Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Confetti in Seoul You

šŸ‡®šŸ‡©Mucha_Azalea
--
chs / week
--
NOT RATINGS
7k
Views
Synopsis
Hana, harus menjalani drama menjadi seorang selir dari Raja kekaisaran Korea hanya untuk sebagai jaminan agar 'orang itu' tetap hidup. Meskipun ini adalah kisah di abad 21, Hana merasa begitu kotor harus mendesah dibawah kungkungan pria yang lebih seperti ayahnya itu. Sanggupkah, Hana bertahan dan kembali ke Indonesia setelah menyelamatkan seseorang yang begitu disayanginya itu?
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Angin sore itu terasa sejuk dan menenangkan, meski terbanding terbalik dengan suasana hati seorang gadis yang sedari tadi terus melamun sendirian di balkon kamar di istana timur. Sebuah bangunan bergaya modern yang terletak tidak jauh dari kompleks istana Gyeongbokgung.

Hana terus memandangi langit berwarna jingga yang perlahan berubah warna menjadi hitam kelam, meski masih menyisakan semburat jingga tipis di ufuk barat sana. Hana tahu meskipun indah tapi langit itu terlihat menyedihkan. Angin yang berhembus semakin kencang pun mengibarkan hanbok dengan chima berwarna merah dan jeogori berwarna senada dengan lambang bunga mawar merah yang dikenakannya. Kepangan rambutnya sudah ia lepas dan menggerainya sedari tadi. Gaun pernikahannya ini memang sedikit berat tapi itu bukan masalah. Saat ini hati Hana sangat sesak, dan itulah masalahnya.

Di langit barat sana, bintang-bintang perlahan menampakan sosoknya yang kecil tapi menawan itu. Malam telah tiba dan Hana tahu, sebentar lagi siksaan terberatnya akan segera datang. Walaupun ingin menangis tapi tak ada satu pun tetes air mata yang mencoba memberontak, pikiran dan hatinya terlalu kacau bahkan hanya untuk menangis. Ia sekarang tidak jauh berbeda dengan seorang mayat hidup.

"Masuklah! Udara di luar terlalu dingin untukmu," suara berat seorang pria membuyarkan lamunan Hana. Ia menoleh dan tetap memasang ekspresi datarnya.

Di sana, seorang pria paruh baya dengan jubah mandi duduk di tepi tempat tidur berukuran king size sambil menatap gadis pucat yang berwajah datar itu.

Sejong mendengus pelan.

Selama dia menjadi seorang Kaisar, tidak ada yang pernah mengacuhkannya seperti ini, meskipun itu adalah musuhnya sekalipun.

Ya, ia adalah seorang Kaisar dari kerajaan Korea. Meskipun di masa modern sekarang ini, yang mana keluarga kerajaan lebih sebagai simbol negara daripada pelaksana pemerintahan. Dan semua istana di kompleks Gyeongbokgung telah tercatat sebagai harta nasional milik negara. Karena itu menjelaskan mengapa ada bangunan modern di sekitar Gyeongbokgung, seluruh keluarga istana tinggal di sana.

"Jang Mi, masuklah! Di luar ter...."

"Nama saya Hana, Pyeha!" potong Hana lirih dengan tetap mempertahankan poker face-nya itu. Sungguh, ini di luar sifatnya yang sesungguhnya.

Gadis muda ini memang keras kepala. Sejong pun hanya dapat menghela napas pelan.

"Hana, masuklah! Ini perintah!" ucap Kaisar Sejong sekali lagi dengan menekankan kata 'perintah'.

Hana tahu ketika kata 'perintah' dikeluarkan oleh pria berumur 54 tahun itu, ia tidak memiliki hak untuk menolak. Dan pria itu sekarang berstatus sebagai suami sahnya. Meski terasa berat, ia perlahan mendekat dan mengambil jarak 2 meter dari Kaisar Sejong. Jarak yang dirasanya aman.

"Berapa usiamu sekarang?" tanya Sejong sambil menilai gadis muda di depannya ini dari ujung kaki hingga ujung rambut.

"23 tahun, Yang Mulia!" jawab Hana pelan sambil menatap lantai yang di pijaknya. Setidaknya lantai marmer itu terlihat lebih menarik daripada kaisar di depannya ini.

Harus diakui gadis muda ini terlihat sangat manis dengan pipi chuby-nya yang seperti bakpao, rambut black brown lurus sepinggang, kulit yang sedikit gelap, bibir kecil dan tentunya tubuh mungil yang tidak lebih hanya sebatas dadanya.

Sejong mengangguk mengerti. "Berarti kau lebih muda 2 tahun dari putraku."

Hana tetap diam. Sebenarnya ia ingin tertawa melihat lelucon takdir yang sedang mempermainkannya saat ini. Ia diseret keluar dari kehidupan nyamannya di Indonesia dan harus menikah dengan pria yang lebih pantas menjadi ayahnya ini. Bahkan putra pria ini jauh lebih tua darinya. Tidakkah hidupnya terdengar sangat menggelikan?

"Mendekatlah dan duduk di sampingku!" suara pria itu terdengar dalam dan sarat bernada perintah. Hana tetap bergeming di tempatnya.

Sejong berdecak kesal melihat gadis muda ini. Sampai sejauh mana kesabarannya akan diuji?

"Aku rasa kau tidak melupakan apa pun yang kukatakan adalah perintah. Dan melanggar perintah seorang raja itu berarti siap mendapatkan hukuman yang setimpal. Apa kau sudah melupakan itu?"

Hana merasakan telapak tangannya berubah dingin, keringat dingin bergulir di sisi pipinya, bahkan tubuhnya bergetar pelan. Ia tahu, hukuman setimpal apa yang dimaksudkan oleh raja yang sudah tersenyum penuh kemenangan ini. Ia melangkah pelan tapi karena melihat gadis ini berjalan terlalu lambat, Sejong segera bangkit dan menarik gadis muda ini dan mendorongnya ke tempat tidur. Sekarang gadis itu sudah terlentang di atas tempat tidur sambil membelalakan mata.

"Meskipun kau masih muda dan sangat jauh berbeda dengan mendiang Ratu, tapi kau harus tahu apa posisimu di tempat ini." Sejong menatap tajam gadis yang masih terlentang dan bergeming di atas tempat tidurnya itu.

Hana tahu, gadis itu sangat tahu apa maksud Kaisar di depannya ini. Dirinya tidak lebih hanya sekedar selir yang dipaksakan keberadaannya oleh dewan istana.

Kematian permaisuri 6 bulan lalu membuat para dewan mendesak Kaisar Sejong untuk segera menikah lagi. Dan pilihan itu jatuh pada dirinya yang sebelumnya tidak mengerti apa-apa tentang kekaisaran Korea ini. Tapi tidak ada pilihan baik untuk dirinya. Ia harus menikah dengan kaisar atau 'orang itu' akan mati.

Sejong merendahkan tubuhnya untuk mengurung Hana dengan kedua tangan yang menopang tubuhnya agar tidak menindih gadis ini.

"Kita selesaikan malam ini dengan cepat. Besok pagi aku harus menghadiri rapat direksi. Apa kau mengerti?" bisik Sejong tepat di telinga Hana membuat gadis itu sedikit merinding.

Merasa tidak mendapat jawaban, ia mencoba menatap kedua manik coklat istri barunya ini yang ternyata sudah memejamkan matanya erat dan menahan napas.

Sejong tersenyum geli.

"Bernafas Hana!"

Belum sempat Hana menghembuskan napasnya, ia merasakan sebuah tangan yang menyusup ke balik jeogori-nya. Ia terpekik tertahan setelah merasakan tangan itu memijat tempat tersensitifnya.

"Akh..." sebuah desahan lolos begitu saja membuatnya segera menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

"Kita mulai!" ucap Sejong dengan suara yang terdengar parau.

Hana tahu, mulai malam ini kehidupannya akan penuh dengan penderitaan.

***

Suara cicit burung yang merdu dan sinar mentari pagi yang menerobos masuk melewati jendela yang tidak sepenuhnya tertutupi tirai, berkibar-kibar pelan dan itu tidak dapat mengganggu tidur penghuni kamar yang masih menggulung diri di balik selimut.

Kamar bergaya minimalis dengan ranjang berukuran king size itu terlihat sesak, meski ruangan itu tidak bisa dikatakan sempit. Tapi suasana itu mewakili perasaan penghuni kamar itu.

Di sisi lain, sebuah cermin besar setinggi 2 meter di sudut ruangan bersisihan dengan meja rias yang penuh dengan make up mahal. Jangan tanyakan berapa nominal yang harus dikeluarkan hanya untuk membeli seperangkat lengkap kosmetik itu. Tidak jauh dari meja rias, sebuah pintu dengan ukiran bunga mawar yang terbelit duri-durinya berdiri kokoh seakan menyindir seseorang. Pintu berukir itu adalah penghubung pada 2 ruangan lain, kamar mandi dan ruang penyimpanan pakaian. Di dinding tidak kalah ramai dengan lukisan-lukisan yang tentunya sangat mahal. Kamar mewah nan sederhana yang pasti impian banyak gadis di luar sana. Tapi tidak untuk Hana.

Hana perlahan menurunkan selimut yang menutupi wajahnya dan menoleh pada jendela yang sudah terbuka dan membawa angin sepoi memasuki kamarnya.

"Sudah pagi ternyata," gumamnya pelan.

Ia mencoba menggerakkan tubuhnya dan terasa sangat sakit di daerah selakangannya.

Ia tersenyum nanar. Ternyata yang dialaminya semalam bukanlah mimpi. Mencoba menyangkal sekuat apa pun yang dialaminya memang bukanlah mimpi, tapi nasi telah berubah menjadi bubur. Mahkota kewanitaan yang selama ini dijaganya menghilang, dirampas oleh pria yang berstatus suami tidak diinginkannya.

Meski perih ia tetap mencoba turun dari tempat tidur. Dan saat itulah seorang pelayan memasuki kamarnya.

"Anda sudah bangun, Nyonya?" tanya pelayan itu retoris. "Yang Mulia sudah bangun 2 jam yang lalu, dan sekarang sedang menghadiri rapat direksi," sambung pelayan yang ber-name tag Su Hye itu sambil memakaikan handuk pada Hana yang sudah duduk di tepi ranjang. Menutupi tubuh polos Hana yang tidak perlu ditanyakan mengapa gadis itu bangun tidur dengan keadaan telanjang.

Hana tidak merespon, ia tahu ke mana kaisar itu pergi. Orang itu mengatakannya semalam sebelum mereka 'bercinta'. Mengingat hal itu, ingin sekali ia mengambil pisau dan mengiris nadinya sendiri saat ini juga. Tapi jika ia mengingat tentang 'orang itu', ia mencoba untuk kuat meski 'orang itu' akan memandangnya jijik.

Air mata tiba-tiba mengalir di pipinya. Meski tanpa isakan, Su Hye mengerti kondisi gadis yang sudah menjadi wanita di depannya ini. Ia hanya berdiri dalam diam sambil memandangi Nyonya baru di dalam keluarga kerajaan ini.

Saat ini Hana begitu merindukan keluarganya di Indonesia. Meskipun hidup dengan sederhana tapi ia begitu bahagia. Ada kedua orang tua yang menyayanginya, kakek yang banyak memberinya nasehat walau sedikit galak, kakak yang sangat memanjakannya, dan teman-teman yang selalu berisik ketika mereka berkumpul. Ia sangat merindukan itu sekarang.

"Anyonghaseyo oppa!" seru sekumpulan gadis dengan memasang senyuman manis ala mereka masing-masing.

Seorang pemuda dengan rambut panjang sebahu yang diikat ekor kuda menatap sekumpulan gadis yang mirip dengan girlband di depannya ini. Ia menghentikan kegiatannya mengutak-atik motor kesayangannya.

"Aku rasa kalian salah negara," sindir pemuda itu membuat senyum para gadis itu menghilang. "Dan aku katakan untuk yang beratus kalinya, aku ini orang Indonesia tulen. Bukan salah satu personil boyband kesukaan kalian itu. Mengerti?"

"Kak Ken memang mirip kok dengan si Donghae oppa personil SUJU," sahut sebuah suara dari balik punggung pemuda itu. Hana terlihat menyengir lebar pada kakaknya itu.

Ken hanya menghela napas lelah.

Ken Pratama, pemuda berwajah oriental dengan kulit putih dan rambut coklat panjang yang sedikit ikal itu memang sering dikatakan mirip dengan artis korea. Tubuhnya yang atlentis dan proposional kadang membuat para gadis yang bahkan tidak mengenalnya terpekik kesenangan ketika bertemu atau berpapasan di jalan dengannya. Dan ketika dia berangkat kerja dengan seragam kerjanya tidak jarang ia dikerubungi para gadis yang hanya untuk meminta tanda tangannya.

Hana bahkan pernah ditampar oleh seorang gadis teman kerjanya karena mencium pipi kakaknya itu saat di acara pementasan drama sekolah. Tidak selamanya wajah tampan membawa berkah. Itu yang ia yakini sekarang.

"Dengan wajah yang tampan pasti saat masih sekolah dulu, kakak playboy ya?" Hana terkikik, mencoba menggoda kakak tampannya satu itu.

Keempat temannya yang lain juga ikut terkikik pelan, takut kakak dari temannya itu marah dan melempari mereka dengan kunci inggris yang masih dipegang pemuda tampan itu.

"Karena terlalu tampan, aku masih tetap menjomblo sampai sekarang," jawab Ken dengan bangganya. Hana baru tahu ternyata kakaknya narsis juga.

"Say good bye... dont be cry..."

"Jangan mulai lagi," Ken menutup mata dengan punggung tangannya yang bebas dari noda oli. Sedangkan Hana masih melanjutkan konser super mininya itu, membuat teman-temannya tertawa melihat tingkah sepasang kakak adik itu.

Menyadari ia tidak akan dapat bertemu lagi dengan keluarganya membuat isakannya bertambah keras. Hana merasa meski terkurung dalam sangkar emas dengan semua keperluannya yang terpenuhi tapi itu semua tidak dapat menukar dengan kebahagiaannya.

Melihat Nyonya muda ini terus menangis membuat pelayan pribadi Hana mengurungkan niatnya meminta selir baru Kaisar itu untuk mandi dan segera sarapan, sesuai seperti protokol istana. Ia mencoba memberi waktu kepada sang selir baru untuk menenangkan diri. Meskipun seperti tidak mengetahui apa pun, Ia tahu betapa tertekan wanita itu terpaksa menjadi selir dan gosip-gosip lain yang beredar di istana tentang wanita itu.

Dengan setia Su Hye menunggui majikannya itu hingga berhenti menangis.

Hampir setengah jam Hana menangis, setidaknya sesak di dadanya sedikit berkurang. Ya, hanya sedikit.

Kruk... kruk...

Tiba-tiba terdengar suara meraung dari perut Hana. Mendengar suara protes dari perutnya, ia segera memegang perutnya dengan wajah merona karena malu. Su Hye hanya tersenyum memandang majikannya yang sedang memegangi perut karena lapar.

"Saya akan segera mengambil sarapan untuk anda! Mohon anda menunggu sebentar, Nyonya!" Su Hye meminta ijin dan membungkuk memberi hormat. Ia sangat tahu tak ada makanan yang masuk ke perut majikannya itu setelah acara pesta pernikahannya.

"Tu-tunggu!"

Su Hye baru saja akan berbalik meninggalkan kamar itu pun berhenti mendengar suara lirih Hana yang memanggilnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?"

"Tidak perlu membawa sarapan kemari. Aku akan mandi dan sarapan di ruang makan," jawab Hana pelan.

"Baik, Nyonya!" Su Hye mengangguk pelan. "Saya akan menyiapkan air hangat untuk anda!"

"Terima kasih banyak!" ucap Hana tulus.

"Itu sudah menjadi tugas saya. Mohon tunggu sebentar!" setelah mengucapkan itu Su Hye segera menuju ke kamar mandi melakukan apa yang menjadi tugasnya sebagai pelayan.

Hana hanya termenung. Kehidupan seperti sekarang ini yang akan selalu dijalaninya, entah sampai kapan.

Kakak....