Chereads / My Destiny from the Dream / Chapter 24 - Berdenging

Chapter 24 - Berdenging

"Kenapa kamu bilang ini ke saya? Bukannya saya sudah mengutus orang dari perusahaan untuk menanganinya?"

Aya benar-benar ingin menjambak orang di depannya. Aya menarik nafasnya dalam-dalam, Aya tidak suka dengan nada bicara pimpinan atau bos ini.

"Kenapa kamu pucat seperti itu? Apa aku menyeramkan?" Aya mendelik mendengar ucapan bapak pimpinan didepannya.

Aya terpaksa memakai lipstik berwarna nude milik Wati setelah tau bibirnya kering parah karena memakai lipstik expayed itu. Beruntung lipstik milik Wati sangat mate, bisa menutupi bibir keringnya yang sudah seperti gurun sahara, juga warna biru seperti lautan dalam di bibirnya.

"Maaf pak, saya kesini untuk mendapat tindak lanjut dari bapak. Karena bawahan yang bapak tunjuk itu tidak bertanggung jawab. Kami sudah mengikuti arahannya selama ini dan sudah hampir final. Bapak bisa lihat versi trialnya melalui ini." Aya memberikan ipadnya dan membuka contoh aplikasi yang sudah dibuatnya. Pimpinan itu terdiam sesaat, meneliti dan mengutak-atik ipad Aya.

"Ini sudah bagus." Aya menghela nafas lega mendengarnya. "Sangat bagus malah."

"Maka dari itu pak. Saya dan tim saya kurang paham dimana kita membuat kesalahan sehingga menyebabkan kami harus merombak dari awal tanpa diberi perpanjangan deadline. Padahal kami tidak meminta bayaran lebih jika mengulang dari awal, hanya saja deadline itu memberatkan kami."

"Begini, masalahnya saya juga kurang mengerti kenapa bawahan saya tidak menyetujui aplikasi yang sudah sempurna ini."

"Lalu bagaimana pak?" Aya memperhatikan bos Genie yang menekan tombol di telfonnya untuk menghubungi sekretarisnya. Ya, siapa lagi yang menjadi pesuruh seorang bos.

"Kita tunggu sebentar, Bu Yunita, bawahan saya yang saya utus untuk menentukan ini akan segera datang. Sekalian saya ingin tahu alasannya berbuat hal yang rumit itu."

"Baik pak."

Aya bisa mati bosan jika begini, karena semenjak kedatangannya di kantor Genie, pekerjaannya lebih banyak menunggu.

"Siang pak. Bapak panggil saya?" Kevin mengangguk dan mempersilahkan Bu Yunita untuk duduk disamping Aya.

Aya tidak akan lepaskan wanita yang membuat timnya kelabakan setengah mati. Aya menatap tajam wanita disampingnya dan Bu Yunita yang ditatap Aya merasa risih dan tidak nyaman karenanya.

Tentu saja Bu Yunita tidak nyaman dengan tatapan mata dari orang asing yang mungkin baru pertama kali ditemuinya ini. Karena selama ini sama seperti bos Kevin, Aya juga meminta Vano atau Angel yang menemui Bu Yunita ini.

"Perkenalkan Bu Yunita, ini Aya, ketua tim proyek peluncuran aplikasi di hari jadi perusahaan." Aya bisa melihat sorot wajah yang terkejut, namun dengan pintarnya Bu Yunita menyembunyikan ekspresinya.

"Saya dengar, Bu Yunita meminta perombakan dari awal. Padahal saya lihat, aplikasinya sudah sangat sempurna dan Bu Yunita juga tidak memberi waktu tambahan untuk mereka." Aya menunggu jawaban yang keluar dari mulut Bu Yunita.

"Itu... karena aplikasinya cacat pak."

"Cacat? Apa kamu gagap teknologi?" Sewot Aya tidak terima, jujur Aya belum pernah berkata kasar pada orang yang lebih tua darinya.

"Saya memang tua, tapi saya tidak buta akan pengetahuan komputer."

"Mba Aya tenang dulu ya, sekarang tolong tunjukan sama saya dibagian mananya yang cacat." Bu Yunita mendorong ipad Aya kearah bosnya kembali.

"Maaf bos, saya rasa gak perlu." Suasana menjadi hening, ketika mesin faximile bergerak otomatis menerima dokumen masuk.

"Kenapa? Beri saya alasan konkrit kenapa kamu meminta perombakan awal dan meminta tambahan anggaran untuk perombakan itu padahal tim proyek tidak meminta dana tambahan untuk perombakan, timnya hanya meminta tambahan waktu." Aya memperhatikan Bu Yunita yang mulai terlihat tidak fokus, menatap kesana kemari dengan tangan yang terkepal kuat, dan dahinya dipenuhi keringat padahal ruangan ini begitu dingin.

Bu Yunita semakin membulatkan mata dikala Kevin memberikan kertas yang diterimanya tadi dari faximile.

"Anehnya anggaran tambahan itu tidak tercantum di laporan yang Bu Yunita berikan sehari yang lalu, sedangkan tambahan anggaran sudah diminta dua hari yang lalu." Entah mengapa Aya puas melihat Bu Yunita yang ketakutan seperti ini. Bu Yunita seperti telah melakukan pelanggaran besar dan ketahuan oleh bosnya.

"Bagaimana kamu bisa menjelaskan ini?" Aya yakin, Bu Yunita sekarang sedang pusing tujuh keliling karena terus diberi pertanyaan yang memberatkannya.

"Maafkan saya pak." Seketika Aya dan Kevin berdiri dikala Bu Yunita turun dari kursi dan berlutut dilantai.

"Saya minta maaf pak, bu."

"Kenapa minta maaf? Berdiri dan jelaskan apa yang terjadi." Bu Yunita dengan cepat berdiri, namun dengan kepala yang tertunduk.

"Saya minta maaf pak. Sebenarnya.. yang terjadi adalah saya memang meminta anggaran untuk proyek graha utama tapi selalu ditolak karena sudah melebihi jumlah yang seharusnya sedangkan proyek tersebut masih terus berjalan. Lalu saya akali dengan meminta anggaran atas proyek aplikasi pak. Sekali lagi maafkan saya."

"Sekarang silahkan keluar dulu, besok lagi tolong laporan ke saya, sayakan bisa berikan akses lebih untuk pengambilan anggaran tanpa harus ada kejadian seperti ini."

"Baik pak, sekali lagi maaf pak bu." Aya memperhatikan kedua manusia itu tidak percaya, pimpinan ini terlalu baik hati untuk tidak memberi hukuman pada bawahannya yang menyebabkan kesalahan pada orang lain.

"Pak, bapak terlalu baik hati untuk melepaskan bawahan bapak begitu saja."

"Itu urusan saya untuk menghukum bawahan saya." Aya mengulum bibirnya kuat-kuat, merasa telah okut campur kedalam masalah kantor orang lain.

"Jadi bagaimana dengan proyeknya pak? Apakah perlu diulang?"

"Aplikasinya sudah bagus, saya rasa tidak perlu mengulang, saya cuma punya satu permintaan untuk ubah bagian keranjang belanjaan menjadi lebih simple, juga tambahkan fitur bantuan."

"Hanya itu saja pak?"

"Iya itu saja." Aya bersiap membereskan bawaannya dan pamit pergi.

"Baik pak terima kasih, lima hari lagi sebelum deadline kita akan beri versi finalnya pak."

"Ah satu lagi, sepertinya saya lebih muda dari kamu. Mulai sekarang panggil aku Kevin dan jika butuh hal lain silahkan hubungi saya saja." Tubuh Aya membeku, tanpa sadar telah mengenal lebih banyak orang tanpa Ia duga. Telinganya berdenging keras, membuatnya berhenti berjalan keluar.

"Ada apa Ya?" Aya menggeleng.

"Tidak ada pak, saya permisi dulu." Aya menahan dirinya sekuat tenaga untuk bisa berjalan keluar dari ruangan itu.

Dengingan di telinganya membaik dikala Aya melihat raut wajah khawatir dari Vano dan Angel. Sepertinya mereka merasa bersalah karena hanya bisa duduk diam disini.

Aya berlari kearah mereka.

"Gimana Ya?" Tanya Angel yang terlihat sangat khawatir.

"Gak jadi dirombak." Angel dan Vano membulatkan mata mereka sempurna.

"Beneran?" Aya mengangguk antusias, setelah itu mereka saling berpelukan, berputar dan meloncat-loncat kegirangan. Sungguh mereka tidak akan lagi kelimpungan mengulang proyek dari awal.

"Tapi kita gak boleh santai, si bos minta kita nambahin beberapa fitur dan merubah beberapa tampilan jadi lebih simple."

"Siap laksanakan." Ujar Vano dan Angel bersamaan. Aya menyeret kedua anggota timnya itu untuk berjalan keluar dari gedung.

"Yang penting gak ngulang dari awal. Bahu aku rasanya udah kayak batu, kenceng banget dari hari senin." Dengan sigap Vano berjalan dibelakang Angel dan mulai memijit bahunya.

Aya terkekeh melihat interaksi lucu antara keduanya.

Sekarang bagaimana cara Aya mencegah mimpi yang mungkin nanti malam akan menghampirinya. Aya menatap langit mendung diatasnya, firasatnya tidak baik tentang hal ini.

"Mbak Aya. Ayo." Teriak Angel yang sudah berada di depan mobil milik Vano. Aya memaksakan senyumannya dan berlari menghampiri mereka.