Happy Reading
Hari itu merupakan hari kesialan bagi Brian. Menikmati sebuah pemandangan yang sebenarnya sangat diidambakan sejak lama. Namun pria itu justru setengah mati menahan diri agar tidak terjebak dengan sebuah bongkahan yang menggairahkan dan siap meledakan jantung. Dia begitu frustasi menghadapai situasi yang sangat berbahaya bagi dirinya. Sekuat hati Brian menahan gairah di dalam jiwa agar tidak tergoda dengan tubuh setengah telanjang yang terpampang jelas di depannya. "Cepat kancing kan kemejanya! Apa kamu sengaja ingin menggodaku?" Brian begitu gelisah melihat tubuh Imelda yang terlalu menggiurkan di matanya.
"Apa kamu tergoda dengan tubuhku yang sangat biasa ini? Bahkan wanita-wanita yang pernah meliuk-liuk di atas tubuhmu jauh lebih sexy dariku," ledek Imelda sambil melemparkan sebuah senyuman sinis kepada calon suaminya. Wanita itu sangat tahu, bagaimana kehidupan seorang Brian Prayoga? Kehidupan yang glamor dengan gemerlap dunia malam yang pasti selalu membakar gairah setiap malamnya.
Brian mendekatkan wajahnya pada Imelda lalu menatapnya dengan sangat tajam. "Jangan berbicara omong kosong! Kamu tidak benar-benar mengenal aku, Imelda," sahutnya dengan wajah dingin. "Hanya aku yang mengenalmu bukan sebaliknya," batin Brian sambil melirik ke bibir tipis wanita yang berada sangat dekat dengannya itu. Pria itu menarik tubuh Imelda lalu berjongkok di depannya. Tanpa diduga ... Brian mendaratkan sebuah kecupan hangat di perut wanita yang sedang mengandung anaknya itu. Namun yang terjadi justru terlalu menyakitkan baginya, calon ibu dari anaknya itu justru menendangnya secara spontan karena terlalu terkejut dengan perlakuan Brian kepadanya.
"Aduh!" Brian memegang dadanya yang terasa sedikit kesakitan karena tendangan dari Imelda.
Wanita itu langsung menutup mulutnya sendiri, Imelda baru sadar apa yang sudah dilakukannya. Dia menjadi merasa sangat bersalah pada calon suaminya itu. "Brian! Apa kamu baik-baik saja? Maafkan aku. Aku terlalu terkejut hingga refleks langsung menendang mu," sesal Imelda sambil membantu Brian yang terlihat sangat kesakitan karena ulah wanita itu. Dengan wajah yang sangat cemas sekaligus diliputi rasa bersalah, Imelda membuka kaos Brian untuk memeriksa tubuh pria yang terjadi sangat kesakitan itu. "Ini semua salahku, dadamu menjadi memar dan pasti sakit," ucapnya dengan rasa bersalah.
"Aku tidak akan mati karena tendangan mu!" kilah Brian karena tak mau membuat wanita itu menjadi sangat bersalah karena menyakitinya.
"Tapi aku yang sudah menendang mu," sahut Imelda sambil terus memandangi wajah tampan Brian Prayoga. "Aku akan mengambil es batu di dapur." Wanita itu berniat pergi ke dapur untuk mengambil beberapa es batu. Namun dalam satu gerakan, Brian berhasil menariknya dan membuat wanita itu jatuh dalam oposisi menindih tubuhnya.
"Tak perlu es batu. Sentuhan lembut dari tanganmu sudah cukup meredakan rasa sakit di dadaku," sahut Brian sambil tersenyum lembut kepada ibu dari anaknya. Pria itu menggenggam jemari tangan Imelda dan meletakkannya tepat di dadanya yang yang memar. "Begini jauh lebih baik," ucapnya lirih. Kedua insan itu saling menatap satu sama lain. Mendengar sebuah debaran yang saling bersahutan begitu indah seperti Aluna musik yang merdu. Tak ada jarak di antara keduanya, membuat mereka berdua bisa merasakan deru nafas yang memburu dan tidak beraturan.
Imelda mencoba untuk bangkit dari tubuh pria itu. Dia merasa sangat malu begitu dekat dengan Brian. "Jangan mesum kamu, Brian! Kamu mengambil kesempatan dalam kesempitan," protes wanita itu pada seorang pria yang mengambil mahkota yang paling berharga di dalam dirinya.
"Aku tak pernah mesum padamu. Aku justru selalu .... " Tiba-tiba saja Brian seperti kehilangan kata-katanya. Mulutnya kelu tak mampu berucap. "Sudahlah ... aku akan mandi dulu." Brian langsung meninggalkan Imelda yang masih terdiam dan juga bingung mendengar ucapan pria itu kepadanya.
"Ada apa dengannya? Mengapa jadi dia yang kesal?" gumam Imelda sambil menatap ke pintu kamar mandi di ruangan itu. Dia merasa tak mengatakan sesuatu yang salah pada pria itu. Namun wanita itu melihat dengan jelas kekesalan Brian ketika masuk ke kamar mandi. Imelda pun bangkit dari tempat tidur beralih ke sebuah jendela kaca di kamar itu. Terlihat beberapa bodyguard sedang berjaga di sekitar rumah itu. Dia tak menyangka jika villa milik Brian di jaga dengan sangat ketat. Bahkan di rumah kediaman keluarganya tak seketat villa Brian.
Beberapa saat kemudian, Brian sudah keluar dari kamar mandi. Dia melihat Imelda yang berdiri di depan dekat jendela kaca dengan kemeja putih miliknya yang terlihat sangat sexy di tubuhnya. Tanpa suara sedikit pun, pria itu berjalan menuju ke sebuah jendela di mana Imelda berdiri. "Apa yang kamu lihat?" Sebuah pertanyaan yang membuat wanita itu sangat terkejut dan langsung membalikkan badannya.
"Apa kamu sengaja ingin mengejutkan aku? Atau kamu ingin membunuhku?" tanya Imelda dengan jantung yang berdetak lebih cepat karena keterkejutannya. Wanita itu langsung menatap Brian dengan wajah kesal.
"Apa yang sedang kamu lihat?" tanya seorang pria yang sedang berdiri di belakang Imelda.
Imelda masih menatap ke luar jendela, memperhatikan satu persatu setiap orang yang berada di luar villa. "Apa alasanmu memberikan sebuah pengamanan sangat ketat di villa ini?" tanyanya tanpa memalingkan wajah. "Bahkan di rumah besar milik keluargamu tidak seketat ini," tambahnya lagi.
Brian langsung mengembangkan sebuah senyuman pada Imelda. Dia tak menyangka jika wanita itu menyadari semuanya. "Sepertinya kamu begitu jeli memperhatikan sekelilingmu. Sebenarnya ... ini bukanlah villa biasa. Mungkin bagi Om Davin, ini seperti markas tersembunyi. Bagiku ... di sinilah aku bisa merasakan ketenangan. Tanpa harus takut musuh akan menyerang atau membunuhku," jelasnya.
"Dengan membawa banyak wanita ke sini setiap malam?" Sebuah pertanyaan yang menjadi tamparan keras bagi seorang Brian Prayoga. Dia memang pernah membawa beberapa wanita ke villa, tetapi Brian tak pernah melampiaskan kegilaannya itu di sana. Pria itu lebih suka bermain di sebuah hotel berbintang.
"Darimana kamu mengetahui hal itu?" tanya Brian sangat penak.
Imelda pun membalikkan badannya lalu menatap tajam pria di depannya. "Seseorang pernah mengatakan kepadaku jika setiap wanita yang keluar dari villa ini ... kondisinya selalu memprihatinkan. Apa kamu selalu menyiksa setiap wanita yang tak bisa memuaskan mu?" Sebuah pertanyaan tajam kembali menghujam jantung pria yang terlihat sedikit cemas dengan wanita di depannya.
"Aku tak pernah menyiksa mereka di sini. Beberapa kali aku memang membawa wanita ke villa. Namun aku tak pernah menyentuh mereka. Para wanita itu menjadi pemuas nafsu para bodyguard dan pria-pria di villa ini. Asal kamu tahu, selain pelayan di rumah ini ... tidak ada wanita lain yang pernah masuk ke dalam kamarku. Hanya kamu satu-satunya, Imelda Mahendra," terang Brian pada wanita yang menatapnya dengan wajah serius.