Ivi sedang membersihkan kamarnya di weekend kali ini. Ia menyusun peletakkan barang yang kurang rapi. Ada juga beberapa barang yang dipindahkan. Ia membuka lacinya dan menemukan sebuah kotak kayu berukuran persegi panjang dengan warna coklat kayu yang terukir. Ia mengusap kotak itu sekilas. Lalu, membuka kotak itu dan mengambil beberapa kertas di dalamnya. Ia membaca surat teratas.
Coretan Dari Laut
Bersama tingginya gelombang laut
Yang mengikuti alur gerak instruksi kapal
Aku mencoretkan tinta pena yang ku genggam
Pada secarik kertas yang ku pandang
Bukan sekedar kata yang tertinggal
Namun, ada banyak hal yang menciptakan coretan indah di sana
Kenangan bersamamu, seolah tak kan pernah habis
Seperti halnya air laut yang akan terus ada tanpa terkuras
Aku mencintaimu..
Mungkin hanya kalimat sederhana
Yang dapat kuungkapkan lewat secarik kertas ini
Meski mungkin akan sangat sulit dipercaya
Jarak yang membentang luas di antara kita
Mungkin akan menjadi ujian terberat yang harus diterima
Kesetiaan dan kepercayaan dikorbankan
Tuk melihat siapa yang benar-benar pantas
Aku di sini dan kau di sana
Sebuah pernyataan rindu yang tersirat lewat kata
Kata yang diungkapkan secara tak langsung
Saat jarak memisahkan ragamu dan aku
Bertemu hanya sesaat
Berpisah seolah di antara kita slalu ada sekat
Cukup menjaga hati dan bisikkan namaku di setiap sujudmu
Yakinkan bahwa suatu saat nanti, akan ada bahagia yang mempertemukan kita
Untukmu calon pendampingku..
Aku hanyalah seorang pelaut
Aku mencintai dirimu seluas laut yang kujelajahi
Dan aku mendoakan dirimu sepanjang perjalanan hidupku di atas air
Untukmu calon pendampingku...
Setiaku akan slalu ada
Akan ada kabar baik setelah penantian panjang ini..
Di antara kita, semoga cinta itu slalu tumbuh
Tertanda :
Felix Devanno
Coretan dari laut
Medan, 21 Agustus 20**
21.42WIB
Karya :
Nurliza Karen Nita
Ia tersenyum membaca surat itu. Felix tiba-tiba memasuki kamar keduanya. Felix ikut duduk di ranjang di samping Ivi.
"Baca apa Hon?" tanya Felix sambil menatap kertas yang dipegang Ivi.
"Surat dari si bucin" ucap Ivi dengan senyum miring.
"Eh?? Tulisan aku itu kan ya?" Felix mengambil alih kertas itu. Ivi menertawainya.
"Hahah... kamu bucin banget ya dulu... Pakai segala ngirimin surat lagi hahah..."
"Kamu ngeledekin aku ya... Isss jahat" Felix bertingkah kesal. Elven yang tak sengaja melewati kamar mereka dengan pintu yang terbuka pun sedikit mengintip. Ia tertawa melihat kelakuan kedua orang tuanya.
Ia pun memiliki ide jahil untuk ikut meledek Daddy-nya.
"Hahahah.... Daddy bucin ternyata" ledek Elven saat telah berada di dekat mereka.
"Eh... Bocah ngapain sih ikut-ikutan?? " kesal Felix
"Hahah... habisnya Daddy bucin sih... Mom, lihat donk suratnya hehe" Pinta Elven.
Ivi mengambil surat dari tangan Felix. Felix langsung cemberut.
"Sayang..... Kamu ih" kesal Felix.
"Udah hahah... gak apa-apa donk.. Kan Elven pengen baca juga" Ivi terus tertawa.
"Woahhhh.... Bagus banget puisi Daddy ini sih... Dad, kebetulan banget Dad, aku tadi lihat di handphone ada lomba cipta puisi nasional dengan tema bebas. Boleh donk aku daftarin lomba puisinya Daddy..." antusias Elven.
"Terserah kamu boy terserah... " pasrah Felix.
"Tapi Dad, nanti ditulis karyanya karya aku ya wkwkwk"
"Enak aja.. mana boleh gitu"
"El, gak boleh lho mengambil hak cipta orang lain.. Bisa kena pasal kamu entar" Ivi
"Ish masa sama anak sendiri kayak gitu" kesal Elven.
"Gak gak! Pokoknya harus tetap nama Daddy titik." tegas Felix.
"Ish yaudah iya.. pelit banget.. Gak jadi aku lombain ah" kesal Elven.
"Yaudah biar Daddy aja yang daftarin lombanya."
"Astaga kalian ini.. berantem aja" Ivi
"Daddy tuh Mom..."
"Kamu itu"
"Stop ya stop... Lix, udah biarin ajalah dia lombain puisi kamu terus dikaryain jadi punya dia." Putus Ivi.
"Ada syaratnya"
"Apaan Dad?"
"Entar kalau menang harus traktir seluruh keluarga" senyum jahil Felix muncul.
"Ish mana bisa gitu. Juara 1 aja hadiahnya cuma 2 juta. Entar kalau traktir seluruh keluarga ya habislah uangnya.. Malah kurang"
"Hahah... yaudah gak usah."
"Felix... Jangan gitu ih" Ivi
"Yaudah iya yaudah.. Aku ngalah" pasrah Felix.
"Sudah seharusnya" tawa Elven.
......
Ivi dan keluarga tengah menikmati makan siang.
"Mom, udah seminggu lho Irsyana gak pulang. Aku khawatir juga sama dia". ucap Elven.
"Nanti kita bahas ya... kamu selesaikan dulu makan kamu.. Setelah itu kita ke ruang tengah untuk membahas ini... " ucap Ivi tenang.
"Nanti, Daddy hubungi akel Calvin supaya dia ikut ngobrol bareng kita juga" tambah Felix.
Elven mengangguk.
"Yaudah... Semoga kita bisa segera tahu ya apa motif perginya Irsyana." ucap Elven. Mereka semua mengangguk.
.....
Calvin sedang menyetir mobilnya menuju rumahnya. Namun, di perjalanan, ia mendapat telepon dari Felix. Ia memasang Ipodnya dan menerima panggilan itu.
"Iya kak halo..."
'Kamu ke rumah kakak ya vin... Ada hal yang harus kita bicarakan.. By the way kamu lagi di mana ini?'
"Lagi di jalan mau ke rumah aku kak.. Tapi karena kakak hubungi yaudahlah aku ke rumah kakak aja"
'Ok.. Kakak tunggu'
"Sipp..."
Tut...
"Ya Allah... tolong berilah jalan keluarnya..." gumam Calvin.
....
Selesai menghubungi Calvin, Felix menemui Elven dan Ivi di ruang tengah.
"Sudah Dad?" tanya Elven saat Felix memasuki ruang tengah.
"Udah.. Bentar lagi Akel sampai kok"
"Oh okay"
Drrrrtttt....
Deringan ponsel berasal dari handphone Ivi yang tergeletak di atas meja.
"Mom, ada yang nelpon itu" ucap Elven melirik layar handphone Ivi. Felix yang tadinya berdiri agak jauh dari mereka langsung mendekat untuk melihat siapa yang menghubungi Istrinya.
"Elina? Yang waktu itu kan sayang?" tanya Felix.
"Eh iya.. Aku angkat ya..." ucap Ivi dan menspeaker panggilan itu.
"Assalamualaikum lin..." ucap Ivi.
'Waalaikumsalam kak nata... Kak, rumah kakak di daerah mana sih? Ini aku kebetulan lagi bareng sepupu aku dan kita juga lagi kosong weekend ini, jadi biar sekalian ke rumah kakak' ucap Elina dari telepon.
"Kakak shareloc aja ya lin... biar kamu enak nyarinya"
'Ok kak siap... yaudah ya kak aku matiin. Assalamualaikum..'
"Waalaikumsalam.."
Tut...
Ivi mengambil handphonenya dan mengirimkan alamatnya pada Elina.
.....
Calvin memasuki kediaman Ivi dan Felix.
"Assalamualaikum..." ucap Calvin saat memasuki ruang tengah. Ia sudah tahu jika mereka berkumpul di ruang tengah memang karena mereka sering mengobrol di ruangan itu.
"Waalaikumsalam..." balas Ivi, Felix dan Elven.
"Kel, sini duduk" panggil Elven. Calvin mengangguk dan tersenyum.
"Kebetulan kamu udah datang vin.. Temen aku juga bentar lagi dateng. Nah dia bilang dia mau bantu nyelesain masalah kita." ucap Ivi
"Alhamdulillah kalau begitu kak... Gue ikut seneng. Semoga aja bisa segera ada jalan keluarnya ya kak" ucap Calvin.
"Aamiin... semoga ya" ucap Ivi yang diangguki dan diaamiinkan mereka semua.