"GRAAAWWLL!!!" jerit Elroy, ia mengoncangkan rantai baja berlapis silver yang mengikat tangan dan kakinya pada sebuah kursi besi. Beberapa orang warrior berjaga di sekeliling manusia serigala buatan itu. Membawa tongkat besi dengan aliran listrik.
"Sudah siap? Bisa kita mulai?" Sadewa menggulung lengan panjang kemejanya.
Elroy menatap Sadewa dengan mata kuningnya yang menyala. Sadewa sama sekali tak merasa takut. Malah justru harusnya Elroy yang merasa takut kepadanya. Auranya sebagi penerus sang alpha semakin terlihat setelah ia berhasil menemukan wujud sejatinya.
"Apa kau mengerti perkataanku? Apa kau bisa berbicara?" tanya Sadewa sebagai pembukaan.
"Grrrr ...," geram Elroy, air liur menetes dari gigi-gigi tajamnya.
"Kau terluka panah beracun sama seperti Nakula. Tapi kau bisa bertahan lebih baik darinya. Pasti ada sesuatu yang membuatmu kuat." Sadewa berusaha memahami musuhnya dengan otaknya yang pintar. Benar saja, Elroy lebih terlihat cepat menyerap penawar racun wolfsbane dibandingkan dengan tubuh Nakula.
"Dulu Dominic juga menjadi sangat kuat saat menyuntikkan serum hijau itu. Apa pemicu kekuatannya adalah obat itu?" gumam Sadewa, ia menatap intens pada Elroy. Serigala itu tampak marah, namun juga bingung.
Bahu Elroy naik turun. Rahangnya sedikit bergetar karena berusaha berbicara. Manusia serigala itu ternyata masih memiliki sedikit sisi manusia di dalam dirinya.
"Saaa ... khit .... Rasha ... nya men .. yakhit ... kan," gagap Elroy. (Sakit, rasanya menyakitkan.)
"Kau kesakitan?" tanya Sadewa.
"Cair ... an itu ... mem ... bhuat ... ku sa ... kit!!" Elroy mengeja ucapannya. (Cairan itu membuatku sakit!)
Jadi benar karena serum itu, gumam Sadewa dalam benaknya.
"Katakan siapa dirimu?"
"Na ... ma ... ku, El ... roy," jawabnya. (Namaku Elroy.)
"Kau tahu siapa yang mengubahmu?"
"Wah ... nita bu ... tha, dia menyun ... thikkan cah ... iran itu, sakh ... it se ... khali," tuturnya dengan terbata-bata. (Wanita buta, sia menyuntikkan cairan itu, sakit sekali.)
"Kau tahu dari mana dan untuk siapa ia bekerja?" tanya Sadewa lagi. Elroy menggeleng lemas.
"Adh ... a gam ... bhar aph... i pada lengan ki ... rinya," jawab Elroy. (Ada gambar api pada lengan kirinya.)
Pack Feure, seperti cerita, Daddy, mereka muncul kembali. Para pack kuat dari masa lampau. Siapa yang membangkitkan mereka? batin Sadewa.
"Aku akan mengambil sample darahmu! Jangan melawan." Sadewa memberi kode agar staffnya mengambil sample darah Elroy untuk diteliti di laboratorium.
Elroy menggeram saat jarum masuk ke dalam pembuluh darahnya, menyedot beberapa tube sampel darah.
"Laporkan semuanya padaku begitu hasilnya keluar."
"Baik, Tuan."
"Kurung serigala itu, beri dia makan dan juga air. Sepertinya dia begitu lelah." Sadewa menyuruh beberapa beta mengurus Elroy. Dengan tubuh masih terikat rantai, para beta mengajak Elroy ke salah satu sel di dalam mansion.
Sadewa memijit pelipisnya, belum ada titik temu, tentang siapa dalang dari semua kejadian ini?!
"Aku akan beristirahat di ruanganku, Emily. Laporkan bila ada masalah."
"Ya, Tuan Sadewa."
oooooOooooo
Pukul 5 subuh, Liffi keluar dari kamar Nakula. Berjalan mengendap-endap menyelusuri koridor kediaman keluarga West. Liffi sudah terbangun satu jam yang lalu. Tak lagi bisa memejamkan mata, gadis itu memilih untuk menikmati udara pagi.
Matahari memang terbit lebih siang dari biasanya semenjak musim gugur. Udara juga terasa lebih dingin. Liffi menyelimutkan syalnya lebih erat agar lebih hangat.
Taman pada mansion telihat sangat asri, dengan pohon-pohon rindang yang mulai menguning dan berguguran. Liffi duduk di bangku kayu, menikmati hembusan angin pagi.
"Kau di sini?" Sadewa tiba-tiba datang, mengagetkan Liffi. Gadis itu berjengit.
"Sadewa, kau mengagetkanku. Aku kira hantu." Liffi mencibirkan bibirnya.
"Kenapa bangunmu pagi sekali?" Sadewa duduk di samping Liffi.
"Kau sendiri kenapa juga sudah bangun? Apa jangan-jangan kau terjaga sepanjang malam? Kau tampak lelah." Liffi mengelus wajah Sadewa.
"Iya, banyak yang aku pikirkan." Sadewa mengecup pergelangan tangan Liffi, aroma bunga hibicus membuat rasa rindunya kembali bangkit.
"Maafkan aku, Sadewa." Liffi menggengam tangan Sadewa, membuat pria itu tersenyum.
"Aku merindukanmu." Sadewa mengecup punggung tangan Liffi.
"Kau tidak marah padaku?" Liffi memeluk Sadewa, hampir terisak namun ia menahannya.
"Aku pernah bilang padamu kan dulu. Walaupun kau bersalah, aku punya seribu alasan untuk bisa memaafkanmu," ucap Sadewa. Ia mengelus rambut hitam Liffi dan mengecup pucuk kepalanya. Liffi bersandar manja dalam pelukan Sadewa, rasa hangat dan nyamannya begitu susah untuk ditolak.
"Tuan tehnya." Seorang maid muncul, menyajikan teh panas dan juga camilan untuk mereka berdua.
"Makanlah sesuatu, Liffi. Aku yakin kau pasti lapar." Sadewa memberikan secangkir earl grey kepada Liffi dan juga sepotong sifon cake yang lembut.
"Earl Grey?" Liffi menghirup aroma dari uap tehnya.
"Iya, kau suka?" Sadewa ikut menghirup aroma teh.
"Bergamot, seperti aroma yang keluar saat kita berciuman." Wajah Liffi menghangat, gadis itu menyembunyikannya sembari meminum teh. Earl Grey merupakan teh dengan tambahan minyak bergamot (sejenis jeruk limau). Aromanya yang wangi mampu membuat pikiran menjadi lebih calm and relaks.
"Aku ingin menciummu, Liffi. Ingin bercinta denganmu." Sadewa gemas dengan tingkah matenya itu, ia menyisir rambut Liffi ke belakang telinga.
"Nakula belum tahu tentang hubungan kita, Sadewa." Liffi menggenggam tangan Sadewa, menolak dengan halus ajakannya.
"Nakula bukan matemu, Liffi. Dia bahkan tidak bisa berubah sama sepertiku." Sadewa menghela napasnya panjang. Kenapa Liffi bisa menganggap Nakula matenya juga, padahal jelas-jelas Liffi tak bisa membangkitkan kekuatannya.
"Aku merasakan rasa yang sama. Baik saat bersamamu mau pun dengannya. Kalian punya arti yang sama besarnya, Sadewa. Kumohon mengertilah." Liffi menghela napas, memberi jeda pada ucapannya. "Aku tahu aku tidak punya malu dengan mengatakan hal ini kepadamu, Sadewa. Aku tahu aku bersalah padamu, tapi sungguh jiwaku tidak bisa berpisah dengan salah satu dari kalian."
Sadewa terdiam beberapa saat, ia merenungkan ucapan Liffi. Sebagai seorang mate, Sadewa tahu betapa besar rasa cinta dan keterikatan di antara keduanya. Apa lagi setelah Sadewa berhasil menandai Liffi. Sadewa tentu saja juga tahu perasaan milik Nakula pada Liffi, dan perasaan Liffi pada Nakula.
Sadewa ikut meratapi takdir mereka bertiga, ikatan jiwa yang aneh. Moon Goddess memberikan satu orang wanita sebagai mate serigala kembar.
"Kau mau mencari angin segar?" tanya Sadewa.
"Tentu saja." Liffi mengangguk.
"Bagaimana kalau kita ke pondok milikku, aku akan membawamu ke air terjun, Liffi. Air terjun di sana sangat indah." Sadewa mengulurkan tangannya ke arah Liffi.
"Bagaimana dengan Nakula?"
"Aku akan minta Emily mengatakan pada Nakula kalau kau ada kuliah pagi dan pulang ke apartemenmu lebih awal. Saat matahari terbit aku berjanji akan mengantarmu pulang." Sadewa tersenyum, Liffi menerima uluran tangan Sadewa.
Sadewa melepaskan coat yang menempel pada tubuhnya dan memberikannya pada Liffi. Ia juga merapikan syal yang terkalung pada leher Liffi supaya gadis itu tidak kedinginan.
"Kau belum pernah naik serigala besarkan?" Sadewa terkikih dan merubah wujudnya menjadi serigala besar dengan bulu putih bersih.
Liffi terpesona, ia mengelus bulu lembut pada leher Sadewa. Mata Sadewa yang seindah batu permata emerald membuat Liffi semakin kagum padanya. Sungguh makhluk yang sangat indah, betapa beruntungnya Liffi boleh memiliki Sadewa sebagai matenya.
"Naiklah." Sadewa menekuk kaki depannya, merendahkan tubuh agar Liffi bisa naik dengan mudah. Liffi mengangguk, secepat kilat ia menaiki punggung Sadewa.
"Wah, ini luar biasa." Liffi terlihat antusias.
"Pegangan yang kencang. Waktu kita tidak banyak," sahut Sadewa.
"Di mana aku harus berpegangan?" Liffi bingung.
"Bulu di sekitar leher," jawab Sadewa sebelum meloncat tinggi dan pergi meninggalkan mansion.
Para penjaga terlihat kaget saat Sadewa melewati mereka dengan wujud sejatinya. Sadewa begitu lincah melompati pagar demi pagar pembatas mansion dengan hutan. Liffi memejamkan matanya karena ngeri dengan perbuatan Sadewa.
"Kau takut?" tanya Sadewa.
"Iya, tapi sensasi pacuan adrenalinnya jauh lebih menyenangkan." Liffi terkikih bahagia.
"Syukurlah kalau kau suka. Aku bahagia saat kau kembali tersenyum, Liffi." Sadewa mempercepat laju langkah kakinya, menerobos hutan, memotong jalan untuk bisa segera sampai ke pondok miliknya.
Aroma white musk tercium jelas dari tiap helai bulu Sadewa. Liffi mempererat pelukkannya supaya tidak jatuh saat Sadewa melaju dengan kencang.
"Ini mengasyikan!!" jerit Liffi girang.
"Yeah," jawab Sadewa.
oooooOoooo
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Terima kasih juga kepada semua yang sudah kasih power stone ya. Dukungan kalian sangat berarti buat saya yang baru belajar ini.
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana