Kegaduhan sangat terasa dikelas ini. Kerisauan para murid yang beberapa hari lagi akan menjalani ujian yang mengerikan. Kini seorang guru tengah menjelaskan secara detail dari ujian tersebut. Seorang gadis terlihat mendengarkannya secara intes. Ia menompang wajahnya menggunakan kedua tangannya dengan sorot mata sangat serius.
Gadis itu duduk dibagian pojok dekat jendela. Keseriusannya mulai memudar kala semilir angin menghampirinya. Ia memejamkan mata dan menghembuskan napas. Gadis itu menoleh ke arah jendela memperhatiakan para siswa kelas lain yang tengah sibuk. "huff..apa yang akan terjadi nanti.. "ucapnya sambil menompang wajahnya dengan satu tangannya saja. Satu tangannya ia gunakan untuk mengetuk ngetuk meja risau.
"Anak-anak ujian ini tidak lah mudah kalian akan melalui berbagai rintangan yang sangat berbahaya.. yang dapat kalian lakukan hanyalah kerja sama dari team dan saling percaya. ... "
Gadis itu menoleh kearah gurunya yang menerangkan materi tersebut. Ia memiringkan kepalanya sedikit dan berguman "kerja sama ya? "Lirihnya kecil. Ekspresi wajahnya tampak sedih. Untuk kedua kalinya ia menghembuskan napasnya kasar.
"Bu aku ingin bertanya! "Ucap salah satu teman kelasnya yang memiliki rambut surai panjang berwarna cokelat. "Ah ya roseta apa yang ingin anda tanyakan? "Ucap Guru yang menerangkan materi tadi. Perempuan yang bernama Roseta itu mengalihkan pandangannya ke gadis yang duduk dipojokan tadi. "Bagaimana jika gue seteam dengan sisombong itu bu? Bukankah itu tidak adil? "Ucap Roseta yang menatap sinis gadis dipojokan itu. Beberapa murid mulai bersorak gaduh.
"Jangan mengatakan hal yang tidak perlu Roseta itu tidak baik...oh ya kau.. "ucap guru itu yang menatap Roseta dengan tajam setelah itu ia menatap gadis yang dipojokan dengan tatapan sulit diartikan. Guru itu mulai mendekati gadis itu perlahan dan berhenti tepat didepannya. "Istirahat nanti temui ibu di ruang guru. "Ucap guru itu tegas dan kemudian berbalik kembali kedepan kelas. Gadis itu hanya menghembuskan napas kasarnya dan mengumpat. "sialan. "gumannya kecil sambil melihat jendela.
Seseorang pria menatapnya sambil menyipitkan matanya dengan tatapan yang sedih. Pria itu menatap kesal Roseta yang bersorak gembira. Tak lama seorang perempuan muda bersurai pirang mengacuhkan tangannya dan bersuara. "Permisi buk! "Ucap perempuan itu. Guru itu segera bersuara "ya Zira? "Ucap Guru itu sambil menatap perempuan bersurai kuning itu lembut. "Apakah tanaman disana semua tergolong beracun? "Ucap perempuan bernama Ziraa itu. Ia tampak khawatir.
"Ah tentu tidak. Ada beberapa tanaman yang bisa dijadikan persediaan makanan. "Ucap Guru itu sambil tersenyum. Zira mengangguk dan kembali duduk. Pria yang menatap gadis yang dipojok itu segera bertanya. Pria itu mengangkat tangannya. "ya erik? "Ucap Guru itu cepat. "Apa jika membunuh ketika ujian tidak dikenai hukum? "Ucap Erik yang dengan dingin. Guru itu terdiam. "Ah ya tentu.. disana kalian berhak saling membunuh. "Ucap Guru itu sambil tersenyum. Erik menampilkan ekspresi yang tak dapat diartikan. Setelah itu Erik duduk. Gadis yang dipojokan itu menangkup wajahnya dikedua tangannya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Waktu berlalu pelajaran telah lama berganti menjadi pelajaran sejarah. Tak lama lonceng berdering menandakan pelajaran telah berakhir.
"Terima kasih pak... "
Setelah pak guru tersebut keluar dari kelas semua murid mulai gaduh dan berisik. Ada yang langsung berlari keluar dari kelas. Gadis yang dipojokan tadi menghembuskan napas kasar dan mulai perlahan berdiri.
kriett...
Bunyi kursi yang ia duduki terdengar ketika ia berdiri. Ia mulai melangkahkan kakinya perlahan akan tetapi...
Tak ...
Sebuah gulungan kertas usang melayang tepat mengenai keningnya. Gadis itu menunduk menatap gulungan kertas itu. Terlihat tangannya mengepal.
Blarrr....
Gulungan kertas itu seketika menghilang hangus terbakar. Gadis itu kembali menghela napas kasar dan melangkahkan kakinya kembali. "Bitchh gak cocok bersanding dengan sang putrii! Tapi gak apa gue setuju dengan lo.. musnahkan saja putri itu jadi matenya bisa untukku hahah... "Ucap Roseta yang menertawai gadis itu. Roseta adalah gadis yang terkenal akan sering membully. Make up tebal menghiasi wajahnya. Seragamnya yang sangat mengetat sungguh menghiasi lenguk tubuhnya.
Gadis itu hanya diam sambil melanjutkan langkah kakinya. Sumpah serapah terdengar banyak sekali dari para murid lain yang melihat gadis itu. Ada juga yang beberapa menatap kasihan dia. Salah satunya ada Erik yang menatap gadis itu sedu. Gadis itu hanya mengabaikan semua kebencian dari murid lain. Ia melangkah kan kakinya perlahan sambil bersenandung.
Setiba dipintu kantor guru. Ia mengembuskan napasnya kasar dan membuka pintu itu perlahan. Ia memperhatikan keadaan ruang guru ini. Para guru tengah sibuk mempersiapkan segala keperluan. Guru yang menyuruhnya tadi telah menunggu dimeja kerjanya.
"Kemari.. hani "ucap guru itu kepada gadis itu. Gadis yang bernama hani itu hanya diam dan mengikuti arahan gurunya.
"Kamu.. bisakah tidak berlagak seperti itu? "Ucap guru itu sambil menatap Hani tajam. Hani hanya diam dengan muka tampa ekspresi. "Tidak kah kau menyesal dengan perbuatan perbuatan yang kau lakukan? "Lanjut guru itu. Hani tampak diam tak memberi ekspresi. "Ahh.. sudah berapa kali kubilang...tetapi sepertinya kau tidak mengerti. "Ucap Guru itu tegas. Ia merasa pasrah.
"Ya sudah.. semua itu ada padamu sendiri...saya tidak mengerti apa jalan pikiranmu seperti apa... tapi saya harap kau berpikir atas semua yang kau lakukan... Lihat akibat perbuatanmu semua murid pada membenci mu... "Ucap guru itu yang bernada kesal. Hani hanya mendecih dan berbalik untuk kembali. Guru itu tampak kesal dan mengebrak meja sehingga membuat para guru lainnya melihat kejadian itu. "Dimana sopan santunmu terhadap guru!? Hah!? "Ucap Guru itu yang tajam. Energi kemarahnya telah diubun ubun. "Sikap mu itu telah menyoret nama sekolah kita! Terserahlah lagii masa bodo dengan sikapmu yang sombong itu... Kita lihatt apa diujian nanti kamu tetap hidup atau mati! "Ucap guru itu tegas. Hani tampak mengacuhkannya. Merasa seperti ada yang tertinggal. Hani kembali keguru itu.
"Ini hidupku.. jangan pedulikan aku pedulikan dirimu sendiri. "Ucap Hani tegas dengan mata yang tersirat tajam. Amarah guru itu mulai kembali memuncah. Ia menampar keras pipi Hani.
Plakk ..
Semua guru yang melihat hal itu terdiam. Sudut bibir hani tampak luka dan berdarah. Hani tetap diam tak berekspresi. "Segitukah kau berbicara dengan gurumu? "Ucap guru itu kesal. "Sialan. "Guman hani kecil yang memegang pipinya itu. Guru itu memiliki pendengaran yang bagus sehingga ia kembali menampar Hani membuat gadis itu tersungkur.
Para guru lain terlihat senang melihat hal itu. Seakan mereka lega melihat murid yang nakal telah dihukum keras. "Apakah orang tuamu tidak mendidikmu dengan benar sehingga seperti ini? "Ucap Guru itu yang menatap tajam Hani.
Hani mendengar hal itu terdiam dan mengepalkan tangannya. Ia segera berdiri dan menampar balik guru itu. "Jika kau bilang bahwa aku tak sopan maka seperti itulah engkau yang menampar muridmu sendiri. Kau tidak lain dari itu. "ucap Hani dengan mata yang terpancar amarah. Bulir air matanya terlihat ingin menyusur.
Ia segera pergi dari sana dengan perasaan campur aduk. Tujuannya hanya satu yaitu perpustakaan. Setiba diperpustakaan sempat ia melihat Erik tengah membaca bukunya. Pria itu melihat gadis itu sekilas.
"Apa yang terjadi? "Lirih pria itu yang melihat Hani menangis tersedu.