"Kamu melamun?" tanya Wat.
"Hm? T—tidak, a—aku hanya mengingat sesuatu," jawab Lin.
"Ingat apa?"
"Ingat saat dulu, saat kita masih kecil … kamu memintaku untuk membawamu ke pasar malam."
"Pasar malam?"
Wat diam.
Ia juga mengingat sesuatu, namun bukan ingatannya saat bersama Lin yang terlintas.
'Pulang kuliah besok, aku ingin pergi ke pasar malam bersamamu.'
Wat membesarkan matanya. Ia lupa kalau hari ini ia sudah memiliki janji bersama Win, untuk pergi ke pasar malam.
"Lin?" panggil Wat.
"Iya?"
"Kita pulang, yuk! A—aku teringat kalau aku memiliki janji sore ini."
***
Win mengurung dirinya di kamar. Ia hanya melamun saja, usai mendapat jawaban telpon dari Wat.
"Wat tidak kuliah karena pergi kencan bersama Lin. Lalu ia bilang kalau dirinya tidak mencintai Lin? Apanya yang tidak mencinta, bahkan hari ini saja, ia rela bolos kuliah demi bisa pergi kencan dengan Lin," gerutu Win sembari memeluk gulingnya dengan sangat erat.
Tin!
Terdengar suara klakson di depan rumah Win.
Tin …!!! Tin …!!! Tin …!!!
"Hih! Siapa orang kurang kerjaan itu?!" gerutu Win kesal, meraa terganggu.
Ia beranjak dari tempat tidurnya dan melihat dari jendela kamarnya.
Itu adalah Wat.
Suara klaksok itu berasal dari mobil Wat.
Terlihat jelas mobil Wat, terparkir di depan rumah Win.
"W—wat? Untuk apa dia datang?" tanya Win, heran namun di dalam hati kecilnya, ia merasa sangat senang dengan kedatangan Wat.
Win melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan menuju ke pintu utama rumahnya, untuk keluar dari rumah dan menghampiri Wat yang masih berada di dalam mobilnya.
Tok tok tok …!!!
Win mengetuk kaca jendela pada mobil Wat.
Wat segera membuka pintu mobilnya, keluar dari dalam mobil dan kembali menutupnya.
Ia berdiri menghadap Win yang terlihat muram dengan mengerucutkan bibibrnya.
"Maafkan aku, ya," ucap Wat, mencondongkan tubuhnya ke depan, bersamaan dengan Win yang menarik tubuhnya ke belakang, agar sedikit menjauh dari Wat.
"Maaf untuk apa?"
"Segera kunci pintu dan masuk ke dalam mobil. Aku memberimu waktu dua menit," perintah Wat membuka kembali pintu mobilnya, tidak menjawab pertanyaan dari Win.
"Wat, kamu belum men—"
"Satu menit lagi," ucap Wat memotongnya.
Ia segera masuk ke dalam mobil, sementara Win bergegas kembali ke rumahnya, untuk mengunci pintu, sesuai dengan perintah dari Wat.
***
Win diam.
Sebenarnya ia takjub.
Hari akan segera berganti menjadi malam, namun langit belum begitu gelap.
Wat menepati janjinya, mengajak Win pergi ke pasar malam.
Lokasi pasar malam yang dikunjunginya saat ini, sama persis dengan lokasi pasar malam yang kerap dikunjunginya bersama Lin, saat mereka masih kecil.
Kabur dari rumah, untuk bermain di pasar malam.
Ya … hanya bermain saja dan sekedar jajan yang ditraktir oleh Wat, sebagai ucapan terima kasih untuk Lin.
"Wat?" panggil Win.
"…."
"Wat?!"
Wat tersentak, segera menoleh Win dan menyeringai.
"Kamu melamun?"
"Dulu aku pernah datang ke pasar malam ini," ujar Wat. "Aku jadi teringat pada sesuatu," lanjutnya.
"Teringat pada apa?" tanya Win penasaran.
"Bukan hal yang penting. Sekarang, apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Wat, memilih untuk tidak mejawab dengan mengalihkanya.
"Hmmm … ke rumah hantu, bagaimana?"
"Kamu berani?" tanya Wat sembari merangkul Win.
Win diam membesarkan matanya. Ia tidak berani menoleh pada Wat.
Jantungnya bertedak begitu cepat, aliran darahnya seolah mengalir sangat deras, benar-benar membuatnya menjadi sangat gugup.
"Win? You wanna try?"
Win mengangguk dan menyeringai, namun hanya sekejap menatap Wat, ia segera berpaling.
Sementara Wat, yang paham kalau Win merasa gugup, hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu, ayo!" ajaknya, memindahkan posisi tangannya, pada genggaman tangan Win.
Wat menarik tangan Win pelan, melangkah menju ke rumah hantu, yang ingin mereka kunjungi pertama kali di pasar malam, malam ini.
***
Sementara itu, Lin di rumah sedang menyiapkan masakan untuk makan malam.
'Jangan menungguku untuk makan malam. Kamu makan saja duluan. Aku pasti sudah makan bersama teman-teman.'
Terlintas ucapan Wat sebelum menutup pintu dan pergi dari rumah.
Lin mengembalikan seluruh bahan masakan itu, ke dalam kulkas. Ia memilih untuk mengorder makanan siap saji yang menerima layanan pesan antar.
"Dari pada aku lelah masak untuk diriku sendiri, lebih baik aku pesan online saja," gumamnya, sembari melangkahkan kakinya menuju ke kamar Pin dan Nas.
Usai memesan makanan untuk makan malamnya, Lin memilih untuk mengakses media sosialnya.
Ia sudah saling follow dengan Mario, sahabat Wat.
Ia melihat status harian milik Mario yang terpampang paling pertama di berandanya.
Statusnya menunjukkan kalau dirinya sedang berada di kamar dengan caption, 'Sungguh indah, jika tidak ada tugas. Aku bisa bersantai untuk malam ini, Ya … meski hanya satu malam, aku patut mensyukurinya.'
Mata Lin membelalak, terkejut.
Dengan begitu, malam ini Wat tidak sedang mengerjakan tugas bersama ketiga sahabatnya itu.
Lin masih belum bisa percaya. Ia mencari media sosial milik Tom, di pertemanan milik Mario.
Tom juga membuat sebuat status harian. Hanya sebuah foto lilin dengan wanita di hadapannya.
Tom sedang berkencan.
Lin menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir pada Wat, yang telah berbohong kepadanya.
"Kamu keterlaluan … Wat …," gerutu Lin menggenggam erat poselnya.
***
"Dasar penakut! Minta masuk ke rumah hantu, tapi sepanjang perjalanan selalu bersembunyi dibalik pungungguku," gerutu Wat.
"Aku pikir tidak seseram itu. Bayanganku, hanya seperti yang ada di film saja, Wat," ujar Win memberikan alasan.
"Alasan saja kamu … setelah ini kita naik wahana apa lagi? Atau kamu sudah lapar? Kita bisa makan malam lebih dulu."
"Ada permainan lempar gelang di sana dan akan ada hadiahnya untuk orang yang berhasil memasukkan gelang itu."
"Dimana? Kamu ingin mencobanya?"
"Aku ingin kamu yang mencobanya, Wat," pinta Win, seraya memohon.
"Hmmm … baiklah …."
Keduanya melangkah menuju ke sebuah tempat yang terlihat tidak begitu ramai. Mungkin karena permainannya yang cukup sulit, sehingga orang-orang enggan untuk bermain di sana. Karena itu hanya akan membuang uang mereka saja.
"Kamu ingin hadiah apa?" tanya Wat.
"Itu!" tunjuk Win.
"Oh … oke."
Wat mencoba memainkannya dengan melemparkan sepuluh gelang!
Sangat diluar dugaan.
Wat berhasil memasukkan dua gelang, dari sepuluh gelang yang dilemparnya!!!
"K—kamu berhasil, Wat. Huaaa … senang sekali …!!!" seru Win mengguncangkan bahu Wat.
"Iya … iya … sudah pilih saja hadiahnya," pinta Wat.
"Dua hadiah untukku atau satu untukku dan satu untukmu?" tanya Win.
Wat melihat ada dua boneka kuda poni berjejer di tempat hadiah itu.
Wat menununjuk kedua boneka itu dan meminta petugas di permainan itu untuk mengambilkannya.
"Kamu ambil keduanya?" tanya Win.
"Satu untukmu … dan satu untuk aku bawa pulang."