Zanna dan Kania masih duduk di sofa menunggu si empunya ruangan datang setelah meeting yang dadakan yang harus dihadiri Kenan.
"Ma'af kak, perkenalan kita kemarin tidak mengesankan. Aku hanya ingin tahu kak Kiran itu seperti apa, makanya aku mengikuti kak Kenan ke Bali tanpa sepengetahuannya. Kak Kenan beberapa hari ini terlihat bahagia. Mama dan papa menjadi heran dengan perubahan kak Kenan." Penjelasan Kania setelah tidak tahan dengan kebisuan diantara mereka berdua.
"Hah? Maksudnya?" Zanna tidak mengerti arah pembicaraan Kania. Kania yang terlihat menggebu - gebu ketika membicarakan Kenan membuat Zanna merasa tidak nyaman.
"Kak Kiran, Kinan boleh kan panggil kakak dengan sebutan Kak Kiran?" Zanna mengangguk mengijinkan.
"Kak Kenan dulu adalah anak laki-laki yang sangat nakal. Papa dan mama sudah tidak sanggup lagi mendidik kak Kenan sampai suatu saat kak Kenan berubah menjadi anak yang jarang keluar malam dan lebih sering tinggal di rumah. Biasanya kak Kenan itu tidak pernah jenak berada di rumah, dia selalu pergi clubbing bersama teman-temannya. Papa menyelidiki perubahan kak Kenan dan Papa mengetahui hubungan kak Kenan dan kak Kiran dulu. Papa mencari tahu semuanya, awalnya Papa sudah merasa lega dengan perubahan kak Kenan ke sisi yang sangat positif tapi sampai ketika kak Kenan pulang dalam keadaan mabuk dan wajahnya babak belur dipukul, disitulah Papa dan Mama kembali kecewa." Kania menghembuskan nafas, pikirannya melayang disaat Kenan kembali terpuruk, Kenan yang kehilangan pegangan hidupnya. Sosok yang sangat Kania sayangi menjadi pria yang gampang marah, dingin dan enggan bersosialisasi dengan yang lain.
"Lalu?" Zanna penasaran dengan kelanjutan cerita yang Kania mulai. Sisi Zanna yang lain menginginkan informasi yang akan diberikan Kania tentang Kenan.
Kania menatap Zanna dengan lembut. Senyuman Kania membuat Zanna semakin penasaran.
"Kakak berubah menjadi pria yang sangat dingin dan lumayan menjengkelkan. Pria itu terpuruk cukup lama. Sampai Mama dan Papa berniat untuk menjodohkan kakak dengan anak rekan kerja Papa, tapi kak Kenan menolak dengan alasan hatinya sudah terisi penuh dengan seseorang."
Zanna melongo mendengar cerita dari Kania. Hatinya terasa tercubit saat Kania mengatakan, hati Kenan sudah terisi penuh oleh seseorang. Dalam hati Zanna bertanya, Lalu hubungan mereka sekarang ini apa, jika Kenan hati Kenan sudah terisi? Entahlah, mendengar cerita yang dikatakan oleh Kania membuatnya semakin sakit hati. Kenan memang hanya menjadikannya sebuah prlampiasan nafsu saja.
"Kak.... Kakak masih mencintai kak Kenan kan?" Tanya Kania membuyarkan lamunan Zanna tentang Kenan.
"Hah? Oh... Tidak. Semua hanya masa lalu."
Kania menganggukkan kepala berusaha mengerti meski sudut hatinya menginginkan Kenan dan Zanna kembali bersama.
Ponsel Zanna kembali berdering. Layar ponsel Zanna memunculkan nama Sofia, bos Zanna dibagian keuangan. Zanna pamit kepada Kania untuk mengangangkat panggilan dari Sofia dan berlalu menjauh.
Zanna membuka pintu besar di depannya ternyata Sofia memintanya untuk segera menemuinya. Zanna kembali dalam ruangan Kenan dan berpamitan dengan Kania, berharap dia masih bisa bertemu lagi dengan gadis cantik di depannya itu.
"Ehm, Kania... Sorry aku harus turun dulu. Bos aku manggil untuk menghadap."
"Lalu? Kak Kenan bagaimana? Nanti dia marah?"
"Nanti biar aku yang bilang. Bos aku bilang ini penting sekali. Ada rapat dadakan yang harus aku hadiri." Kania akhirnya mengangguk mengijinkan. Kania tahu jika Zanna tidak ingin terlihat spesial atau aneh jika berada diruangan sang CEO sedikit lama.
***
Zanna sudah berada di ruang meeting yang tadi dikatakan oleh Sofia. Kenan duduk dimeja paling ujung. Tatapan matanya terlihat datar seperti mereka tidak saling kenal. Apa yang dilihat oleh mata Zanna saat ini menguatkan asumsinya bahwa wanita yang sudah mengisi hati Kenan bukanlah dirinya. Pandangan Kenan dan Zanna sesekali bertemu tetapi Kenan selalu memasang muka datarnya.
"Bagaimana anda bisa salah dalam memasukkan angka di sini, Nona?" Tegur Kenan kepada Zanna selaku pembuat laporan menyadarkannya dari lamunan yang baru saja mengisi pikirannya.
"Ya?"
"Apakah anggota rapat diperbolehkan melamun saat meeting dilaksanakan? Jika anda sudah tidak mau bekerja disini silahkan menulis surat pengunduran diri anda." Kata-kata yang Kenan keluarkan membuat semua yang ada didalam ruangan itu tertunduk terdiam. Zanna menatap tidak percaya kearah Kenan. Menekan rasa sesak di dadanya saat mendengar ucapan Kenan.
"Ma'af. Baiklah. Dibagian mana yang menurut Bapak salah? Saya sudah berkali-kali meneliti sebelum menyerahkannya kepada ibu Sofia. Dan ibu Sofia juga sudah memeriksanya. Mungkin anda belum benar-benar mengetahui cara membuat laporan ini." Zanna menantang. Peserta rapat lainnya menatap tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Bagaimana bisa Zanna melawan atasan mereka? Apakah Zanna sudah bosan bekerja disini?
"Saya minta semua data dari semua laporan pemasukan dan pengeluaran secara rinci. Saya beri waktu dua hari untuk menyelesaikannya." Mata Sofia membulat, apakah Zanna bisa menyelesaikan semua yang diminta dalam waktu yang ditentukan?
"Baiklah. Akan saya siapkan segera."
"Jika dalam waktu dua hari anda belum menyerahkan data itu, silahkan memberikan surat pengunduran diri anda dan berikan kepada saya langsung." Ucap Kenan dingin. Pria itu masih menampilkan wajah datar dan dinginnya membuat semua orang yang ada diruangan itu merasa takut memandang wajah Kenan secara langsung.
Rapat ditutup dengan permintaan Kenan yang harus segera Zanna laksanakan. Zanna ingin sekali mencabik-cabik wajah dingin yang sayangnya tampan itu. Tanpa menunggu teman-temannya, Zanna melangkah keluar menuju ruangannya. Zanna yang kesal berjalan tanpa melihat arah. Tubuhnya hampir terjungkal menabrak sesuatu, tapi untung ada seseorang yang memegangi pinggangnya, menahan Zanna agar tidak terjatuh.
"Are you oke?" Tanya orang itu kepada Zanna. Zanna menetralkan degup jantungnya yang berpacu sangat cepat dengan memejamkan matanya.
"Yes, i'm oke."
"Anna?" Zanna menoleh melihat orang yang memanggilnya. Matanya membulat. Zanna bertemu dengan sahabat kecilnya.
"Kamu benar Anna?"
"Tobi...!! Ya Tuhaan..... Sudah sangat lama kita tidak bertemu." Zanna memeluk Tobi erat. Sahabat kecilnya yang dulu bersekolah di luar negeri.
"Anna?"
"Heemm? Apa?"
"Kamu beneran Anna kan? Zanna Kirannia, gadis yang dulu pipinya kayak bakpau tapi sekarang??" Toby bersiul menggoda Zanna dan membuat Zanna tersipu malu.
"Diam kamu! Kamu ada urusan apa disini?" Tanya Zanna heran dengan kedatangan Tobi.
"Aku ada meeting dengan CEO perusahaan ini." Jelas Tobi masih dengan tatapan bahagia bertemu dengan Zanna setelah sekian lama.
"Kamu sendiri? Kenapa ada disini?"
"Aku salah satu karyawan disini."
"Hah? Kenapa tidak ditempat Papamu saja? Kenapa harus kerja di perusahaan lain?" Tobi bertanya heran. Pertanyaan Tobi hanya dijawab dengan senyum oleh Zanna membuat Tobi semakim gemas dan kembali memcubit pipi Zanna.