Nama gue Ailen Akusara, nama gue adalah nama kedua orang tua gue. Yap! Ailen nama Nyokap gue dan Akusara adalah nama Bokap gue.
Umur gue sekarang sudah menginjak 16 Tahun, ga kerasa banget, bukan? iya, gue sendiri pun ga nyangka. Gue ini anak terakhir dari keluarga, gue punya satu kakak laki-laki dia anaknya bandel banget tapi gue yakin dia sayang kok sama gue.
Kakak gue bernama Bana Antonia, namanya ga kalah bagus dengan nama gue. Keluarga gue ini termasuk keluarga yang sederhana, jarang banget, tuh, kita makan di restoran seperti keluarga yang lain. Tapi, gue merasa beruntung lahir di keluarga ini dengan sifat gue yang seperti ini.
Gue itu anak yang paling anti sama hal-hal yang berbau pornografi, kalian tau lah apa itu pornografi. Gue bukanlah anak yang pintar seperti kebanyakan anak yang lain, gue adalah anak yang mendapatkan peringkat kedua dari belakang.
Buat kalian yang tanya dimana, sih, Nyokap gue? Nyokap gue udah meninggal saat gue lahir. Lebih tepatnya, sebulan setelah gue lahir Nyokap meninggal.
Gue hanya di urus oleh kedua lelaki hebat di rumah gue, siapa lagi kalau bukan Kakak dan Bokap gue. Bokap yang hobinya memasak akhirnya mulai membuka toko mie kecil-kecilan, supaya bisa memberikan fasilitas pendidikan untuk gue dan kakak.
****
"Len! sarapan dulu, sini!!" panggil Papa. Ailen masih merapihkan riasannya untuk pergi ke sekolah, setelah rapih dia turun dengan membawa tas miliknya.
"Ya ampun, Len!! Lu mau kondangan apa mau sekolah, sih?" Teriak abang Gue yang membuat telinga gue pengang. Abang gue melepaskan barang pernak pernik yang jatohnya norak menurut dia di tubuh gue, padahal itu bagus bagi gue.
"Norak banget, sih, lo!! Ke sekolah, tuh, buat belajar, Len!! bukan buat pamer pernak pernik."
"Pa ... Abang, tuh, nakal," adu gue kepada Bokap. Bokap gue meletakan sendok dan garpunya sambil menatap kedua putra putri nya.
"Huh? Untuk kali ini, Papa setuju dengan Abang kamu. Kamu ga perhatian sama kondisi Papa? Papa sudah semakin tua, Len!! Kamu harusnya tau posisi kamu sebagai pelajar, dong. Udah lanjut makannya!"
Gue terdiam dalam waktu yang lama, memikirkan ucapan Bokap gue yang ada benarnya juga. Gue memang beruntung bisa lahir di keluarga ini.
Setelah selesai makan gue langsung pamit pergi ke sekolah, gue ke sekolah jalan kaki. Gue ga punya motor apalagi mobil.
Keluarga gue sangat terbiasa dengan menggunakan kendaraan umum dari pada kendaraan pribadi, selain agar tidak menambah polusi lebih banyak. Yang paling utama, kita ga punya uang untuk membelinya.
Gue akhirnya sampai di depan gerbang sekolah gue, gue masuk dengan wajah ceria dan tersenyum kepada semuanya.
Orang orang di sekolah pun tau kalau gue anak yang sering tersenyum. Termasuk kalau lagi ada masalah, gue tetap bisa tersenyum di hadapan orang-orang.
"Lu pada denger rumor hari ini kaga?" Tanya Rema. Dia Rema, sahabat gue yang paling tau tentang gosip gosip dia lah rajanya.
"Apaan lagi, sih, Ma?"
"Yeh, Ca! Lu, tuh, ga boleh sepelein rumor rumor tau!!"
"Iya, buruan ada rumor baru apa?"
"Nah, gitu kek."
"Udah buruan!!" Perintah Eca. Dia Eca, sahabat gue yang paling galak dan sering ribut sama Rema. Dia paling menolak kalo ada rumor rumor baru, tapi dia anaknya sering mengalah. Ya, dia cuma ga mau buat keributan persahabatan kita hanya karena hal sesepele ini, sih.
"Katanya, ada anak baru yang dingin dan badboy banget, lah, pokoknya. Dan lagi, nih, ya, dia masuk kelas kita."
Gue pun terdiam sejenak, mencerna kata-kata yang diucapkan oleh Rema si biang gosip.
"Sebentar-sebentar, tadi lu bilang ada anak baru? Siapa namanya?" Tanya gue penasaran.
"Tony, kayanya, sih, itu."
Gue dan Eca menepuk jidat karena ucapan terakhir Rema. Gue pun mulai membubarkan mereka dari meja gue karena guru sudah datang masuk ke kelas.
"Pagi, pak." Salam dari ketua kelas.
"Pagi juga anak-anak. Kalian kedatangan murid baru, silakan masuk!" Perintah guru tersebut kepada murid baru itu.
"Halo! Nama gue Antony Andromeda, kalian bisa panggil gue Tony atau Meda. Sekian," perkenalan diri singkat itu membuat gue bertanya tanya.
Gue sih cuek cuek aja akan adanya orang itu. Pelajaran di mulai, gue mencoba fokus tapi ga bisa-bisa. Ya, gue terngiang-ngiang sama wajah perkenalan Meda tadi, wajah yang sangat menyebalkan.
Dan gue tebak, dia seperti anak laki-laki lainnya yang menyukai hal-hal berbau pornografi, kayaknya.
****
"Hai, Bro! Mabar, lah, kuy!" Ajak Hadyan kepada Meda. Meda menggelengkan kepalanya tidak mau.
"Eh, liat, deh!! Si anak baru itu songong banget di ajak Mabar game ga mau," cibir Rema sambil menepuk bahu gue dan Eca.
"Gue yakin dia mau di ajak nonton blue film. Kalo menurut lu gimana, Len?" tanya Eca.
"Apaan, sih, ke kantin aja udah."
Ailen keluar kelas melewati bangku Meda, Meda melihat Ailen tak berkedip. 'maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?' batin Meda.
"Woy!!" Panggil Haitsar. Meda langsung mengalihkan pandangannya dari Ailen.
"Lo kenapa bengong gitu, bro? Lu suka sama Ailen?" Tanya Haitsar kepada Meda.
"Ah, ga."
Dan mereka melanjutkan obrolan mereka yang menurut mereka menarik.
****
Ailen membawakan baso pesanan sahabatnya ke meja kantin yang mereka duduki saat ini. "Ini baso nya, Nyonya!"
Kedua sahabatnya tertawa melihat tingkah Ailen yang tiba-tiba jadi super feminim. "Baiklah baiklah, silakan duduk pelayan!!"
Ailen pun duduk di kursi dan langsung menambahkan saus dan kecap ke bakso miliknya.
"Jadi? Ada rencana ga?" tanya Ailen kepada mereka berdua.
"Rencana apa?" Tanya Eca sambil mengunyah. Rema dan Ailen tertawa karena suara yang di keluarkan oleh Eca.
"Telen dulu, Ca." Karena perkataan itu Eca dengan cepat menelan bakso yang ada di mulutnya.
"Ga ada rencana main ke rumah gue, gitu?" Tanya Ailen yang kesekian kalinya. Rema dan Eca serempak memegang bahu Ailen.
"Len, cari topik lain, dong!" Ailen langsung cemberut dan segera menghabiskan makanannya lalu pergi meninggalkan kantin.
"Lu, sih, Ma. Liat, tuh, Ailen jadi pergi, kan. Ck!" Eca segera menyusul Ailen tanpa memperdulikan makanannya yang masih tersisa.
Rema dengan tenang makan baso miliknya dan juga baso sisa Eca. Eca masih setia mengejar Ailen yang udah sangat jauh.
"Lu, kok, emosian banget, Len? Ada apa? Cerita sama gue," tanya Eca memegang tangan Ailen agar berhenti berjalan.
"Lepasin!"
"Tapi, Len ... "
"Gue bilang lepas!" Hardik Ailen kepada Eca. Ailen pun langsung menuju atap sekolah dengan berlari sambil menangis.