111. Aku menulis bukan karena aku cinta. Namun karena aku ingin selalu melihat senyummu setiap detiknya. (23 Mei 2017)
112. Aku terdiam, lalu menolehkan pandangan ke arah lain. Sekedar mengalihkan fikiran yang telah dipenuhi dengan segala tentangmu. Aku memandang keluar jendela, kelangit hitam dengan beberapa kerlip sinar diantaranya. Seketika aku tersenyum, bagaimana mereka bisa sebut ini jatuh cinta ? sedang bagiku, kedatanganmu adalah kejutan yang menyenangkan. (Puisi ke-1447, 12 Mei 2017)
113. Laksana bunga. Cinta yang kusemai dalam naungan doa pun mekar, dengan segala sisi cantiknya setiap pagi. (Puisi ke-1485, 21 Mei 2017)
114. Namun sepertinya, aku memang benar-benar sudah gila. Kau tak ada disampingku, tapi aku sangat merasakan kehadiranmu disini. Seakan diantara kita telah tak ada jarak, sedekat bibir yang mengucap kata, dengan telinga yang mendengarnya. (Puisi ke-1494, 23 Mei 2017)
115. Seandainya aku bisa hidup dalam tulisanku. (25 Mei 2017)
116. Puisi tentangmu memang tak tertulis untuk hari ini. Namun, jika aku bilang bahwa aku selalu mengingatmu sepanjang hari, kumohon percayalah. Sebab, biar sejauh apapun kesibukan membawaku pergi, kau tetap takkan pernah terganti. (Puisi ke-169, 14 Desember 2016)
117. Ntahlah, tapi aku menikmati ini. Dan aku berharap, kau hadir disini. Hadir bersamaku untuk sekedar tersenyum membunuh waktu. (Puisi ke-77, Villa Dolken, 07 Desember 2016)
118. Senyummu adalah ketenangan jiwaku. Sederhana, jika kau berhenti tersenyum, maka separuh jiwaku akan mati. (Puisi ke-1513, 29 Mei 2017)
119. Aku bersamamu dalam jarak yang sangat dekat, namun kau tak tersentuh sama sekali oleh hati. Kita memang seringkali duduk bersama, namun bagiku, jarak kita bagai semesta. Mengertikah engkau, sayang ? nyatanya, rindu bukan hanya tentang ribuan kilometer yang membentang, bukan ? (Puisi ke-1515, 30 Mei 2017)
120. Satu hal yang aku sadari adalah, aku mampu mencintaimu dengan cara-cara yang cukup indah. (Puisi ke-1497, 25 Mei 2017)