Chereads / TWIN’S PET / Chapter 2 - THE BIGINNING

Chapter 2 - THE BIGINNING

INDONESIA, 2013, 5 tahun yang lalu.

Sebuah sekolah menengah atas favorit di Indonesia. Baru saja merayakan pesta kelulusan untuk siswa kelas tiga SMA. Seorang gadis cantik dengan kulit bersih dan tubuh yang ramping menghambur masuk dalam pelukan kekasihnya. Pria itu memberikan pelukan yang tak kalah kencang. Belum sempat sang gadis mengucapkan selamat, pria itu telah berkata terlebih dahulu.

"Liffi, aku akan kuliah ke luar negeri," ucapnya. Nama gadis itu adalah Liffi, dan saat ini ia tengah berada dalam pelukan kekasihnya, Gilang.

Liffi terpaku mendengar penuturan Gilang, kakak kelas yang baru dipacarinya selama 3 bulan belakangan. Padahal baru saja Liffi merasakan indahnya masa-masa seragam putih abu-abu.

"Berangkat kapan, Kak?" Liffi menyembunyikan kekhawatirannya lewat senyuman manis.

"Akhir minggu ini." Gilang kembali memeluk Liffi. Liffi merasakan rasa hangat dan getaran ringan menjalar pada sekujur tubuhnya.

"Cuma 4 tahun saja, tunggu aku, ya." Gilang berbisik di telinga Liffi.

Wajah Liffi tersipu malu, rona kemerahan memenuhi garis tulang pipinya. Memancarkan suasana hatinya yang bahagia. Ternyata Gilang tak memutuskan hubungan itu dan memintanya untuk menunggu.

"Walaupun tak mahal, tapi biarlah cincin ini menjadi pengingat hubungan kita, Liffi." Gilang memberikan sebuah cincin perak kepada Liffi, mengenakannya pada jari manis.

Liffi sangat bahagia. Walaupun harus LDR (long distance relationship) dengan Gilang Liffi tetap bahagia. Gilang adalah cinta pertama Liffi. Bagi gadis manis yang tumbuh besar di panti asuhan, kedatangan Gilang sebagai kekasihnya membuat hidupnya jauh lebih berwarna. Dia tak lagi harus menghadapi segala sesuatunya seorang diri, ada sosok tangguh yang bisa diajaknya berbagi cerita.

Hanya empat tahun.

Bukan waktu yang lama.

LDR juga bukan sebuah hubungan yang sulit.

Hanya perlu menunggu.

Pikiran-pikiran itulah yang membuat Liffi bersemangat menjalani hubungannya dengan Gilang.

Gilang terus menghubungi Liffi. Setiap hari, chat atau telepon. Memang saat itu biaya telepon ke luar negeri sangat mahal karena belum ada teknologi video call seperti saat ini. Karena itu Liffi sangat bahagia saat menerima dan mendengar suara Gilang di telepon.

Namun kebahagiaan Liffi tak berlangsung lama.

Gilang semakin jarang menghubunginya.

Seminggu sekali.

Dua minggu sekali.

Bahkan sampai 1 bulan sekali.

Liffi tak banyak bertanya ...

Bukan karena tidak mau bertanya, tapi Liffi takut kehilangan Gilang. Takut di cap sebagai cewek posesif, pengekang, dan suka menuntut. Liffi percaya cinta Gilang padanya tidak sedangkal itu.

Sampai satu tahun kemudian Gilang benar-benar menghilang. Lost contact, Liffi tak pernah menerima panggilannya, dan tak pernah lagi ada lampu notifikasi yang menyala di foto Gilang pada ponsel pintar Liffi.

Liffi bersedih, namun tetap menepis hal negatif dalam benaknya.

ooooOoooo

PANTI ASUHAN CAHAYA KASIH, 2015.

Jam pulang sekolah, beberapa anak bergegas masuk ke dalam panti dan mengisi kamar mereka masing-masing. Berganti pakaian dan juga bersiap menuju ke aula tengah untuk makan siang.

Nampaknya hal itu tak berlaku bagi si cantik Liffi. Gadis itu memilih untuk masuk ke dalam ruang kerja milik kepala pengurus panti asuhan.

"Bunda." Sapaan yang digunakan Liffi untuk memanggil kepala panti asuhan.

"Kenapa, Liffi? Masuklah kemari, Nak!" Wanita bersahaja itu menepuk dudukan sofa di sampingnya.

"Kak Liffi dapat beasiswa, Bunda!! Ke Luar Negeri!!" Tiba-tiba Jaya, seorang adik tingkat Liffi sekaligus anak panti ikutan masuk.

Jaya mencium punggung tangan Bunda Asri dan memeluknya.

"Jaya!! Kan Kakak mau ngomong sendiri sama Bunda." Liffi cemberut.

"Beneran, Liffi?" Wajah Bunda Asri terlihat bersemangat.

"Iya, Bunda. Liffi dapat beasiswa penuh di UOS." Liffi mengeluarkan selembar pengumuman, di legalisir oleh dinas pendidikan dalam dan luar negeri. Liffi mendapatkan beasiswa pada universitas yang sama tempat Gilang kuliah.

"Selamat, ya, Sayang. Kau hebat," pujian Bunda Asri membuat wajah Liffi berubah sendu.

"Tapi siapa yang akan membantu Bunda menjaga adik-adik?" Wajah Liffi terlihat lesu, alisnya yang melengking bertaut.

"Gak apa-apa, Nak. Masa depanmu jauh lebih penting. Jaya juga semakin besar, bisa bantuin Bunda. Iya kan, Jaya?"

"Betul, Kak Liffi. Kakakkan pengen jadi seorang arsitek kelas dunia." Jaya membuka lengannya lebar-lebar, menunjukan betapa besarnya dunia.

"Terima kasih, Bunda." Liffi memeluk Bunda Asri dengan penuh kasih sayang.

"Sama-sama, Liffi. Persiapkan segala sesuatunya dengan baik. Di sana kamu seorang diri, kau harus bekerja dengan keras Liffi."

"Iya, Bunda."

"Jaga kesehatanmu. Sering-sering kirim kabar, ya." Bunda Asri memeluk Liffi lebih erat, Luffi mengangguk sambil menangis haru.

ooooOoooo

EROPA, KOTA S, 2016.

Liffi mendorong kopernya memasuki sebuah apartemen kecil di pinggir kota S. Letaknya tak jauh dari kampus, Liffi bisa menempuhnya dalam 20 menit berjalan kaki. Liffi memandang apartemen itu, sesekali menelan ludahnya. Baru kali ini dia tinggal sendiri, biasanya dikelilingi oleh adik-adiknya di panti. Ramai dan riuh, belum seminggu dan Liffi sudah merindukan mereka.

Keheningan menemani Liffi. Hanya bunyi dencitan lantai kayu usang dan pintu tertutup yang akan menemani hari-harinya mulai saat ini. Liffi tak mengeluh, ia bergegas menata segalanya.

Liffi merebahkan diri ke atas ranjang, cukup keras tapi cukup nyaman. Setidaknya dia tak harus membagi ranjang itu dengan adik-adiknya lagi. Liffi memejamkan matanya sejenak, beristirahat setelah perjalanan udara yang cukup menyita waktu dan tenaganya.

ooooOoooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana