumah. Apalagi aku selalu kesepian tidak ada teman ngobrol sebaya di rumah. Adikku masih kecil, menyebalkan jika diajak mengobrol.

"Ting." Nada dering pesan ku berbunyi, aku mengecek pesan tersebut dan ternyata dari Ernest.

"Bisa ketemu malam ini di Cafe yang sebelumnya kamu kencan sama Zidan?." -Ernest

Ck, apa maksudnya aku kencan sama Zidan.

"Iya." -Leyna

Aku meminta izin untuk pergi keluar pada Vio.

"Gue keluar dulu ya, bentar. Ada hal penting, lo tidur aja gapapa." Kataku sembari memakai jaket dan celana panjang.

"Iya, gapapa. Thanks lho udah izinin gue tinggal sementara disini." Kata Vio.

Aku tersenyum dan mengangguk lalu keluar kamar dan meminta izin pada Ibu dan Ayah.

Aku pergi menaiki Taksi Online, karna aku tidak bisa mengendarai mobil.

Aku pergi menuju cafe yang kemarin aku kunjungi bersama Zidan. Cafe masih ramai dengan pengunjung, aku mencari keberadaan Ernest, dan ternyata dia duduk persis di tempat yang kemarin aku duduki bersama Zidan.

Aku duduk di kursi hadapannya dan memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.

"Ernest, Nana minta maaf." Ucap ku sedikit gugup karna aku malu pada Ernest, aku sudah memperlakukannya dengan tidak menyenangkan.

"Gapapa, wajar kok kalo lo lupa siapa gue, udah lama kan ngga ketemu." Ucap Ernest sembari tersenyum.

Aku merasa sangat lega, ternyata Ernest tidak marah padaku. Melihatnya tersenyum itu sudah sangat cukup, sudah lama aku merindukan senyum lebarnya.

Saat aku belum mengetahui bahwa dia adalah Ernest, Ernest sangat berperilaku acuh, cuek, seperti es yang hidup.

Pantas saja dari awal bertemu kembali, aku merasa bahwa dia bukan orang asing. Dan jika aku membentaknya atau berperilaku tidak menyenangkan padanya, batin ku merasa tidak enak. Tidak tega.

"Na, gue mau jelasin perihal kemarin." Ucap Ernest dengan kedua tangan yang diletakkan di meja. Aku mengangguk.

"Sebenarnya gue ngga tahu pada saat kecil kenapa Ayah gue dan Ibu gue bawa gue ke Kanada, gue terus menanyakan lo ke Orang tua gue. Dan saat itu gue kesepian karna cuma lo sahabat gue saat itu." Jelas Ernest.

"Saat gue pindah ke Kanada itu umur 10 tahun, dan saat gue masuk Junior High School itu umur 12 tahun. Akhirnya gue menanyakan ke Orang tua gue kenapa gue dibawa ke Kanada. Mereka jawab karena Orang tua gue di indonesia udah mulai krisis ekonomi, ayah gue ditipu sampai bangkrut. Dan orang tua gue memutuskan untuk pindah ke Kanada." Jelas Ernest.

"Gue hidup disana dengan biaya yang pas-pas an, gue pengen bahagiain orang tua gue, untuk makan pun kadang-kadang, biaya sekolah juga banyak tunggakan. Tapi akhirnya gue di kasih beasiswa sampe Universitas." Sambung Ernest.

"Tapi─ kenapa lo pindah ke kanada? Padahal kan biaya hidup disana lebih mahal daripada di indonesia?." Tanya ku penasaran pada Ernest.

"Karna, disana ada nenek gue yang bisa membantu keluarga gue. Disana kita hidup bergantung pada Hasil panen kebun dan hasil penjualan dagangan ibu gue, menjual Poutine, makanan khas Kanada." Jawab Ernest dengan jelas.

"Terus, lo sekarang gimana?." Tanyaku kembali.

"Alhamdulillah, gue lagi menempuh dunia kedokteran, gue masuk Fakultas Kedokteran di Indonesia."

Aku mengangguk dan tersenyum bahagia ketika mendengar sahabat ku ini sudah masuk ke Fakultas Kedokteran.

Ernest menjelaskan semuanya dengan jelas dan mudah dipahami.

"Oiya, kabar Mr. Robert sama bunda Dahlia gimana?." Tanyaku menanyakan kabar orang tua dari Ernest, dari dulu aku selalu memanggil mereka seperti itu.

"Mereka udah meninggal, Na."