______________🍎Diam
Hari ini cukup melelahkan bagi Suho. Banyak sekali tuntutan pekerjaan yang harus ia selesaikan hari ini juga. Rasanya memang penat dan membuat ia harus mengorbankan waktu istirahatnya.
Waktu terus berjalan. Tugas matahari telah digantikan bulan. Hari sudah semakin gelap, bahkan semakin larut.
Suho menutup laptopnya, dengan sekali gerakan ia menyandarkan diri pada kursi sambil menatap keatas. Tetapi hal itu tak lama berlangsung. Pria Kim itu kembali duduk tegak, dan membuka laptopnya lagi.
Ia harus menyelesaikan pekerjaannya dahulu, lalu pulang untuk istirahat.
Suho terus fokus pada apa yang ia kerjakan. Ia harus bisa profesional dan konsisten pada pekerjaannya. Makanya, para klien sangat puas dengan hasil kerja Suho. Mereka merasa senang bisa bekerja sama dengan Suho karena dia orang yang profesional.
Disisi lain, seorang perempuan terbangun dari tidur nyenyaknya. Perempuan bermarga asli Bae itu beranjak dari tempat tidurnya. Ia melangkah keluar kamar, karena ia haus dan ingin mengambil minum di dapur.
Dilihatnya lampu lantai bawah yang masih menyala. Perempuan itu mengerutkan dahinya, kemudian menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh menit malam.
Tak biasanya lampu itu menyala. Biasanya jika Suho pulang, laki-laki itu mematikannya. Apa laki-laki Kim itu belum pulang? Tapi ini sudah sangat malam.
Karena Irene terlalu haus, perempuan itu tak terlalu memusingkannya dan bergegas ke dapur. Ia meneguk satu gelas air putih dengan cepat.
"Ah..." ujarnya lega kala air itu berhasil membasahi tenggorokannya yang tadi terasa kering.
Setelah selesai, Irene berniat untuk kembali ke kamarnya. Tetapi ia cukup terkejut karena kemunculan Suho yang secara tiba-tiba ada di dapur.
Irene mengerjap beberapa kali. Ia ingin memastikan jika yang ia lihat itu Suho, dan bukan makhluk lain yang menyerupai laki-laki Kim itu. Ini sudah larut malam, wajar jika Irene merasa takut dan waspada terhadap sesuatu.
"Maaf, kamu kenapa?" Suho akhirnya membuka mulutnya untuk berbicara.
Irene tampak menghembuskan nafasnya lega. Perempuan itu menggeleng. "Tidak apa-apa," ujarnya canggung.
Mendengar hanya itu jawaban Irene, Suho hanya mengangguk dan melewati Irene begitu saja. Laki-laki itu mengambil penggorengan dan beberapa bahan. Suho lapar, ia ingin makan. Tetapi restoran sudah tutup dan membuatnya ingin membuat nasi goreng saja.
Suho tak pernah berpengalaman di dapur. Membuat susu saja ia malah menumpahkannya.
Sedangkan Irene hanya memperhatikannya. Entah kenapa perempuan itu enggan untuk beranjak dari sana.
Suho tampak kebingungan dengan bahan-bahan yang ia ambil. Apakah bahannya sudah benar? Ataukah ada yang kurang? Bagaimana ia harus memulai membuatnya?
Karena banyak sekali pertanyaan yang muncul di benaknya, Suho merasa ragu untuk membuat nasi goreng. Ia membayangkan jika membuat nasi goreng itu simpel, tetapi nyatanya tidak. Ia justru kebingungan dan ragu untuk membuatnya.
Irene belum pergi. Perempuan itu tahu, mungkin Suho merasa lapar. Ia memainkan jarinya sambil menatap laki-laki Kim itu. Haruskah ia membantu? Tetapi rasanya akan aneh jika ia membantu Suho. Haruskah ia membuatkan makanan untuk Suho? Tetapi jujur, Irene belum terbiasa. Bahkan tembok canggung diantara mereka itu sangat kuat.
Merasa ada yang berbeda, Suho menoleh ke belakang. Tatapannya bertemu dengan tatapan Irene. Tetapi sedetik kemudian perempuan itu mengalihkan pandangannya, dan berbalik.
Suho bingung kenapa Irene masih ada disini. Tetapi bukankah itu bagus? Suho bisa kan meminta tolong pada Irene untuk membuatkannya makanan? Eum... tapi, bagaimana Suho meminta tolong? Irene saja tidak pernah betbicara padanya.
Tetapi bagaimana nasib perutnya? Perutnya lapar, dan minta segera diisi. Sedangkan ia lihat Irene mulai melangkah pergi.
Akhirnya Suho pun menyampingkan pikirannya. Yang terpenting ia ingin makan sekarang.
"T-tunggu!" Ujarnya mencegah langkah Irene.
Mendengar itu, Irene pun berhenti melangkah dan melihat kearah Suho.
"Eum..." Suho menatap Irene dengan canggung. "Eum... bisa minta tolong?" Ujarnya pelan.
Irene menggigit bibir bawahnya sebentar, kemudian berjalan mendekat ke Suho.
"Tolong buatkan saya makanan. Saya lapar," ujar Suho yang menghilangkan rasa gengsinya.
Irene mengangguk. Perempuan itu mulai mendekat ke meja yang terdapat bahan-bahan yang tadi Suho ambil. Irene menatap bingung, kemudian ia mengembalikan beberapa bahan yang tidak perlu.
Suho hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tahu, ia pasti salah mengambil bahan.
Irene mulai memasak, dan Suho tetap menunggunya. Pria Kim itu sedari tadi diam memperhatikan Irene.
"Akh!" Pekik Irene kala jarinya tak segaja terkena penggorengan yang panas.
Melihat hal itu, Suho pun mendekat dan mengambil alih penggorengan yang sempat Irene pegang.
"Biar saya sendiri yang menaruhnya di piring, terima kasih" ujar Suho.
Dengan canggung, Irene menjauh. Ia memperhatikan Suho yang memindahkan naai gorengnya ke piring. Setelah itu, Suho membawanya ke meja makan.
"Apa kamu juga lapar?" Tanya Suho pada Irene.
Perempuan itu menggeleng. "Tidak," ujarnya.
"Eum... saya... duluan ya," ujarnya lalu melangkah pergi ke kamarnya.
Suho hanya mengangguk sebagai responnya. Laki-laki itu duduk dan mulai memakan makanannya. Dari tampilannya memang enak, dan tanpa ragu Suho memakannya.
Rasanya tak begitu buruk, meski menurut Suho lebih enak masakan pembantu di rumahnya. Tetapi bukankah ini lebih baik ketimbang ia harus memasak sendiri, dan pastinya akan tidak layak untuk dimakan?
______________🍎Diam
Kedua kelopak mata yang menutup, mulai terbuka. Yang awalnya gelap tak sadar, kini dapat melihat sekeliling. Pagi ini Suho terbagun dan segera bersiap untuk berangkat ke kantor.
Laki-laki itu mengambil handuknya, kemudian bergegas mandi. Setelah selesai, ia mengenakan pakaian dan berpenampilan rapi.
Perlu diketahui, Suho tak bisa mengenakan dasi. Ia selalu meminta bantuan Chen atau Seok Jin dalam hal ini.
Merasa sudah rapi dan puas dengan penampilannya, Suho pun turun ke bawah. Ia menuju dapur karena tiba-tiba merasa haus.
Di dapur, terdapat Irene yang sedang membuat susu. Saat perempuan itu selesai membuat susu, ia melihat Suho yang menuju kearahnya. Tatapan canggung mereka bertemu.
Irene menatap gelas berisi susu yang tadi ia buat untuk dirinya. Apakah ia harus memberikan itu pada Suho saja? Tetapi, apakah Suho mau menerimanya?
Irene jadi bingung. Suho semakin dekat, dan ia masih ragu untuk memberikannya. Tetapi apakah lebih baik ia benar-benar memberikannya pada Suho? Toh, ia juga bisa membuatnya lagi'kan?
"Eum... ini," Irene menyodorkan gelas tersebut.
Suho tersenyum dan menerimanya. "Untuk saya?" Ia memastikan.
"Hem," Irene mengangguk canggung.
Hal itu membuat Suho tersenyum. "Terima kasih," ujarnya.
Irene tak membalasnya, perempuan itu lebih memilih untuk membuat susu lagi untuknya. Suho tersenyum dan mulai meneguk susu tersebut. Rasanya pas, dan Suho menyukainya.
Setelah selesai, laki-laki itu mencuci gelasnya dan mengembalikannya. Ia menatap Irene yang tengah meneguk susu, kemudian melakukan hal yang sama dengan Suho setelah selesai meminum susu tersebut.
Baru saja Suho akan berpamitan pergi ke kantor, tetapi dengan cepat Irene malah melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Perempuan itu menuju lantai atas untuk mengambil tasnya di kamar, kemudian turun lagi dan bergegas ke kantor.
Suho hanya menunduk paham. Mungkin keadaan mereka selalu canggung seperti ini. Tetapi dari kejadian semalam dan pagi ini, membuat Suho berharap jika kedepannya mereka pasti bisa lebih akrab.
Yah... Suho berharap seperti itu, karena meskipun pernikahan mereka ini sangat membuat keduanya terpaksa, tetapi Suho ingin serius dalam hubungan yang sudah terikat janji ini.
Laki-laki Kim ini akan berusaha untuk lebih dekat dengan Irene, dan membuat mereka tak canggung lagi. Ia juga bertekad untuk tetap menjaga rumah tangganya, agar tetap utuh. Meskipun ia tak yakin jika hubungannya dengan Irene akan membaik diwaktu dekat.
______________🍎Diam
"Tolong persiapkan ini dengan baik, saya harap kalian dapat bekerja sama dengan baik bersama perusahaan ini," ujar pemimpin rapat yang mengakhiri rapat hari ini.
"Baik pak," ujar semua yang ada di ruangan itu. Termasuk Irene dan Joy yang ada disana.
Setelah pimpinan rapat keluar, para karyawan membereskan baran yang mereka bawa, kemudian satu per satu dari mereka mulai meninggalkan ruangan tersebut.
"Kak," panggil Joy pada Irene.
"Kakak tidak lelah bekerja seperti ini? Bukankah suami kakak itu kaya? Bahkan dia sangat kaya." Ujar Joy.
Irene menggeleng. "Ini keinginanku," ujarnya.
Joy menghela nafas. Ia hanya mengangguk, kemudian keluar bersama Irene.
"Kita akan bekerja sama dengan perusahaannya pak Kim. Perusahaan terbesar, dan sekaligus perusahaan milik suamimu," ujar Joy sambil berjalan berdampingan dengan Irene.
"Bagaimana perasaanmu kak?" Tanya Joy.
Irene mengangkat bahunya. Ia juga tak tahu bagaimana perasaannya. Yang ada dibenaknya kali ini adalah, apa Suho tahu dimana Irene bekerja? Bagaimana jika Suho tahu jika Irene hanyalah pegawai biasa? Apakah laki-laki kaya itu akan memakinya seperti pada sinetron yang sering Irene lihat? Banyak kan, orang kaya yang memaki orang yang jabatannya lebih rendah darinya?
Tok tok tok
Pintu ruangan Suho terketuk, yang artinya pasti akan ada orang yang perlu bertemu dengannya.
"Masuk," ujar Suho yang fokus terhadap laptopnya.
Seorang karyawan masuk dengan membawa sebuah map.
"Ini ada berkas yang harus anda tanda tangani pak," ujar karyawan itu.
"Berkas apa?" Tanya Suho.
"Perjanjian kerja sama dengan perusahaan J Company, tentang perencanaan dan pembuatan hotel" jelas karyawannya.
Suho mengangguk, lalu menandatanganinya. "Kapan pertemuan saya dengan mereka?" Tanyanya.
"Kami sudah memghubungi mereka, dan pertemuan anda dengan mereka mungkin minggu depan. Karena jadwal ada yang sangat padat minggu ini,"
"Baiklah, atur saja apa yang terbaik."
Karyawan tersebut mengangguk, kemudian undur diri. Suho pun melanjutkan pekerjaannya.
Sepertinya Suho terlalu fokus pada pekerjaannya, sampai ia lupa belum makan. Dari pagi ia hanya minum susu yang dibuatkan Irene. Tadi siang sampai sekarang sudah malam, laki-laki Kim itu belum mengonsumsi apapun selain air putih.
Tetapi Suho terus mengabaikan hal itu. Sampai Chen yang akan pulang itu memberikannya roti, baru ia memakannya.
Tepat pukul dua belas malam, Suho baru sampai di rumah. Ia melihat dapur, tidak ada Irene disana. Padahal, Suho lapar dan ingin makan. Tetapi ia mengabaikannya. Laki-laki itu tak mau mengganggu Irene dan memilih untuk memasuki kamarnya.
Saat Suho memasuki kamarnya, diwaktu yang bersamaan Irene keluar dari kamarnya untuk menuju dapur.
Perempuan itu melihat lampu lantai bawah yang sudah dimatikan. Berarti Suho sudah pulang. Begitulah pikirnya.
______________🍎Diam