Aya duduk sambil meluruskan kakinya di atas ranjang rumah sakit. Kedua tangannya bersedekap dan kedua maniknya menatap tajam dua manusia yang sedang berdiri di hadapannya. Aya kesal bukan main karena Tian dan Wati mengingkari janji mereka untuk membiarkan Aya pulang ke rumah. Ah tidak, tepatnya hanya Tian.
Sudah satu malam Aya menunggu, namun tidak kunjung mendapatkan izin untuk pulang. Wati juga sudah berusaha membantu Aya keluar, namun apa dayanya? Tian terus berada di ruangan ini, seolah-olah tidak memiliki rasa kantuk dan terus memperhatikan Aya.
Daripada itu, Aya sebenarnya semakin takut jika mimpi itu akan menjadi kenyataan jika Aya tetap berada di sini. Seharusnya malam ini Aya pergi ke Amerika, tapi Tian benar-benar membuat Aya tidak bisa berkutik dengan mengirim uang ke rekeningnya dengan jumlah dua kali lipat dari harga tiket yang sudah Aya beli.
