Happy Reading
Karena tak ingin semakin bersitegang dengan pemilik klinik yang juga sahabatnya itu, Brian memilih mengajak Imelda untuk tidur di villa dan akan kembali esok paginya. Mereka berdua langsung masuk ke dalam mobil mewah milik pria yang duduk di belakang kemudi itu. Pria itu sengaja mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi, dia ingin menghabiskan waktunya agar lebih lama bersama wanita cantik yang sedang duduk di sampingnya. Ketika jalanan mulai sepi dan melewati persawahan yang cukup panjang. Tiba-tiba Brian mempercepat laju mobilnya.
Imelda langsung menatap pria di sampingnya yang sedang membawa mobil dengan wajah yang sangat cemas. "Apa yang terjadi? Kenapa kamu semakin menambah kecepatan mobilnya?" tanya wanita itu dengan wajah yang juga ikut cemas.
"Aku baru saja menyadari jika ada sebuah mobil yang sedang mengikuti kita. Aku harus melaju secepat mungkin agar bisa lolos dari kejaran mereka," jelas Brian dengan wajah panik.
Wanita itu langsung melihat ke arah belakang mobilnya, terlihat ada sebuah mobil yang melaju tepat di belakangnya. Saat Imelda sedang memperhatikan mobil itu, sebuah tembakan dilepaskan oleh mereka dan mengenai bagian belakang mobil. "Apakah mobil ini anti peluru?" tanya Imelda panik.
"Tentu saja. Kamu pikir aku akan memakai mobil rosokan yang akan rusak setelah terkena satu tembakan." Brian mencoba bersikap tenang di depan wanita itu. Dia tak ingin terlihat lemah di hadapan calon istrinya.
"Ini bukan waktumu untuk pamer," kesal Imelda sambil mencari-cari sesuatu yang bisa membantunya lolos dari kejaran itu.
"Berhati-hatilah! Aku takut mereka akan semakin menyerang kita." Baru saja Brian mengatakan hal itu, sebuah mobil yang sejak tadi mengikuti Brian dan Imelda langsung menghujani mobil mereka dengan banyak tembakan yang cukup menakutkan.
"Berikan senjatamu! Aku harus memberikan pelajaran pada mereka semua," teriak Imelda sambil menatap Brian yang semakin panik. "Cepat berikan senjata mu sekarang juga!" Imelda kembali berteriak karena pria di sampingnya itu tak segera memberikan senjata yang dibawanya.
Tanpa mereka sadari, mobil yang terus menyerangnya itu sudah semakin dekat dengan mobilnya. Brian semakin panik dan tak ingin Imelda sampai terluka. "Di dasbor depan tempat duduk mu ada beberapa senjata api yang sangat canggih. Kamu bisa mengambilnya," ucap pria itu dengan sangat ragu.
Tanpa menunggu lagi, Imelda langsung mengambil dua buah pistol di tangannya. Wanita itu begitu lihai memegang senjata yang cukup berbahaya bagi seorang wanita. "Buka atap mobilnya!" serunya dengan sangat yakin.
"Jangan gila kamu, Imelda! Kamu bisa saja tertembak," sahut Brian dengan wajah yang sangat takut. Pria itu tak mungkin bisa memaafkan dirinya sendiri jika sampai istri dan calon anaknya itu sampai terluka. "Jangan melakukan hal bodoh! Aku tak ingin kalian berdua terluka," lanjut pria yang melirik Imelda dengan wajah yang semakin memucat.
Imelda semakin tak bisa mengerti dengan pemikiran calon suaminya itu. "Jangan bodoh kamu! Apakah kamu ingin kita mati bersama di mobil ini?" Imelda semakin tidak sabar menghadapi kebodohan Brian yang tidak masuk akal. "Buka atap mobilnya atau aku akan melompat keluar!" ancam Imelda dengan wajah yang sangat serius. Wanita itu langsung berpindah ke kursi mobil bagian belakang. Tak berapa lama, dengan berat hati Brian pun membuka atap mobilnya. Wanita itu menyiapkan kedua senjata di tangannya lalu dengan yakin dan sangat berani, Imelda berdiri dan langsung menembakkan kedua senjatanya itu secara bersamaan. Suara dentuman keras terdengar begitu jelas di telinga mereka. Imelda berhasil mengenai kedua ban mobil depan dalam dua tembakan secara bersamaan. Mobil di belakangnya itu langsung oleng dan berhenti di tepian jalanan sepi yang tak berpenghuni. Imelda tersenyum puas bisa melumpuhkan musuh yang mengincar dirinya dan Brian. "Tutup kembali atap mobilnya," seru Imelda dengan wajah dingin dan tanpa senyuman sedikit pun.
Sedangkan Brian masih terpukau dengan kehebatan Imelda menggunakan senjata miliknya itu. "Bagaimana kamu bisa memakai kedua senjata itu secara bersamaan?" tanya dengan tatapan aneh bercampur dengan rasa penasaran terhadap wanita yang dicintainya itu.
Imelda menatap sinis pria di belakang kemudi itu. Dia tak menyangka harus menunjukkan keahliannya dengan cara yang sangat mendebarkan dan penuh kepanikan. "Kamu pikir aku hanya bisa bermain-main dengan pisau bedah saja?" sindirnya dengan wajah kesal. Wanita itu bisa melihat jika Brian pada awalnya terlalu meremehkan kemampuan menembaknya. "Setelah kematian ibuku, aku mengikuti pelatihan menembak bersama dengan para anggota BIN lainnya. Bahkan aku bisa menembak kepalamu dalam mata tertutup," lanjutnya dengan senyuman kecut pada pria yang sedang mengemudikan mobil yang ditumpanginya. "Kamu pikir aku wanita yang lemah? Jangan harap aku bisa menjadi wanita lemah lembut seperti banyak wanita yang kamu kenal," tegas Imelda pada sang bos mafia yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.
Brian hanya bisa memandangi wanita itu dari kaca spion di mobilnya. Pria itu masih sangat terkejut dengan Imelda yang begitu hebat menggunakan senjata api terbaru miliknya. "Aku harus segera menghubungi Martin untuk menyelidiki mobil yang sudah mengintai kita," ucapnya sambil terus fokus ke jalanan sepi menuju villa miliknya. "Mungkin saja mereka adalah musuh Papa," lanjutnya dengan penasaran.
"Kalau bukan musuh Om Adi ... pasti mereka musuh dari papaku." Imelda langsung menghentikan ucapannya lalu menghela nafasnya beberapa kali. "Selama bertahun-tahun aku tak pernah merasakan hidup tenang. Di manapun aku berdiri, di sana pula musuh-musuh Papa bersiap untuk menghabisi nyawaku," lanjutnya dengan ekspresi yang begitu sedih. Wanita itu selalu mengalami masa-masa sulit karena sebuah profesi yang diemban oleh ayahnya sendiri. Imelda pun tak pernah bisa bernafas lega, setiap hembusan nafasnya terasa begitu berat dan sangat menyiksanya.
Tak berapa lama, mereka berdua telah sampai di depan villa milik Brian. Terlihat beberapa bodyguard sudah menanti kedatangan mereka. "Cepat hubungi Martin dan suruh dia datang secepatnya!" perintah Brian pada salah seorang bodyguard yang datang menyambutnya. Pria itu pun segera menyusul Imelda yang lebih dahulu masuk ke dalam villa itu. Terlihat Imelda sedang duduk di kursi yang berada di dapur sambil menggenggam sebotol air mineral dingin di tangannya. "Apa kamu baik-baik saja? Atau adakah yang terluka?" tanya pria itu dengan wajah cemas. Brian pun memeriksa tubuh calon istrinya itu untuk memastikan keadaannya.
"Aku baik-baik saja," sahut Imelda tak bersemangat. Wanita itu merasa sangat lelah melewati kehidupan yang sedang dijalaninya. Terkadang dia ingin sekali hidup damai seperti wanita-wanita lain di luar sana. Imelda cukup frustasi dengan takdir yang harus dilaluinya. Dia tak menyangka jika segalanya begitu terasa sangat sulit dan juga berbahaya baginya. Antara pasrah atau menyerah, sebuah pilihan yang akan tetap saja berbahaya bagi dirinya.