ALERT*
CERITA INI ADALAH FIKSI MOHON TIDAK MENGGABUNGKAN DENGAN CERITA ASLI ! Selamat membaca :)
----
Gadis itu merasakan kulitnya serasa akan mengeluas sebentar lagi. Para wanita bergaun coklat dengan celemek putih menggosok kulitnya sangat keras.
"Aw. Wanita gila!"
Namun mereka tetap tidak bergeming. Para wanita itu tetap menggoso kulit gadis itu sampah memerah dan air pun sudah di dalam bak pun sudah di ganti tiga kali.
Selesai memandikan gadis itu para wanita itu memakaikan baju bersih. Sebuah kemeja putih dengan celana panjang. Seorang pelayan mengantarkannya ke sebuah kamar yang mewah. Mulutnya ternganga melihat sekitarnya. Seorang pelayan wanita masuk dan menyiapkan dua cangkir teh panas dan beberapa camilan di meja.
Gadis itu duduk dan mengambil cangkir tehnya dengan kedua tangannya. Ei, panas!! Gadis itu juga mengambil cemilan yang ada dimeja dengan rakus.
Tidak lama kemudian, Amaris masuk ke kamar itu di temani oleh Ela. Amarise pun duduk berhadapan dengan gadis itu dan meminum tehnya dengan elegan.
"Siapa namamu?"
Gadis itu menatapnya curiga. "Kau mau jual aku yah?"
Ela pun melotot kepada gadis itu. "Bicaralah yang so-" Amarise memberi tanda agar Ela berhenti.
Amarise pun tersenyum, "Tidak, tapi itu tergantung jawabanmu."
Gadis itu menyipitkan matanya sangat tidak percaya sambil memasukkan cemilan ke mulutnya. "Genyesahh."
"Apa?"
Gadis itu menelan makanannya kemudia menjawab. "Genessa"
"Siapa yang memberimu nama itu?"
"Aku tidak tahu. Dari kecil orang-orang memanggilku begitu."
Ela pun menyipit kepada Genessa, seperti ingin mencekik gadis itu.
"Berapa umurmu?" tanya Pendeta Suci Amarise.
"Em. Mungkin tiga belas? atau lima belas?"
"Ap-"
Lima belas tahun. sebuah suara yang hanya dapat didengar Amarise tiba-tiba terdengar.
Siapa kau? Namun tidak ada jawaban.
Genessa memandang Amaris bingung. "Nama kau siapa?"
Ela pun menggeram kesal, "BOCAH, BICARALAH DENGAN SOPAN."
Amarise pun menyanggah, "Sudahlah memang apa yang kau harapkan jika lingkunganmu demikian?"
Ela pun terdiam namun tetap melotot ke arah Genessa.
Genessa yang dihardik pun menantap Ela dengan ngeri dan menghentikan makannya.
Amarise menghela nafasnya, "Namaku Amaris. Aku adalah Pendeta Suci Amaris."
Genessa pun terkejud dan bangkit dari kursinya. Berlutut di hadapan Amaris. "Or-Orang Tinggi. Ha-Harus di hor-hormati."
Amarise bangun dan membantunya berdiri. " Tidak, tidak. Jangan begitu."
Genessa yang gugup tidak berani menatap Amaris. Kepalanya tertunduk dan mengatupkan kedua tangannya.
"Sudah duduklah dan jangan gugup. Lanjutkan kembali makanmu."
Dan Genessa pun kembali duduk dan makan dengan lebih perlahan.
"Aku menyuruhmu ke sini itu mengikuti Upacara Pembacaan Kurios malam ini."
Genessa hampir tersedak mendengar hal itu. Amarise pun memberinya teh. Gadis itu menerimanya dan meminumnya dengan cepat.
"Ta-tapi aku tidak punya baju."
Amaris tersenyum menjawabnya, "Bahkan orang telanjang pun bisa mengikutinya, Genessa."
Genessa pun mengelengkan kepalanya cepat.
****
Waktu pun berlalu, tiba-tiba malam itu. Amphiteater kota itu telah dipenuh oleh-oleh para remaja dari berbagai kalangan. Mereka datang ke sini setelah mendapat panggilan dari Pendeta Suci Amaris atau di daftarkan oleh keluarga jika mereka adalah keturunan yang memiliki Kurios sebelumnya.
Pada dasarnya, jika seseorang memiliki Kurios di dalam dirinya maka ia sudah memiliki kekuatannya. Namun upacara ini selain mengetahui Kurios mereka juga sebagai upacara untuk menstabilkan Kurios mereka masing-masing. Upacara ini sendiri dapat berlangsung lama, dengan beberapa kloter yang dibagikan. Hari pertama adalah pembacaan masing-masing Kurios, setelah itu dibagi-bagi selama tujuh hari dan pada hari terakhir akan di adakan festival penyambutan untuk para vessel ini.
Upacara ini juga selalu dilakukan saat bulan bersinar sangat terang dan berukuran sangat besar. Mengapa demikian? Karena pada malam seperti ini kekuatan seorang Pendeta Suci akan benar-benar terisi penuh sampai meluap-luap. Upacara ini sendiri sangat banyak memakan kekuatan sang Pendeta Suci. Upacara ini sendiri adalah upacara kedua yang dilakukan Pendeta Suci Amaris. Pendeta suci dengan simbol bulan di keningnya memiliki kekuatan terbesar karena kekuatan untuk'pembacaan' ini nyatanya berasal dari bulan. Dimana pada saat seperti itu, bulan akan terasa sangat dekat sehingga kekuatannya lebih mudah di serap. Holy Child of Moon.
Genessa masuk ke dalam amphiteater itu, rasa gugup melingkupi dirinya. Ia dipakaikan pakaian Amarise. Jubah putih dengan garis ungu di pergelangan lengannya. Rambut gadis itu sekarang sudah bersih, memperlihatkan warna pirang pucat dengan mata coklat gelap.
Beberapa orang mulai meliriknya karena memakai pakaian pendeta suci. Genessa pun memilih untuk berusaha menutup pandangannya dengan memakai penutup kepala dan menundukkan kepalanya. Ia memilih duduk di sudut ,di sebelah seorang laki-laki dengan rambut perak dengan memakai pakaikan hitam-ungu. Laki-laki itu pun tidak menghiraukan Genessa.
Tibalah waktunya, Pendeta Suci Amarise masuk ke dalam amphiteater itu dan berdiri di tengah. Amaris membuka penutup kepalnya, memperlihatkan rambut keperakkan yang tertimpa cahaya bulan. Dibelakangnya bulan bersinar terang dan terlihat sangat besar. Dari sekeliling tubuhnya mengeluarkan cahaya-cahaya keunguan terang dan matanya mulai nyalang bersinar. Ia memulai upacara itu dengan menyerap bermandikan cahaya bulan sebanyak-banyaknya.
Amarise pun memulai upacara itu. Amarise tidak menunjuk orang untuk maju terlebih dahulu tapi gadis pendeta itu menggunakan kekuatannya sehingga orang yang dipanggil akan bersinar keunguan, sesuai dengan kekuatan Amaris.
Pertama, munculnya cahaya itu pada seorang remaja laki-laki diikuti beberapa remaja lainnya. Amarise memperhatikan mereka dengan seksama, kemudian ia berteriak. "Vessel of Werewolf". Kelompok itu pun mundur dan digantikan kelompok berikutnya. Mereka yang sudah dipanggil akan diberikan nomor yang menentukan pada kelompok apa mereka akan di masukkan.
Amphiteater itu pun hampir kosong, tersisa lima orang disana termasuk Genessa. Genessa yang sedari tadi gugup malah menjadi tenang. Sudah kuduga aku memang tidak memiliki Kurios dalam diriku. batin Genessa.
Keempat orang disana saling melirik hanya mereka yang tersisa, mereka berempat memakai pakaian yang mewah dan elegan.
Sampai tibalah saat terakhir. Cahaya keungunan itu pertama muncul dari seorang gadis dengan rambut putih dan wajah sangat cantik. Kemudian muncul pada mereka yang tersisa disana sampai kepada laki-laki di sebelah Genessa dan Genessa sendiri.
Mereka berempat mulai maju kedepan sementara Genessa hanya terbengong karena sangat terkejut. Namun akhirnya ia maju juga.
Mereka berlima berdiri didepan Pendeta Suci Amaris. Genessa berdiri disebelah laki-laki berambut perak di sampingnya dan agak kebelakang.
Amarise melihat mereka satu persatu dan menaruh tangan ke depan. Tak lama kemudian muncul lah empat ekor naga dari balik punggung keempat orang disebelah Genessa. Genessa pun bergidik ketakutan dan menahan teriakkannya. "Uwaaaaaa!!!"
Amarise pun tersenyum. Gadis cantik berambut putih itu rambutnya berubah kehijauan, matanya menjadi hitam gelap. Amaris menunjuknya dan gadis itu pun maju ke depan. "Terkeras daripada yang terkeras. Seorang penjaga dari pulau sebrang. Kau gadis muda. Vessel of the Rock Dragon." Gadis itu pun membungkuk dan mundur.
Kemudian Amarise menunjuk laki-laki disebelahnya. Rambutnya tidak berubah seperti gadis tadi, rambutnya hanya menyala merah seperti api atau mungkin api? Matanya tajam dan berwarna biru terang. Laki-laki itu pun tersenyum penuh kemenangan. "Ternyata memang firasatku betul! Yes!"
Laki-laki itu maju ke depan. "Larva terpanas dari gunung berapi. Seorang yang tidak pernah tenang dan selalu berapi-api. Vessel of the Volcano Dragon Mountain." Laki-laki berambut merah itu pun mundur kemudian digantikan seorang laki-laki berambut pirang dengan mata abu-abu.
Laki-laki itu memiliki pembawaan yang sangat tenang. Dia maju kedepan dan Amarise mulai berkata, "Kau yang tidak dapat ditebak. Si pembawa kebaikan maupun penata. Vessel of the Aerial Dragon" Laki-laki dengan sopan membungkuk dan mundur.
Laki-laki dengan rambut perak yang tadi disebelah Genessa maju ke depan. Rambutnya menjadi agak biru perakan yang menurut Genessa sangat mengagumkan. Matanya bersinar biru terang. Laki-laki itu menatap Amarise dengan tenang, menunggu kata-kata dari Amaris. "Penghuni kastil es. Penjaga es abadi. Vessel of the Ice Dragon Armor" Genessa melihat Amaris di depannya tersenyum ke arah laki-laki berambut perak itu.
Mereka yang sudah mengetahui Kurios mereka pun melirik ke arah Genessa. Tiba-tiba laki-laki berambut merah itu menunjuk-nunjuk Genessa. "Kami sudah mengetahui Kurios kami, lalu dia itu siapa?"
Amarise pun melihat sepenuhnya ke arah Genessa. Amarise memberi tanda pada Genessa untuk maju. Genessa pun bingung, karena tadi saat Amaris mengangkat tangannya hanya gadis itu yang tidak menunjukkan apapun. Sepertinya aku masuk ke yang sejenis budak.
Amarise pun mengangkat tangannya namun tidak seperti tadi yang dimana cahaya keunguan itu menuju seseorang depan lambat. Genessa melihat cahay keungunan itu seperti ingin menyerang dirinya. Genessa pun mengangkat tangannya ke kepalanya untuk berlindung.
Ketika serangan cahaya keungunan itu hampir mengenai dirinya, tiba-tiba cahaya keunguan itu hilang. Sebagai gantinya muncul lah hawa dingin yang teramat dingin. Mereka bertiga pun berusaha dengan kemampuan mereka untuk berlindung hanya laki-laki berambut perak itu yang tidak bergeming.
Lalu muncul lah aurora berwarna-warni di atas langit malam itu.
"Aku sudah lama menunggumu." kata Amarise.
****