Tepat hari ini adalah hari dimana Felix akan melamar wanitanya. Ia akan menemui Ivi dirumahnya.
"Bismillah.. Semoga segalanya berjalan dengan lancar. Wait me there baby.." Gumam Felix sambil bercermin. Felix pun menuruni anak tangga dan menemui kedua orangtua nya dan adiknya, Calvin.
"Woi kak.. Ceileh yang bentar lagi jadi calon imam. Wisss sedep nih.. " Ledek Calvin saat melihat Felix menuruni anak tangga.
"Lebay banget lo! Makanya buru cari pacar lo jangan ngejomblo mulu!" Ucap Felix
"Buset... Pedes banget mas ngomongnya. Iya deh tahu yang sudah mau jadi suami. Gue mah apa? Hanya hempasan tebu.."
"Hempasan tebu palelu.. Lo sih hempasan sampah laut!"
"Syaland kamu.."
"Alay bat jijik gue vin!"
"Huahaha..."
"Calvin, Felix! Kalian ini berisik saja.. Ayo cepat kita berangkat.." marah mama mereka atau Veni.
"Iya ma iya.." serempak mereka
Mereka pun berangkat menuju rumah Ivi.
Di waktu yang sama, Ivi masih terngiang akan kejadian semalam. Ia sangat terauma. Untungnya, kini ia sudah tiba di rumahnya.
Flashback on
"We see it..." ucap Zayn
Drrrtttt... Drrrtttt....
Hp Zayn berdering menandakan panggilan masuk.
"Sial!" umpat Zayn melihat siapa penelpon.
'Papa is calling you'
'Halo... Ada apa pa?'
'Kamu dimana?! Kenapa kamu melalaikan tugas kamu sebagai seorang dokter Zayn?! Kamu sadar gak sih?! Pasien kamu menunggu kamu berjam-jam tapi sampai sekarang kamu tak kunjung tiba. Katakan, kamu dimana?!'
'Iya pa iya aku kesana 1 jam lagi..'
'Apa kamu bilang?! 1 jam?! Kamu mau papa bunuh?! 30 menit papa tunggu kalau kamu gak disini juga, awas kamu!'
'Yaudah 30 menit aku akan disana...'
'Awas saja kamu berani membohongi papa!'
'Iyaa...'
'Bagus!'
Telepon End.
"Sial sial sial!!!" Zayn mengacak rambut frustasi. Ivi yang sejak tadi mendengar percakapan Zayn dengan Papa nya pun sedikit tersenyum. Dalam hatinya ' Ya Allah tolong hamba ya Allah.. Semoga hamba bisa segera keluar dari sini.. Aamiin'.
"Kenapa lo senyum?! Seneng lihat gue dikekang sama bokap gue?!" bentak Zayn
"Gak!" Ketus Ivi.
"Lo, tunggu disini sampai gue balik. Jangan coba-coba kabur atau lo bakal tahu akibatnya!" ancam Zayn
"...." Ivi hanya diam saja. Zayn geram melihat itu. Ia pun mendekati Ivi dan mencengkram dagu Ivi.
"Lo dengar kan apa yang gue bilang tadi?! Jangan coba-coba kabur!"
"...." Ivi hanya menunduk. Ia sudah lelah menanggapi lelaki di depannya ini.
"Livia!! Kamu dengar gak sih?!" Bentak Zayn sambil menumbuk kasur.
"AKU DENGAR ZAYN! AKU DENGAR! KALAU KAMU MAU PERGI YAUDAH PERGI AJA! AKU GAK PEDULI!!" Teriak Ivi kesal
Zayn semakin kesal dengan Ivi, ia kembali mencengkram dagu Ivi.
"Lo berani bentak gue?! Lo BERANI HA??!!"
"Hiks... Mau kamu apa sih?! Tadi aku diam, kamu marah! Giliran aku ngomong kamu lebih marah. Maksud kamu apa?!" kesal Ivi
"Aku gak suka dibentak! Cuma aku yang boleh bentak orang tapi orang lain gak boleh! Kecuali tua bangka sialan itu!"
"Kamu bilang kamu gak suka dibentak?! Sama zayn sama! Aku juga gak suka! Dan aku lebih gak suka ada kamu di samping aku! Aku benci situasi ini! BENCI!!"
Zayn mengambil vas bunga di nakas dan melemparnya kedinding.
"Sekali lagi lo bilang kayak gitu, hidup kapten sialan itu akan gue buat seperti vas bunga itu! Ngerti lo?!"
"Hiks..."
Zayn pun pergi ke RS. Setelah Zayn benar-benar hilang dari sekitaran apart, Ivi mencari cara untuk kabur.
"Ya Allah.. Gimana caranya aku keluar? Hiks.. Aku gak mau Felix cariin aku..." Ivi menatap telepon yang ada di apart Zayn.
"Alhamdulillah ada telepon. Aku hubungi siapa ya??-" Ia berpikir terus.
"Oh.. Lebih baik aku hubungi pihak apart untuk membukakan pintu dengan alasan kunci apart hilang. Iya.." Ivi pun menghubungi pihak apart dan tak lama pintu terbuka. Ivi pun berhasil kabur dari situ dan pulang ke rumah.
#Rumah Ivi
Untungnya orangtua Ivi sedang tidak di rumah sore itu jadi ia langsung masuk ke kamar.
Flashback off
Saat Ivi sedang melamun di kamarnya, seseorang menghampiri Ivi. Iya, ibu Ivi atau Hilda. Hilda duduk di samping Ivi.
"Nak, kamu kenapa? Ibu lihat kamu lemas sekali."
"Hmm aku gapapa bu.. Aku cuma capek aja kok bu."
"Kamu siap-siap ya.. Kita akan kedatangan tamu sebentar lagi. Pakai gaun ini ya.." Hilda menyodorkan sebuah gaun panjanv berwarna biru muda beserta hijab yang senada.
"Siapa yang akan datang bu?"
"Kamu akan tahu nanti. Sekarang kamu harus siap-siap.."
"Baik bu.."
"Yaudah,ibu tunggu di bawah ya.."
"Iya bu.." Hilda pun meninggalkan Ivi. Ivi langsung bersiap-siap. Kini ia tinggal mengenakan hijabnya di depan cermin.
"Siapa ya yang akan datang? Ya Allah.. Aku lupa kalu hari ini kan Felix pulang berlayar. Bagaimana ini? Hp dan tasku masih ada di tangan Zayn. Bagaimana aku menghubunginya? Semoga dia gak marah." Ucap Ivi memejamkan matanya.
Tok Tok Tok...
Hilda mengetuk pintu kamar Ivi.
"Masuk aja.." sahut Ivi
Hilda pun masuk. "Kamu sudah siap nak?"
"Sudah bu.."
Felix pun tiba di rumah Ivi. Felix tentu sangat deg-deg an saat ini.
"Yaelah kak deg-degan lo? Hahah..." ledek Calvin
"Sotoy lo! Lo tuh gak tahu gimana rasanya mau ngelamar anak orang. Gimana mau tahu ya, lo kan jomblo seumur hidup."
Pletak!
"Aw.." ringis Felix saat Calvin menjitak abangnya.
"Lo sih kurang ajar banget ngatain gue kayak gitu. "
"Calvin! Kamu tuh gak sopan ya sama kakak kamu!" ucap Veni
"Calvin! Kamu jangan ledekin kakak kamu terus!" Ucap Adri, Papa Mereka.
"Yaudah yuk masuk. Bismillah.." Ucap Felix.
Di waktu yang sama, Ivi masih bertanya-tanya siapa yang datang sehingga ia harus bersiap-siap seperti ini.
"Bu, yang mau datang siapa sih?" tanya Ivi saat masih di kamar
"Rahasia..." ucap Hilda tersenyum.
Felix dan keluarga sudah berada di ruang tamu rumah Ivi. Mereka sedang berbincang dengan Ben, Papa Ivi.
"Nak Felix, sudah berapa lama berlayar?" tanya Ben
"Kurang lebih 6 tahun pak.." ucap Felix sopan
"Oh.. Sudah lumayan lama ya.. Usianya berapa sekarang?"
"Saya 25 tahun pak.. Otw 26 heheh.."
"Oh gitu heheh... Alhamdulillah Ivi mendapat suami yang Lebih dewasa.. ."
"Iya pak heheh..." ucap Felix
"Justru Felix yang Beruntung Pak karena dapat Ivi heheh" sambar Calvin
"Hahahah..." tawa mereka
Ivi pun berjalan menuruni anak tangga bersama Hilda. Ivi melihat beberapa orang sedang tertawa disana. Tapi ia tidak bisa mengetahui lelaki yang duduk membelakangi nya. Ivi hanya melihat sepasang orangtua dan 1 orang lelaki yang sebaya dengannya. Ia sedikit lupa dengan calon mertua nya itu karena ia sudah lama tidak bertemu dengan mereka. Dan baru bertemu beberapa kali saja.
'Siapa ya?'Batin Ivi bertanya-tanya.
Sementara Calvin yang melihat Ivi hampir di anak tangga terakhir takjub melihat calon kakak iparnya yang cantik dan berhijab.
"Kak, calon lo cakep ya.. Duhh jadi pengen nikahi.." Ucap Calvin.
Felix menatap tajam ke arah adiknya.
"Yaelah kak gue bercanda kali.. Sans.. " ucapnya dengan memamerkan deretan giginya. Kini Ivi sudah tiba di dekat mereka. Felix pun terpesona melihat kekasihnya saat ini. Sementara Ivi, ia terkejut karena tamunya ternyata kekasihnya dan juga calon keluarganya.
"Kamu??... Ya Allah aku kira siapa..." Ivi bernafas lega.
"Ya Allah hon.. Kamu lucu banget sih heheh" ucap Felix sambil ketawa
"B aja... Kamu kok gak bilang kalau kesini?"
"Hmm .... Surprise donk.."
Ivi memutar bola matanya malas.
"Ivi, duduk nak.. Biar kita biacarakan semua." ucap Ben
"Iya pak.."
Guys, sedikit cerita ya.. Ivi ini dulu bukanlah keluarga terpandang. Mereka hanya orang biasa yang kemudian menjadi sukses seperti sekarang. Ben, dahulu hanya seorang penjahit keliling dan Hilda hanya seorang pedagang nasi gurih. Sementara Ivi dulunya hanya seorang guru les dengan gaji yang sangat kecil. Karena kegigihan keluarga ini, akhirnya kehidupan mereka bisa menjadi seperti sekarang. Ivi dan orangtuanya menabung untuk gelar master Ivi hingga seperti sekarang. Itulah sebab Ivi memanggil orangtuanya Bapak dan Ibu.
Setelah selesai membicarakan lamaran dan acara pasang cincin, mereka sibuk dengan obrolan masing-masing.
"Hon, aku pengen ngobrol sama kamu di halaman belakang." ucap Felix
"Hmm ok.."
Ivi membatin ' ya Allah.. Semoga saja Felix gatau kejadian semalam. Kuharap dia juga tidak menghubungi aku semalam.. Ya Allah tolongin Ivi..'
Mereka pun duduk di sebuah kursi di halaman belakang rumah Ivi.
"Ada apa?" Tanya Ivi
"Semalam, kenapa kamu gak ada hubungi aku?" ucap Felix sambil menggenggam tangan Ivi.
Deg!
"Hmm itu.. Itu.."
'Bagaimana ini? Apa Felix curiga? Ya Allah..' Batin Ivi
"Ya Allah hon kok kamu jadi gerogi gitu?"
"Hmm ... Kamu jangan marah ya.."
"Kenapa?" Felix mulai serius menatap wajah Ivi
'Kalau aku gak jujur, aku takut nantinya malah jadi masalah. Mending aku jujur aja.. Ya Allah redamkan amarah Felix..'batinnya
"Tapi janji jangan marah... Yayaya??? Please.." ucap Ivi memohon. Ia menatap Felix sendu.
"Iya... Kenapa sih?"
"Hmm.. I-itu aku.. Se-semalam..-"
Felix membuat wajah Ivi menatapnya.
"Hey.. Ada apa hon? Aku janji aku gak akan marah.." ucap Felix lembut
"Hiks.. Zayn.. Tas dan hpku sama dia.."
"Bagaimana bisa?" ia masih meredam emosinya.
"Di-dia datangi kampus kemarin dan bawa pergi aku secara paksa. Pas di jalan, dia gak sengaja dorong aku sampai kepala aku kebentur kaca jendela dan aku pingsan. Dia bawa aku ke apartnya. Saat aku minta tasku, dia gak kasih. Dia marah-marah. Hiks.. Dia bi-lang.. Di-dia bakalan hancuri kamu kalau aku ninggali di-dia.. Hiks" jelas Ivi. Felix mengepalkan kedua tangannya. Ia menarik Ivi ke dalam pelukannya.
"Sial! Kamu gak usah khawatirin aku. Aku pasti baik-baik aja. Sekarang yang aku khawatirkan itu kamu," Felix melerai pelukannya.
"Aku bakal kasih bodyguard buat kawal kamu nanti. Menjelang hari pernikahan kita, aku mau kamu gak usah ngajar dulu bila perlu kamu berhenti deh ngajar disana."
"Tapi Lix.. Aku gak bisa melepaskan kerjaan aku gitu aja. Menjadi seorang dosen itu adalah impianku sejak lama dan sekarang, sekarang kamu suruh aku resign?"
"Kamu pilih kerjaan itu atau aku?!" tegas Felix.
"Lix.. Tolonglah kamu ngerti.." Ivi menggenggam tangan Felix namun Felix menepisnya.
"Kamu lebih pilih kerjaan itu?!"
"Bukan gitu Lix.. Kamu gak ngerti.."
"Justru karena aku ngerti makanya aku suruh kamu resign. Please lah kamu turuti aku."
"Yaudah yaudah aku resign tapi setelah kita menikah. Lusa, aku harus kembali ngajar."
"Aku yang antar... Aku ambil cuti sampai kita nikah nanti."
"Hmm.."
"Hp kamu, nanti kita ke counter dan beli yang baru."
"Iya.."
"Good.. Kamu, jangan pernah bertemu dengan Zayn atau Alfi lagi tanpa aku!"
"Iya Lix iya.. Aku ada permintaan.."
"Apa?"
"Setelah kita nikah, aku gak mau kita cuma tinggal berdua. Aku gak mau. Aku mau kita tinggal disini aja. Karena kalau aku cuma tinggal berdua sama kamu, yang ada aku bukan tinggal berdua tapi sering sendiri karena kamu yang bakal berlayar sampai berbulan-bulan bahkan setahun. Aku gak mau.. Aku gak mau sendirian.."
"Semanja itu ya kamu... " ledek Felix sambil mencubit pipi Ivi.
"Aku gak manja.. Aku cuma gak mau aja sendirian ntar yang ada aku bosan. Sudah kamu suruh aku resign, terus nanti tinggal berdua doank yang seringnya aku bakal ditinggal, ogah sih."
Felix kembali mencubit pipi Ivi.
"Duhhh kecian cayang aku..."
"Ihh sakit tahu.. Kamu kira gak sakit apa?!"
"Cieee ngambek.. :v.. Yaudah Kita tinggal disini ya sayang ya... :)"
"Hmm.."
"Kursus kamu gimana?"
"Ya tetap jalan lah.. Kamu mau nyuruh aku tutup kursus aku gitu? Ihhh gak!"
"Enggak sayang enggak.. Segitunya ya sayang sama kursusnya.."
"Iyalah.. Melebihi sayang aku ke kamu. Wleee..."
"Oh.. Gitu.. Fine.." Felix pura-pura ngambek.
"Yaudah fine.. Sudah ah aku mau ganti baju. Risih banget pakai pakaian kayak pengantin gini.." Ivi pun bangkit untuk ke kamar. Namun, Felix mencekal tangannya.
"Kamu tuh ya kebiasaan deh.. Kalau aku ngambek bukannya dihibur, ini malah nyelonong pergi."
"Ya terus ??"
"Ya Allah honey.. Peka dikit napa.."
"Gak ah.. Ntar aku gak bisa dengar jelas orang ngomong donk." ledek Ivi
"Ter-se-rah..." kesal Felix
Ivi hanya tersenyum dan mengganti pakaiannya di kamar.