Chereads / TWIN’S PET / Chapter 17 - NAKULA

Chapter 17 - NAKULA

"Kemari!!!" seorang wanita cantik berteriak pada Nakula kecil. Wanita itu punya mata coklat hazel dan dihiasi oleh rambut hitam legam bergelombang.

"Ampun, Mom!!" Nakula ketakutan, ia meringkuk di sudut ruangan. Matanya terus terpejam, takut saat memandang sosok wanita kejam di depannya itu mengamuk.

"Kenapa kau terlahir sangat mirip dengannya???!" Sekali lagi wanita itu berteriak pada Nakula. Air matanya tumpah, membuat make upnya luntur, wajahnya mulai terlihat kacau. Tangan putih pucat itu menyahut cambuk di samping lemari. Cambuk berduri ini adalah senjata kesukaan Regina saat masih menjadi seorang Silver Arrow.

"Sakit, Mom ... jangan ...! Jangan cambuk aku!" Nakula sudah merasa kesakitan jauh sebelum benda lentur dan tajam di tangan Regina menyentuh kulitnya.

"Kau akan sembuh, kau akan sembuh dengan sendirinya sama seperti ayahmu ...!"

CTAR ...

CTAR ...

Cambukan tajam terus menghujam punggung Nakula. Nakula merintih menahan rasa sakitnya.

"Tidak hentikan ...!!" teriak Nakula.

"Hentikan?" Regina memandang nanar ke arah putranya. Pandnagan yang menusuk.

"Aku tidak bersalah, Mom!!" teriak Nakula lagi, rasa sakitnya semakin menjadi-jadi, panas dan perih, mengangga dengan lebar.

"Salahmu!! Semua ini salahmu!!" jerit Regina.

KRiii ...

KRuuu ...

Kruu ...

Suara burung hantu terdengar samar-samar, beradu dengan gesekan lembut dahan-dahan pepohonan. Debu masih sedikit mengepul saat angin bertiup. Secercah cahaya mulai muncul dari sebelah timur, menyingsingkan langit fajar berwarna nila tua.

"HENTIKAN!!!" Nakula menjerit dan langsung terbangun.

Sudah semalaman Nakula tak sadarkan diri. Setelah pertarungannya dengan Aska, Nakula kehabisan tenaga. Apalagi Yoris telah melukai kedua kakinya dengan silver dan racun wolfsbane. Nakula meringis kesakitan, luka di pahanya belum menutup sempurna. Luka seperti ini sering dia dapatkan dulu saat Regina menyiksanya. Bedanya Regina hanya memakai cambuk silver, tak mengoleskan racun seperti Yoris.

"Kakak adik sama-sama gilanya." Nakula merobek celana, membiarkan lukanya terbuka. Luka itu masih terlihat memerah dan agak sedikit kehitaman di sekelilingnya. Yoris sudah menuangkan penawar racun, tapi tetap saja rasanya sangat menyakitkan.

Nakula berjalan terpincang-pincang menuju sungai, ia langsung membanting dirinya di tepian. Meminum air sungai dengan rakus, tenggorokannya sangat kering sampai terasa nyeri.

"ARG SIALAN!!!" Nakula kembali mengumpat, ia berbalik dan tidur terlentang, membiarkan air sungai membasuh darah yang menempel pada sekujur tubuhnya.

oooooOooooo

Disebuah gudang tua, dalam pabrik kosong. Beberapa orang beta terlihat berjaga dalam gelapnya malam. Yoris melangkah santai, membuka pintu gudang yang terbuat dari besi tebal.

"Kau sudah kembali, Yoris?" tanya seorang bertudung hitam begitu melihat kedatangan Yoris.

"Heem." Yoris mengangguk.

"Aska mati?" tanyanya.

"Ya, dia kalah oleh anak Gin." Yoris berbohong, dia yang telah membunuh Aska.

"Half wolf bisa mengalahkan Aska?" Pria bertudung hitam terlihat kaget dengan laporan Yoris.

"Begitulah." Yoris mengeluarkan belatinya, lalu mengupas sebuah apel dan memakannya.

"Tak kusangka anak Gin bisa mengalahkan Aska. Aku harus segera menyelesaikan project ini. Tak boleh ada yang tahu rencanaku," tuturnya resah.

"Ingat janjimu padaku, Old Man." Yoris bangkit mendekati pria itu.

"Tentu saja, aku kembalikan dia kepadamu setelah semuanya selesai." Angguknya.

"Alive!!! (hidup)" Yoris berbisik pada telinga yang tertutup oleh tudung hitam.

"Yes, alive, Yoris. Alive."

Yoris beralih memandang tabung kaca besar di depannya, terisi penuh dengan cairan berwarna hijau kekuningan. Yoris mengelusnya perlahan, wajahnya tersirat penuh penantian.

Pria bertudung hitam kembali ke singgasananya, lalu berteriak untuk memanggil bawahannya. "Lou!!"

"Ya, Tuan." Lou masuk dengan terseok-seok, serigala tua kurus ini memang sedikit pincang. Ia membungkuk untuk menunggu instruksi dari boss-nya. Sesekali Lou melirik ke kanan, sedikit menaruh curiga pada Yoris. Dia menguburkan jasad Aska yang di bawa pulang oleh Yoris.

"Lou, panggil Dominic kemari. Aku akan menyuruhnya menghabisi anak Gin. Kita balaskan dendam Aska."

"Baik, Tuan," jawab Lou saat Tuannya selesai memberi perintah.

ooooOoooo

Dok ... Dok ... Dok!

Liffi terkejut, ia terbangun. Pukul setengah 5 pagi. Siapa yang mencarinya di pagi buta seperti ini? Liffi bangkit dengan ragu-ragu, mencoba mengintip dari balik lubang pintu.

"BLACK?!" Liffi terperangah, ia segera membuka pintu kamarnya.

"Liffi." Black jatuh dalam pelukan Liffi, napasnya yang menderu terasa panas di telinga Liffi.

"Kemarilah." Liffi memapah Black dan merebahkannya di atas tempat tidur. Wajah Black tampak kacau. Bajunya compang camping dan berbau anyir. Liffi menusap kasar dahinya, bingung. Apa yang harus ia lakukan? Kenapa Black bisa berakhir di kamarnya dalam kondisi mengenaskan seperti ini?

"Liffi, tolong aku." Black mengangkat tangan dengan gemetaran, tubuhnya terasa sangat menyakitkan.

"Black, apa yang terjadi? Kenapa badanmu sepanas ini?" Liffi mengambil air hangat dan handuk. Mengelap seluruh tubuh Black yang kotor.

"Liffi ...." Black menarik tangan Liffi dan mendekapnya.

"Kau harus melepaskan bajumu, Black! Bau sekali!" Liffi mencoba memberontak, ia menarik tubuhnya bangkit.

Black terkuli lemas, ia menurut saat Liffi membersihkan tubuhnya dan melepaskan seluruh pakaiannya. Tenaganya habis, racun wolfsbane masih tersisa di pembuluh darahnya. Membuatnya terus menggigil kedinginan dan demam tinggi. Lagi-lagi Liffi terperanjat, bekas luka pada punggung Black terlihat menyeramkan.

"Bau bunga fresia." Black mencium tangan Liffi yang sedang mengelus lembut dahinya dengan handuk hangat.

"Fresia? Hei, Black, apa kau sedang menggigau?" Liffi masih bingung dengan rancauan Black.

Black membuka matanya, melihat wajah cantik Liffi. Hatinya sangat senang, mati pun ia rela. Wanita ini benar-benar telah menjatuhkan hatinya. Mate atau Pet, Black tak peduli, ia menginginkan Liffi sama seperti paru-parunya menginginkan oksigen.

"Aku akan sembuh saat menciummu, Liffi. Bolehkah?"

"Kau jangan bercanda!!" Liffi tampak marah mendengar permintaan Black.

"Aku tidak bercanda." Black mengayunkan tangannya lembut membelai wajah Liffi.

Liffi terpaku saat melihat wajah tampan Black yang terus mendekat. Liffi tak menghindar, entah kenapa dia juga sangat tertarik dengan pria serampangan di depannya ini. Sudah rusakkah akal sehatnya?

Black mendaratkan bibirnya pada bibir tipis Liffi, mengulummnya dengan lembut. Hangat dan sedikit basah. Black sangat menikmatinya, rasa manis melekat pada indra pengecapnya. Black meneruskannya, semakin dalam, lekat, dan berirama. Black memejamkan mata, menikmati kekuatannya yang terus meningkat.

Liffi merasa perasaannya sangat aneh, dia begitu saja menerima ciuman Black. Merasakan setiap tarikan napas pria itu menyentuh wajahnya. Rasa manis yang menyeruak masuk benar-benar membius Liffi, padahal dia sama sekali tak punya perasaan apapun pada Black. Tapi bagaimana bisa kecupan ini terasa begitu manis dan lembut? Seperti aroma Vanila yang manis.

"Terima kasih, Liffi." setelah mengucapkan hal itu, Black pingsan dan tertidur.

"Ya Tuhan, apa yang telah terjadi?" Liffi memegang bibirnya. Jantungnya berdebar sangat cepat.

oooooOooooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana