Chereads / Miss Dosen X Mr. Captain / Chapter 60 - Part 58

Chapter 60 - Part 58

"Dad, how long have you been there?" tanya Elven saat ketiganya sampai di teras rumah.

"Only two until three days.. Why boy?" tanya Felix.

"I'll miss you Dad..." ucap Elven.

Felix mengacak rambut Elven.

"Elven .... Sekarang ini kamu udah dewasa lho... Gak boleh manja... Selama Daddy pergi, tolong jagain Mommy ya... Daddy terpaksa melakukan perjalanan dinas ini untuk membangkitkan kembali perusahaan kita. Perusahaan kita harus bangkit." nasehat Felix.

Elven mengangguk paham.

"It's ok Dad... Take care... I'll always pray for you.." ucap Elven tenang.

Ivi tersenyum.

"Selama di sana nanti, kamu jaga diri baik-baik ya... Jangan lupa hubungi aku, kasih kabar... Biarpun cuma 2 sampai 3 hari, tetap aja aku khawatir." ucap Ivi.

Felix menggenggam tangan Ivi, lalu mengecup keningnya, Felix tersenyum.

"Iya sayang... kamu sama Elven juga hati-hati di sini. Karena aku juga belum sepenuhnya yakin bahwa semuanya telah membaik. Aku sayang kamu... aku pasti akan terus mengawasi kamu walau pun aku dan kamu berjauhan."

Ivi memeluk Felix.

"I worry you hon... Really worry... Don't forget to pray.." pesan Ivi.

Felix mengecup puncak kepala Ivi begitu dalam.

"Tentu sayang... Do'akan semoga urusannya segera selesai, jadi sebelum 3 hari aku udah pulang."

"Aamiin... Yaudah kamu hati-hati.." ucap Ivi melerai pelukan mereka. Elven berhambur memeluk Felix.

"Take care dad..." gumam Elven di pelukan Felix.

"Thank you boy..." ucap Felix.

"Mom, come here... let's hug together." ajak Elven. Ivi tersenyum dan mereka bertiga berpelukan.

Felix pun bergegas memasuki mobilnya.

...

"Aku dengar Calvin terbang ke Jerman ya sa?" tanya Elina apda Aksa saat berada di ruang kerja.

"Iya mbak... Mbak tahu?"

"Iya... dari kak Nata"

"Iya mbak untuk menyelidiki kasus Revin."

"Hmm... lalu bagaimana dengan penyelidikannya?"

"Sepertinya mereka belum menemukan apapun."

"Sulit vin... Karena pelakunya adalah orang terdekat."

"Siapa ya mbak kira-kira.?"

"Mbak belum tahu pasti sih... tapi mbak yakin bahwa pelakunya memang orang yang sangat-sangat dekat. Kalau gak kan gak mungkin mereka bisa tahu setiap rencana yang kita susun. Kita kan melakukan meeting secara sangat tertutup setiap kali akan menyusun rencana."

"Siapa yang mbak curigai.?"

....

"Lapor komandan!" ucap seorang polisi pada komandan polisi.

"Ya, ada apa?" jawab komandan itu.

"Saya dan tim telah menemukan jejak orangtua kandung saudari Ivi."

"Di mana mereka?"

"Mereka telah tiada. Diperkirakan bahwa mereka meninggal akibat dari perbuatan pelaku utama."

"Apa kalian sudah berhasil membawa jenazahnya?"

"Tim membawa kedua jenazah ke Rumah Sakit untuk melakukan autopsi."

"Bagus. Kapan hasilnya akan keluar.?"

"Besok komandan."

"Baiklah.. besok kita akan ke sana. Apa ada lagi yang ingin kamu bicarakan?"

Polisi itu lalu meletakkan secarik kertas di meja tepatnya di depan komandan itu.

"Apa ini?" tanya komandan itu sambil mengambil kertas itu.

"Anda bisa membacanya komandan... Sebuah ancaman."

Arzam pun membuka lipatan kertas itu dan membacanya. Ya, komandan yang dimaksud adalah Arzam.

'Kalian tidak akan pernah bisa menangkap saya. Justru sayalah yang akan menghabisi kalian secara perlahan.'

Arzam lalu melipat kembali surat itu.

"Di mana kalian mendapatkan surat ini?" tanya Arzam.

"Di sekitaran TKP.. Kami melakukan olah TKP dan menemukan surat itu tepat di antara jenazah korban."

"Selidiki terus kasus ini. Saya akan melakukan penyelidikan terhadap tulisan ini."

"Baik ndan kalau begitu saya permisi."

"Baik. Silahkan."

Polisi itu mengangguk dan meninggalkan Arzam. Arzam kembali membuka lipatan kertas itu, mengamati setiap inci tulisan yang ada di kertas itu.

"Aku seperti mengenal tulisan ini." gumam Arzam. Ia kemudian mencoba berpikir siapa seseorang dibalik tinta di secarik kertas itu.

"Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Mereka tak perlu mengetahui hal ini terlebih dulu sebelum aku benar-benar menemukan jejak baru. Aku curiga, di antara merekalah ternyata si pengkhianat itu. Karena dilihat berdasarkan kejadian yang telah terjadi selama ini, musuh melakukan aksinya dengan sangat baik dan selalu bisa membaca setiap rencana yang disusun." jeda Arzam. Ia kemudian menyunggingkan senyum.

"Aku akan segera menemukanmu... Siapapun yang berkhianat, tidak layak untuk bahagia. Termasuk istriku sendiri." monolog Arzam kemudian bergegas meninggalkan ruangan.

.....

Felix telah tiba di penginapan. Besok pagi ia akan melajukan meeting dengan Client bisnisnya. Selesai sholat isya, Felix lalu membaca beberapa ayat dari Surah Al-Mulk kemudian menghubungi Ivi.

Ia mengambil ponselnya. Nama Ivi tertera di layar ponselnya.

"Semoga kamu belum tidur sayang..." gumam Felix.

....

Ivi baru saja akan tidur setelah membaca Al-Qur'an, namun deringan di ponselnya membuat ia gagal untuk melakukan niatnya. Ia duduk di pinggiran kasur dekat nakas, lalu mengangkat telepon itu.

"Felix..." gumam Ivi dengan tersenyum.

Ivi menerima panggilan video itu.

...

'Assalamualaikum sayang.... Gimana? Kamu udah sampai?' tanya Ivi dari sebrang telepon.

"Waalaikumsalam hon... Alhamdulillah udah nih... Kamu baik-baik aja kan di sana?"

Ivi pun tersenyum.

'Alhamdulillah udah... Kamu udah kan?'

"Alhamdulillah udah juga... Elven udah tidur?"

'Kayaknya sih udah ya... Soalnya tadi selesai makan malam dia langsung ke kamar.'

"Oh... Sayang, kamu harus hati-hati ya... karena di sana musuh kita masih bertebaran."

'Iya sayang... '

"Aku, Calvin, Aksa dan Arzam mencurigai sesuatu. Kamu harus hati-hati."

'Maksudnya?'

"Maaf sayang... sebenarnya aku ke sini bukan hanya untuk dinas tapi juga karena sesuatu."

'Kenapa kamu gak cerita?'

"Akan ada saatnya aku ceritakan semua ini. Aku harap kamu slalu baik-baik aja di sana."

'Semoga ya... Aku benar-benar takut tidur sendiri Lix.'

"Kalau kamu takut, jangan putuskan sambungannya. Aku akan slalu awasi kamu dari sini."

'Kamu yakin?'

"Tentu. Kamu tidur aja... Aku jagain dari sini. "

'Tapi tetap aja serem Lix... Kamu ngapain sih pakai segala ke surabaya..' cemberut Ivi.

"Aku gak benar-benar ke Surabaya kok sayang. Aku masih di sini... Kalau terjadi sesuatu sama kamu nanti, In Syaa Allah aku bisa langsung tolongin kamu."

'Alhamdulillah kalau gitu. Bismillah.. aku tidur ya...'

"Berdoa dulu sayang..." ucap Felix mengingatkan.

Ivi kemudian kembali duduk.

'Heheh... iya lupa... yaudah aku berdo'a dulu ya.. Heheh' tawa Ivi kemudian berdo'a.

"Dasar istri... ada-ada aja... gemush aku tuh.." geram Felix menatap tingkah Ivi.

'Ih dah tuir juga'

"Cinta tak mengenal usia. wkwkwk..."

'Yaudah ah aku mau tidur.. ngantuk.'

"Iya sayang yaudah tidur. Aku ngajiin ya..."

'Boleh... Ar-Rahman ya... heheh'

"Siap bu bos..."

Felix pun melantunkan surah Ar-Rahman melalui video call pada Ivi. perlahan Ivi tertidur.

"Semoga Allah selalu melindungi kita sayang..." gumam Felix dan ikut memejamkan matanya namun tak memutuskan sambungan.

....

"Alfi masih koma di Rumah Sakit sekarang. Itu artinya, kita masih memiliki kesempatan untuk membebaskan Alfi. Pengawasan di Rumah Sakit kan tidak terlalu ketat, kita bisa melakukan penyamaran untuk membebaskan Alfi." ucap Alex pada Nisa, dan beberapa orang di sana.

"Tepat sekali. Kita akan melakukan ini secepatnya. Hubungi mereka untuk mengetahui situasi di sana. Jika renggang, kita bisa memulai rencana kita." ucap Nisa.

"Ibu akan persiapkan semua penyamaran kalian. Kita akan beraksi besok. Semuanya akan aman terkendali." ucap wanita paruh baya itu dengan smirknya.

Mereka semua pun ikut tersenyum smirk.