Chereads / IN DISTANCE 10.000 KM / Chapter 4 - Tiga

Chapter 4 - Tiga

Saat baru naik kelas 12, Hafshah mulai sering tidak masuk sekolah, guru pun memanggil Hafshah dan Ibunya.

Begitu Hafshah dan ibunya di ruang BK, Hafshah mulai ditanya oleh guru nya kenapa dia jadi bolos sekolah, Hafshah hanya diam dan berusaha menahan tangis.

Ibunya menjawab pertanyaan guru Hafshah, menjawab dengan ucapan bahwa akhir-akhir ini Hafshah sering mimisan dan nampak murung, tidak ada semangat untuk pergi ke sekolahnya itu.

Hafshah selalu memendam masalahnya sendirian, menurutnya percuma saja jika dia menceritakannya ke keluarganya, karna keluarganya malah membuat Hafshah semakin down, bukannya mendukung dan memberi semangat.

Setelah selesai di introgasi oleh guru nya, Hafshah dan ibunya pulang ke rumah.

Hafshah menangis mengeluarkan semua kesakitan batinnya.

Hafshah mulai berbicara pada ibunya bahwa dia ingin pindah sekolah.

"Bu, Hafshah ngga kuat di sekolah ini.. Hafshah pengen pindah aja.." Ucapnya sambil menangis.

"Eh, kamu itu udah kelas akhir. Biaya sekolah kamu itu udah dibayar dan ngga bisa balik lagi," Jawab Ibu dari Hafshah, Bu Rini.

"Hafshah tau bu.. Tapi selama ini Hafshah tertekan disekolah itu, Hafshah capek bu, pengen pindah aja.." Pinta Hafshah menangis, batinnya serasa remuk.

"Kamu itu tugasnya cuma belajar! Yang capek itu ibu! Kerja sendirian buat biayain kamu!" Bu Rini marah kepada Hafshah.

Hafshah benar-benar bingung bagaimana caranya menjelaskan tentang apa yang dia rasakan, ini yang membuat Hafshah memilih untuk memendam masalahnya sendiri.

"Hafshah tau bu, ibu capek cari uang buat aku, aku cuma jadi beban di hidup ibu, seandainya aku bisa memilih untuk tidak dilahirkan, aku akan memilih itu Bu.. Tapi Hafshah ngga kuat bu, mental Hafshah terlanjur hancur, belum hilang luka lama sudah ditambah luka baru, ingin rasanya Hafshah kembali ke Allah, tapi Hafshah masih sadar akan kekurangan amal baik Hafshah... " Kata Hafshah dalam hati.

*****

Sudah enam bulan Hafshah tidak sekolah, terpaksa Hafshah harus mengulang ke kelas 12 dan sementara teman-temannya lulus, karna Hafshah telat mendaftar ke sekolah baru dan kendala biaya.

Terkadang Hafshah membenci ayahnya yang sudah tega meninggalkan Ibunya dan dirinya, membiarkan Ibunya bekerja sendiri yang seharusnya Ibunya tidak perlu bekerja.

"Seandainya Bapak ngga menuruti Ego nya, dan masih bersama kita, mungkin keadaan kita ngga akan susah seperti ini," Pikirnya.

Dulu Hafshah memang bisa dibilang kaya harta, memiliki rumah yang mewah, dan keinginannya selalu terpenuhi.

Tapi, seketika semua itu hilang begitu saja, karna Ayah Hafshah memilih pensiun dini dan menjual rumah tanpa membagi hasil jual rumah dan tanpa persetujuan ibunya, yang membuat Ibu Hafshah kecewa dan marah, dan disitulah awal pertengkaran terjadi.

Jika ditanya, apa Hafshah menerima keadaannya? Jelas tidak, tapi mau bagaimana lagi, lebih baik dia mengulang ke kelas 12 dengan hati tenang daripada lulus dengan luka batin yang menimbun.

Dan jika ditanya, apa Hafshah menyesal? Jelas Iya, Hafshah terkadang selalu menyesali pilihannya untuk pindah sekolah karna dia harus mengulang ke kelas 12. Sebenarnya, sekolah yang lama itu bukan pilihan Hafshah untuk bersekolah disana, tapi karna berhubung tahun ajaran baru sudah dekat, terpaksa Hafshah masuk ke sekolah yang masih membuka pendaftaran murid baru.

Dari awal Hafshah masuk ke sekolah nya itu, Hafshah memiliki feeling bahwa disini akan membuat Hafshah mendapat masalah, dan benar saja itu terjadi.

Hafshah tau betul perasaan Ibunya saat Hafshah harus mengalami ini, Hafshah tentu merasa sangat bersalah kepada ibunya karna hanya bisa menambah beban saja.

Hafshah itu orangnya segan, tidak pernah meminta hal yang lebih dari kesanggupannya maupun kesanggupan ibunya.

Seperti dulu saat Hafshah menginjak usia 13 tahun, kelas awal sekolah menengah pertama, Hafshah tidak memiliki Handphone seperti teman-temannya.

Kadang Hafshah juga selalu ditanya, "kok ngga punya handphone?"

Dan ketika harus Googling pelajaran pun, Hafshah selalu nebeng kepada temannya.

Sebenarnya, Hafshah ingin sekali memiliki Handphone seperti teman-temannya, tapi karna Hafshah mengerti keadaan, jadi Hafshah tidak memintanya pada Ibunya.

Dan hal sepele pun Hafshah segan meminta pada ibunya, seperti, "Bu, ibu ada uang ngga? Hm kalo ada, Hafshah pengen beli buku LKS bu,"

Hafshah benar-benar mengerti keadaannya saat itu, Hafshah tidak ingin Ibunya mencari uang lebih untuk membeli hal yang Hafshah mau, seperti Handphone.

Tapi, Alhamdulillah, ketika Hafshah menginjak umur 18 tahun, lebih tepatnya saat Hafshah kelas 12 di sekolahnya yang baru, Hafshah memiliki Handphone sendiri.

Dan untungnya, kehidupannya lebih baik dari sebelumnya.

Hafshah bahagia dengan sekolah barunya, memiliki banyak teman yang baik dan selalu membuat Hafshah bahagia.

Hafshah juga mendapat peringkat satu di sekolah.

Hafshah sangat bersyukur, tuhan memberi kebahagiaan lagi pada Hafshah.

Hafshah memiliki ketertarikan dengan dunia bisnis dan kuliner, Hafshah ingin nantinya dia memiliki restoran yang sukses. Untuk membahagiakan ibunya.

Hafshah masih sibuk belajar di kelas Akhir, sementara Gina sibuk bekerja, Gina memilih untuk bekerja saja dibanding kuliah.

Jadi, saat ini Gina seperti kakak kelasnya saja yang sudah lulus dan bekerja, padahal seharusnya Hafshah juga lulus dan bekerja sama seperti Gina.

Tapi, Hafshah bersyukur, kehidupannya menjadi lebih baik dan dia bisa lanjut sekolah daripada putus sekolah. Seperti beberapa temannya di sekolah lamanya yang dikeluarkan dari sekolah karna kasus hamil diluar nikah, dan akhirnya putus sekolah.

*****

Hafshah sudah pulang sekolah, dia langsung membuka handphone nya dan chatting bersama Gina.

"Gin, masih kerja?" Tanya Hafshah melalui whatsapp.

"Iya nih, nanti setelah Maghrib gue pulang, kenapa Shah?"

"Oh gitu, gue pengen ngobrol aja sih sama lo tapi secara langsung, lo mau ngga nanti pulang kerja main ke rumah gue? Nanti kita makan bareng deh, janji,"

"Hm boleh boleh, ntar deh pulang kerja gue kesana ya," Jawab Gina membalas pesan Hafshah.

*****

-10 Aug 2020-

@dearivani ❤