Chereads / Teh Deli / Chapter 2 - 1. Rutinitas

Chapter 2 - 1. Rutinitas

06.00

" Teh sini turun " amih teriak dari dapur,

Delipun turun dari kamarnya dan menghampiri amih.

" Apa mih? " Deli mengikat rambutnya asal

" Bantuin amih bikin susu " amih sibuk sama telor ceploknya

" Oke mihh " Deli mulai nyiapin 3 gelas susu

" sambil liatin telornya ya teh, takut gosong " amih naik ke atas, kayanya mau bangunin Bima deh. Soalnya Bima itu abis sholat subuh pasti tidur lagi.

Kata amih sih itu kebiasaan apih waktu muda, tapi sekarang udah enggak ko. Buktinya apih udah rapih dengan kemeja dan dasi yang bertengger di lehernya sejak tadi di meja makan.

Abis matiin kompor Deli langsung siapin piring sama nasi nya di meja makan. " pagi apih " Deli cium pipi apihnya yang lagi fokus baca koran.

Seulas senyum terbit di bibir apih " Pagi teteh " dengan telaten Deli mengambil koran yang telah apih lipat dan menyimpannya di samping Televisi.

Suara derap kaki mengalihkan atensi Deli dan apih, ternyata itu Bima dan amih yang sedang menurini tangga.

" Udah mateng teh telornya? " amih membantu Deli memindahkan beberapa gelas susu dari dapur ke meja.

" Udah mih " semuanya sudah duduk rapih untuk sarapan.

" Bim yakin udah kuat sekolah " Deli menempelkan telapak tangan pada dahi adiknya.

" Yakin teh, kemarin juga cuma demam. Lagian tugas udah menanti " hembusan nafas kasar keluar dari mulut Bima.

" Tugas apa Puput yang menanti? " jiwa usil apih keluar

" Dih apa sih apih ko jadi ke Puput " Bima bangkit dari duduknya lalu mengambil tasnya dengan kasar.

Deli cuma bisa terkikik melihat Bima yang sensinya melebihi dirinya yang sedang datang bulan. Ya, Bima memang begitu anaknya. Sangat serius dan sulit diajak bercanda.

Bima itu persis seperti amih. Sangat pintar namun sedikit ansos. Bahkan dia hanya memiliki dua teman dekat, yaitu Puput dan Ogi. Itupun karena tetangga.

Entahlah apa alasannya, padahal dari segi fisik dia hampir tidak memiliki kekurangan, mulai dari hidung mancung seperti apih, kulit putih persis amih, dan jangan lupakan tinggi badannya yang menyentuh angka 168 di usianya yang baru 13 tahun.

" Apih kebiasaan ah nge usilin si AA pagi pagi, tau suka gak jadi makan " amih memindahkan makanan yang belum Bima sentuh sama sekali ke dalam misting berwarna hijau milik Bima.

" Biarin nanti juga kalo laper pasti di makan disekolah ko mih " Deli memasukan suapan terakhirnya dan bangkit untuk menyimpan bekas makannya.

" Tetep aja kasian teh, diamah pundungan " amih melenggang keluar menyusul Bima yang memutuskan menunggu apih di mobil.

□□□

Jarak sekolahku dan kantor apih itu beda arah, lagi pula jaraknya juga cukup jauh. Jadi aku selalu menolak tawaran apih untuk mengantarku.

Sebenarnya apih tidak keberatan, bahkan amih awalnya sangat melarangku ke sekolah naik angkot. Tapi aku memberi penjelasan pada apih dan amih, dan meyakinkan mereka bahwa aku akan menjaga diri baik baik dan pilihanku ini lebih efisien.

Lain halnya dengan Bima yang sekolahnya satu arah dengan kantor apihh, dan jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Jadi setiap hari dia di antar oleh apih. Hanya pulangnya saja menggunakan angkutan umum.

" Kiri mang " aku turun dari angkot dan menyerahkan uang ongkos.

Ada juga beberapa siswa siswi Gema Nusa yang turun bersamaku di angkot tersebut, aku pun melempar sedikit senyum sebagai penerapan 3S.

" Deli " gadis dengan rambut terurai sebahu memanggilku dari ujung lorong atau depan kelasku, yap kelasku paling pojok.

Aku hanya meresponnya dengan lambaian tangan dan terus berjalan.

Setibanya di depan kelas

" Semalem di telfon kenapa ga di angkat? " Dias merangkulku dengan hangat. Dias ini teman yang paling akrab denganku. Karena dulu waktu SD aku memang duduk satu bangku dengannya.

Hanya saja kita berbeda SMP, walau pada akhirnya kita bersama lagi di bangku SMK.

" Aku lupa naro hp waktu malem, ini juga baru ketemu abis sholat subuh. Trus belum di cek "

" Kebiasaan emang yaa " Dias menarik ikat rambutku dengan usil

" Ihh Dias gak mau ahh, gerah tauu " aku mencoba mengambilnya kembali namun nihil. Karena tinggi badanku dan Dias yang terpaut 15 cm.

" Masih pagi juga, udah gerai aja. Cantik tau " Dias memasukan ikat rambutku ke saku bajunya.

" Terus kalo di iket jelek gitu? " aku mulai mengeluarkan buku korespondensi di dalam tas.

" Udahlah gausah bahas jelek, aku juaranya pokoknya " Dias merebut buku yang baru ku keluarkan.Dias ini the real happy firus aku di kelas. Bener bener emang.

" Sekarang ibunya ga akan masuk ya? " Sambung Dias

" Iya kali, kata siapa kamu? " Aku mengambil kembali buku korespondensiku.

" Kata KM. Soalnya ibu ngirim pesan katanya ga akan masuk, tapi tetep kasih tugas " Dias ngiket lagi rambutku tanpa di suruh.

" Yaudah aku mau ngerjain sekarang ah, biar nanti ada waktu buat ke kang Azka dulu " aku bangkit untuk mencari Bintang selaku KM.

" Ih ngapain ke kang Azka? " Dias agak berteriak karena aku mulai menjauh

" Nanti aja ceritanya " mau tidak mau aku juga mengeraskan suaraku.

□□□

" Alhamdulillah selesai juga " Deli menutup pulpennya

" Eh itu surat yang kedua bentuknya apaan sih lupa lagi? " Dias memukul mukulkan pensil di jidatnya.

" full block style Dias sayang " sesuai rencana Delipun bergegas ke kelas Kang Azka yang berada tepat di samping lapangan.

Sebelum keluar kelas Deli kebetulan berpapasan dengan Bintang " Bin ijin keluar dulu ya, tugas udah di kumpulin di meja ko "

" iya iya percayalah sama Deliramah " canda Bintang sambil kembali ke mejanya.

Semilir angin meniup beberapa anak rambut Delira yang tergerai ulah Dias beberapa menit lalu. Pandangan Delira tidak terlepas dari pohon rindang yang berada di pinggir lapang.

Sesekali ada beberapa siswa siswi yang saling tegur sapa dengannya, maklum saja Delira memang sangat ramah dan mudah bersahabat. Bahkan dengan guru sekalipun.

" Delira " Delira hafal betul bahwa itu suara seseorang yang tengah ia cari. Ya, ternyata kang Azka berada di antara gerombolan anak yang tengah berebut bola sepak di bawah terik matahari siang hari itu.

" Baru aja Deli mau ke kelas akang " Delira mendekat ke arah Azka.

" Anak anak pada nanyain kapan mau kumpul katanya? WA akang ga aktif ya? " Cecar Deli pada Azka.

" Iya hp akang lagi di service udah 3 hari. Paling di ambilnya besok " Azka menyeka keringat

" Jadi mau ngumpulnya kapan? " -Delira

" Mau ngomongin soal proker itu yaa? " -Azka

Deli memberi anggukan sebagai respon

" Yaudah nanti pasti akang kabarin lagi ko, kalo ga besok paling lusa. Nanti sore akang usahain buat ambil hp akang dulu " Jelas Azka panjang lebar.

" Yaudah nanti aku kasih kabar juga ke yang lain. Kalo gitu Deli ke kelas lagi ya kang " Pamit Deli

" Iya makasih ya Del " Azka juga kembali ke lapang.

Saat membalik tubuh Deli hampir menabrak dada seseorang. Seseorang yang tingginya lebih tinggi dari Dias. Jadi tatapan Deli jatuh tepat di dadanya.

Meskipun begitu, Delira tetap mengenali siapa sosok pria yang menghalangi jalannya itu tanpa harus mendongak. Dia kenal betul dengan bandana yang terikat di pergelangan tangan pria itu.

Delira mengalah, dia pindah ke arah kiri. Namun dia mengikuti, Delira ke kanan, dia juga tetap mengikutinya. Saat Delira berbalik arah, dia masih tetap mengikutinya.

Delira menutup mata rapat rapat untuk meredam emosinya. " Aku lagi banyak tugas "

" Gak sopan loh bicara sama orang tanpa menatap mata lawan bicaranya " perkataan yang sukses membuat emosi Delira memuncak.

" Lebih ga sopan menghalangi jalan orang " Tanpa aba aba Delira langsung menabrak pundak Bagus agar tidak menghalangi jalannya.

" Makin jutek makin cantikkk!!! " Bagus berteriak hingga menarik perhatian beberapa orang di sekitar. Karena merasa malu akhirnya Delipun mempercepat langkahnya.

Soal siapa Bagus, mungkin jika dideskripsikan menurut Delira Bagus itu, seorang pemaksa yang keras kepala, dan seseorang yang sangat mengganggu kenyamanannya.

Bahkan Dia bisa disebut sebagai pria gila yang pernah dengan tanpa permisi memeluk Delira dalam keadaan mabuk. saat itu Delira tidak berhenti menangis selama seharian, dan memutuskan tidak bersekolah selama 2 hari.

Mungkin kalian heran kenapa tidak melaporkannya saja pada guru? Karena guru juga sudah angkat tangan. Atas kelakuan Bagus. Tidak ada yang tidak mengenalinya di sekolah. Karena hampir setiap hari dia memiliki skandal buruk.

Sebelum Deli sampai ke kelas Bell istirahat pertama sudah berbunyii

Kriiiinggggg.....

Selang beberapa detik hp delipun ikut bergetar menandakan pesan masuk

Dias

Dell dmn?

Knp emang?

Dias

Ke kantin yokk

Ayo, aku tunggu di meja yang biasa

Dias

Lah, ga ke kls dl?

Lsng aja. Ini udh deket kantin soalnya

Dias

👎

Dias

eh sorry kebalik omotnya 👍

Read.

□□□

" Ngapain tadi ke kang Azka? " Dias ngomong sambil ngunyah basonya.

" Nanyain soal kapan mau bahas proker sama anak Forum yang lain " Deli mengikat rambutnya yang sedari tadi tergerai.

" Udah gerai aja kenapa sih? " Dias coba ngambil iketan rambut Deli lagi, tapi nihil. Karena Deli lebih dulu memakainya.

" Gak yah!! Nanti kena kuah baso gimana? " mulai memotong baso

" Ya gapapa, emang kamu pernah denger berita ada orang mati gara gara rambutnya kena kuah baso hah?? " Dias tetep ga mau kalah.

Yaaa begitulah mereka, senang berdebat hal kecil. Dan yang paling sering itu soal rambut. Karena menurut Dias rambut Deli itu sangat indah. Dan sayang kalo selalu di ikat.

Tapi Dias tidak merasakan betapa panasnya dengan rambut tergerai seperti itu.