Chereads / Angkasa dan Lily / Chapter 75 - 75. Cake pembangkit mood

Chapter 75 - 75. Cake pembangkit mood

Hari pertama kepergian Angkasa ke Dubai. Lily masih beraktivitas seperti biasa, mungkin hanya ada pertanyaan dari teman-temannya yang menanyakan kemana perginya Angkasa.

Sore itu Kak Sean membawa Lily pergi membeli es krim rasa strawberry kesukaan Lily, dengan maksud menghibur karena kesedihan Lily yang sangat ketara di mata Sean.

Hari kedua, Lily masih menjalani aktivitas seperti biasa. Tidak ada yang spesial. Seperti yang dikatakan Angkasa, tidak ada satupun kabar darinya karena hp Angkasa disita.

Hari ketiga, Lily mulai bosan menjalani hari. Mama Lily berusaha membujuk Lily untuk memasukan sesuatu ke perutnya yang kosong.

Lily tampak seperti mayat hidup yang tidak memiliki semangat dan ada lingkaran hitam disekitar matanya.

Hari keempat, Lily terbangun dengan mata sembab karena merindukan Angkasa.

Hari kelima, trauma Lily kambuh dengan alasan yang tidak jelas saat Lily sedang sibuk melamun. Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, Lily tidak memiliki semangat untuk menjalani hari.

Weekend yang seharusnya Lily gunakan untuk bermalas-malas diatas ranjang empuk tidaklah terlaksana. Lily memiliki janji dengan Intan sore ini di cafe milik adiknya, Sindi.

Sebenarnya Lily malas, tapi Lily hanya ingin menyelesaikan kesalah-pahaman tentang hubungannya dan Kak Sean. Lily berdoa dalam hati, semoga Intan dan Sindi menemuinya bukan untuk menambah keributan ataupun membuat masalah baru untuk Lily.

Saat Lily memasuki kawasan cafe, Intan melambaikan tangannya kearah Lily. Lily segera menghampiri Intan yang sudah lebih dulu duduk di sebuah meja yang terletak persis disamping tembok kaca, sehingga view taman samping cafe terlihat.

"Ngapain berdiri aja, duduk Ly." Lily dengan kaku duduk dihadapan Intan.

"Aku udah pesenin kamu ice happy strawberry, aku gak tahu kesukaan kamu apa. Aku harap kamu suka."

Lily tersenyum. "Aku suka kok yang gratis." Ucap Lily sembari menyeruput es yang sudah Intan pesankan itu. Rasanya aneh tapi enak, perpaduan soda dan yogurt strawberry yang unik.

"Aku kira kamu bakal kesini sama Angkasa."

"Angkasa? Dia... lagi diluar negeri."

"Wah, karir modelnya udah masuk sampai pasar global?" Lily terbatuk-batuk. Jika memang seperti itu Lily tidak akan merasa berat melepas Angkasa pergi. Lily khawatir apakah Angkasa akan bisa menikmati pelatihan di perusahaan papanya yang bercabang di Dubai itu.

"Bukan kak, Angkasa ada pelatihan di perusahaan papanya yang diluar negeri."

"Oh ya? Berbisnis juga rupanya." Lily tersenyum kikuk, Lily merasa tidak berhak mengatakan semua hal kepada orang lain jika Angkasa berniat berhenti menjadi model. Lebih baik Lily diam sejenak, sampai Angkasa sendiri yang mengumumkan.

"Jadi.. kak Intan ngapain ngajak Lily ketemuan disini?"

"Mau minta maaf." Baik Intan maupun Lily menoleh pada sosok yang kini berdiri disamping meja mereka.

"Kakakku mau minta maaf sama kamu Ly. Dia ini susah ngomongnya. Dari sini kakak sendiri yang terusin." Ujar Sindi sembari meletakkan dua potong rainbow cake di meja. Lily bisa melihat, Intan sedang menggertak adiknya melalui tatapan. Sedangkan Sindi memilih acuh dengan kakaknya.

"Ini Ly, gratis dari aku. Hitung-hitung permintaan maafku waktu aku buat masalah di cafe ini."

"Ok, gak masalah. Udah kelewat juga. Btw, thanks buat cake-nya." Lily menarik satu potong cake yang ada dihadapannya dan mulai melahapnya.

"Selesaikan?" Intan mendorong Sindi untuk segera pergi dari sana.

"Ly, kalau kesini bilang aja kamu kenalanku. Biar dikasih diskon." Lily mengacungkan dua jempolnya untuk Sindi. Setelah perjuangan panjang Intan mengusir Sindi, akhirnya adiknya itu pergi membawa nampan bersamanya.

Intan hanya bisa terdiam setelah kepergian adiknya, Sindi. Sambil menatap Lily yang sibuk mengiris dan melahap cake kedalam mulutnya.

"Kak Intan mau minta maaf?"

"Iya Ly, kakak..."

"Gak usah minta maaf." Potong Lily cepat. Intan mengernyit bingung, tadi Sindi lancar-lancar saja. Kenapa Intan malah tidak diperbolehkan meminta maaf?

"Kenapa Ly? Kakak kan salah sama kamu. Jadi kakak berniat minta maaf sama kamu."

"Aku tahu kakak salah. Tapi kakak gak perlu minta maaf. Karena pas itu aku langsung balas perbuatan kakak. Kakak lupa?" Intan memutar otaknya, apa mungkin saat Intan terjatuh dan terkena tumpahan greentea?

"Ingatkan? Perbuatan kita sama, jadi kita gak berhutang apapun oke?" Intan mengangguk mengerti, disaat orang lain mungkin akan memanfaatkan rasa bersalah Intan, Lily justru menganggap hal itu layaknya hal biasa.

"Kakak gak makan cake-nya?" Tanya Lily yang membuat Intan melirik piring kecil dihadapan Lily yang sudah kosong.

"Makan aja Ly punya kakak. Kakak gak suka cake, bikin gendut nanti jerawatan." Dengan senang hati Lily mengambil cake milik Intan.

"Makan sekarang, kalau besok jerawatan ya fikirin besok aja pas jerawatnya beneran muncul." Intan terkekeh.

Intan jadi tahu apa yang membuat Lily begitu spesial. Memang penampilan Lily itu acak-acakan dan bisa dibilang kurang merawat diri atau kurang mengapresiasi diri sebagai seorang perempuan. Yang hanya menggunakan celana jeans dipadu dengan kaos oversize, wajahnya natural tanpa make up sedikitpun.

Tapi mengenal Lily lebih dalam, Intan  tahu hati yang Lily miliki sangat hangat merangkul orang-orang yang ada disekitarnya. Bahkan senyumannya sangat cerah bagai cahaya matahari di pagi hari, seolah mengatakan yang kemarin adalah kemarin yang hari ini ayo kita lalui bersama demi hari esok yang lebih baik. Sayangnya itu tidak berlaku untuk traumanya.

Lily bukan orang pemaaf, mengingat Lily suka membalas perbuatan orang padanya dengan setimpal. Justru melalui tindakan balasan yang dilakukan Lily, itu menunjukkan secara langsung kesalahan mereka yang berbuat salah.

"Makannya pelan-pelan Ly. Segitu sukanya sama yang manis-manis?"

"Gak terlalu sih, cuma ini tuh pembangkit mood yang lagi sedih aja." Intan terkikik geli.

"Sedih banget ya ditinggal Angkasa?"

"Banget." Lily mendelik, ada apa dengan ucapannya? Lily kan sudah berjanji untuk mendukung segala keputusan yang Angkasa buat.

"Mulai sekarang Kak Intan gak usah khawatir lagi sama Kak Sean. Kita itu beneran clean, gak ada hubungan apa-apa kecuali tetanggaan yang udah kayak saudara. Itu aja. Aku akhir-akhir ini juga udah jaga jarak sama Kak Sean. Kemarin aku diajak buat beli nasi goreng tengah malem aku gak mau kok. Beneran." Intan terperangah, ucapan yang Lily lontarkan mungkin akan jadi rap jika sedikit dinadakan.

"Gak segitunya juga Ly. Kamu tetep boleh kok main sama Kak Sean. Asal jangan keblabasan aja." Lily mengangguk paham, lalu kembali fokus menghabiskan cakenya.

"Sampein makasih kakak ke temen kamu yang punya restoran di mall itu ya? Udah bantu kakak ngeblok video biar gak kesebar, jadi secara gak langsung Sindi udah kebantu banget."

"Doni? Oke."

"Sebenernya Ly, kakak kesini mau kasih tahu kamu kalau besok kakak mau pergi ke Korea. Ada pertukaran mahasiswa jadi kakak kepilih buat pergi." Lily terdiam sejenak.

"Kak Sean tahu?"

Intan menggeleng lemah. "Jangan kasih tahu Kak Sean ya Ly kalau besok kakak mau pergi ke Korea. Soalnya kita udah putus."

"Gara-gara Lily ya?"

"Enggak kok. Tenang aja. Jangan fikirin omongan kakak waktu itu. Kak Sean bilang mau nata hati dulu dan mau balik lagi ke kakak. Cuma kakak udah gak terlalu berharap, takut jatuh." Lily tersenyum, ikut sedih mendengar hal itu dari Intan karena Lily sebenarnya sangat mendukung hubungan mereka.

"Makasih udah mau dateng Ly, kakak pamit dulu. Masih banyak yang perlu disiapin buat besok." Lily mengangguk sembari menatap kepergian Intan.

"Kak!" Panggil Lily pada sosok cantik yang berjalan sambil menunduk itu.

Intan menoleh. "Kenapa Ly?"

"Cake emang bisa bikin jerawatan?" Intan terkekeh. Lily masih saja bisa membuatnya tersenyum dengan ucapan ajaibnya.

"Kalau kebanyakan kalori, lemaknya bisa lari ke wajah dan jadi jerawat." Intan tersenyum lalu melangkah keluar dari cafe, meninggalkan Lily yang ketakutan karena jerawat yang mungkin muncul sambil meraba-raba kedua pipinya.