Happy Reading
Brian masih memandangi Imelda yang sedang berdiri di depan cermin besar di kamarnya. Pria sedikit memajukan langkahnya dan berbisik lembut di telinga sang calon istri. "Ayo kita makan dulu. Setelah itu kamu bisa beristirahat, biar aku yang menemani Martin," ucapnya lirih di dekat telinga wanita yang memberikan sebuah tatapan yang penuh arti.
"Baiklah. Ayo kita keluar!" ajak Imelda sambil berjalan duluan untuk keluar menuju meja makan. Di atas meja makan, tersaji begitu banyak makanan yang sudah disiapkan oleh para pelayan. Wanita itu mengambil beberapa makanan saja untuk menu makan malamnya.
Brian yang memperlihatkan calon istrinya menjadi sedikit khawatir terhadap asupan makanan sang calon istri. "Kenapa makan mu sedikit sekali?" tanyanya dengan suara yang cukup lembut dan penuh cinta. Pria itu tak mungkin bisa kembali menyembunyikan perasaannya setelah sekian lama menutupi dan juga menahannya. Dia terus menatap Imelda dengan tatapan lembut dan begitu penuh perhatian.
"Aku tidak terbiasa makan dengan banyak. Meskipun aku sedang hamil, kebanyakan makan justru akan sangat menyiksaku. Kamu tenang saja Brian, anakmu akan baik-baik saja di dalam perutku. Jangan berlebihan dengan kehamilanku!" protes Imelda pada pria yang terlihat sangat berlebihan memperlakukan dirinya. Bukan Imelda tidak menyukai perhatian dari ayah si janin tetapi memang pria itu terlalu berlebihan terhadap dirinya. "Cepetlah makan dan segera temani Martin. Mungkin saja dia menemukan sebuah informasi penting," tambahnya lagi.
Brian langsung menyantap makanannya dengan tidak terlalu bersemangat. Seolah dia kehilangan nafsu makannya. Bahkan lelaki itu hanya makan sedikit makanan yang diambilnya.
"Ada apa denganmu? Kenapa tidak kamu habiskan makanannya?" Imelda yang sejak tadi memperhatikan pria di depannya itu menjadi khawatir karena Brian seolah tak bisa menelan makanan yang masuk ke dalam mulutnya.
Pria itu langsung menatap Imelda penuh harap. Brian merasa ada yang tidak beres dengan dirinya. "Rasanya aku sangat sulit untuk menelan makanan ini. Perutku menjadi sangat mual saat mencium aroma makanan itu." Tiba-tiba saja Brian berlari ke toilet dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Pria benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Padahal Brian merasa baik-baik saja, rasa mual yang sangat hebat menyerangnya tanpa ampun. Setelah mengeluarkan isi perutnya, pria itu kembali ke meja makan dengan wajah yang sangat pucat. "Maaf, sudah mengganggu waktu makan mu," ucapnya tanpa daya.
Imelda justru melemparkan senyuman pada pria yang duduk di depannya itu. "Sepertinya kamu yang mengalami ngidam karena aku tak pernah mengalami mual apalagi sampai muntah-muntah seperti itu." Imelda kembali terkekeh melihat Brian yang terlihat begitu pucat karena sedang mengidam.
"Apa pria bisa mengidam? Bukankah itu hanya untuk wanita hamil saja?" tanya Brian dengan suara lirih dengan wajah yang masih pucat.
"Bukan hanya wanita yang ngidam, ayah si bayi juga bisa mengalami itu. Yang terjadi berusaha belum seberapa bahkan bisa lebih parah dari itu," jelas Imelda sambil menatap calon suaminya dengan lembut dan penuh rasa kasihan. "Tapi ini sedikit aneh ... kita tak sedekat itu hingga membuatmu merasakan ngidam atas kehamilanku. Biasanya suami istri yang memiliki ikatan yang kuat dan saling mencintai yang mengalami hal itu. Sedangkan kita ... hubungan kita saja karena sebuah kesalahan. Jangankan saling cinta, hubungan kita aja tak sedekat itu walaupun hanya berteman," ungkap Imelda panjang lebar dan seolah tanpa perasaan apapun.
Brian tersenyum kecut mendengar segala pernyataan dan juga penjelasan Imelda terhadapnya. Seolah semua itu menegaskan jika wanita yang akan melahirkan anaknya itu benar-benar tak memiliki perasaan apapun padanya. Dia tak menyangka jika hal itu terlalu menyakitkan dan melukai hatinya. Sebuah tatapan tajam dilemparkannya pada Imelda. "Mungkin bagimu aku tak berarti apapun. Namun jauh di dalam lubuk hatiku, kamu telah menjadi penguasa dan pemiliknya. Aku sudah takhluk di bawah penguasaan mu. Dan yang paling penting, aku sangat mencintaimu sejak dulu. Sejak kamu masih menjadi remaja yang sangat imut dan cantik," ucap Brian di dalam hati. Pria itu masih belum siap mengungkapkan sebuah rahasia besar, tentang rasa cintanya terhadap Imelda yang dimulai sejak bertahun-tahun yang lalu.
"Apa kamu ingin mengatakan sesuatu?" tanya Imelda pada pria yang terlihat sedang memendam sesuatu di dalam hatinya. Wanita itu bisa melihat dengan jelas keraguan di hati Brian. Namun dia tak mungkin memaksa Brian untuk mengatakan sesuatu yang tak ingin dikatakannya. "Aku merasa ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan dariku." Imelda kembali memandang wajah pria.
Brian memaksakan senyuman pada wanita didepannya itu. Dia tak ingin mengungkapkan perasaannya saat itu. "Tidak ada apapun yang ku sembunyikan darimu," ungkapnya sangat yakin. "Hanya perasaan cintaku padamu begitu mendalam yang masih tersimpan dengan sangat rapi," sahutnya tanpa ucapan apapun di dalam mulutnya. Brian hanya berani mengatakan semuanya itu di dalam hatinya saja. Dia tak mungkin membuat Imelda syok karena pernyataan cintanya.
"Aku akan menemanimu untuk menemui Martin sebentar," terang Imelda sambil bangkit dari tempat duduknya. Wanita itu langsung berjalan menuju sebuah ruangan di mana tangan kanan Adi Prayoga berada. Dia juga ingin mendengar apa saja yang sudah didapatkan oleh pria yang terlihat cukup hebat itu. Imelda masuk ke dalam ruangan itu disusul Brian di belakangnya. "Apa yang sudah kamu dapatkan Martin?" tanya seorang wanita yang sedang berdiri di samping pemilik villa itu.
Martin langsung menatap kedatangan mereka berdua. Pria itu langsung menunjukkan sebuah video yang memperlihatkan gerak-gerik mencurigakan di sekitar rumah besar milik keluarga Prayoga. "Sepertinya ada beberapa orang yang sedang mengintai rumah besar keluar Prayoga. Aku sudah memperketat pengamanan di sekitar rumah itu. Untuk sementara biarkan bos berada di sini dulu sampai masalah ini dapat di atasi," jelas Martin pada pasangan yang masih menatap layar yang mempertontonkan keadaan sekitar rumah milik Adi Prayoga.
"Apakah berada di rumah ini cukup aman bagi Om Adi?" tanya Imelda dengan wajah yang sangat cemas. Dia tak ingin jika sahabat lama keluarganya itu sampai terluka ataupun harus kehilangan nyawanya.
"Aku pikir hanya tempat ini yang paling aman untuk tempat bersembunyi. Selain penjagaan sangat ketat dan sistem keamanan tingkat tinggi, villa ini tidak akan terdeteksi oleh satelit. Bahkan villa ini sudah disamarkan seolah seperti sebuah perkebunan ataupun hutan yang tidak terlihat jelas," ungkap Martin dengan wajah yang sangat yakin.
Imelda masih belum terlalu yakin dengan hal itu. Dia mencoba memikirkan semua yang baru saja dikatakan oleh kaki tangan Adi Prayoga itu. "Kalau itu memang benar ... bagaimana Papa bisa menemukan lokasi ini?" tanyanya sangat penasaran.
"Bukankah sebelumnya Davin Mahendra sudah menghubungi Bos Adi?" Sebuah pertanyaan yang dilemparkan oleh Martin telah menjawab rasa penasaran Imelda.