Chereads / RMAREY / Chapter 17 - CIAO ADIOS

Chapter 17 - CIAO ADIOS

Ah, tak terasa... UKK tinggal 2 hari lagi. Aku senang bisa melewati semua ini dengan baik, meski dengan gips yang tak boleh ku lepas. Yapp!! Seminggu lagi gips ini akan enyah dariku.

Dan di antara kesenanganku... ada satu hal yang membuatku tak tenang, RMARE. Dia kenapa ya? Kurasa semakin hari dia semakin kurus, dan sepertinya ada benjolan kecil di kepalanya. Beberapa temanku pun sadar kan hal itu, tapi tak ada yang berani bertanya.

Akhir akhir ini RMARE sering sekali pulang telat, entah karena apa. Dan sampai suatu hari aku mengintipnya dari jendela kelas, dia meminum beberapa obat, lalu mengeluarkan kertas dan pulpen. Dia menulis sesuatu, sambil ter isak isak, dan melihat itu aku ikut menangis.

RMARE, entah ada apa denganmu... tapi kurasa itu sesuatu yang tak baik. Dia terlihat tidak sehat, wajahnya pucat, selalu. Aku ingin menghampirinya, tapi tak kuasa ku langkahkan kaki saat melihatnya dengan kondisi begitu. Beberapa saat setelah dia menangis sambil menulis surat, tangan nya gemetar, hidungnya mimisan. Oh RMARE... kau kenapa??? Tak bisa kah kau ceritakan sesuatu padaku???

Seminggu berlalu, UKK selesai, bagi rapot pun sudah. Ada yang aneh dengan rapotku kali ini, di kolom 'pesan guru', tertulis kata kata dan ucapan selamat 'Rey Drude. Ranking 1 kelas 10C. Selamat dan sukses nak, pertahankan prestasimu!'. Aku tersentak, HAH?? aku ranking satu? Lalu bagaimana dengan RMARE? dia tak terkalahkan bukan??? Ya.. meski ulangan dulu nilaiku dan RMARE tak beda beda jauh sih.

Besoknya, aku kontrol lagi ke rumah sakit. Gips ku di buka, perban nya di ganti. Yeah! Akhirnya aku bisa lepas dari benda itu. Aku senang, sangat senang. Sampai tiba tiba terbesit kabar bahwa RMARE mengidap tumor otak

"Rey, mau ikut ayah sama ibu gak besok siang?" Ucap ibu

"Hah? Ke mana?" Ucapku

"Nengokin anak temen ayah" ucap ayahku menimpali

"Ngapain? Enggak ah!" Tolak ku

"Yeehh... tapi dia pengen kamu dateng!" Ucap ayah lagi

"Huuffth.. ngajak kok maksa. Lagian emang dia siapa sih?" Tanya ku

"Rizky. Bukanya dia temen sekelas kamu juga?" Ucap ayah

Sejenak, aku berfikir. Rizky?? Temen sekelas?? Siapa? Bukankah hanya ada satu Rizky di kelasku? Itupun dipanggil nya RMARE, bukan Rizky.

"RMARE maksudnya?" Ucapku

"Nah, itu. Nama asli nya Rizky kan?" Tanya ayah

"Hah?? Serius? Dia sakit??? Kenapa??" Tanya ku spontan. Tak mempedulikan pertanyaan ayah

"Emang nya gak ada cerita gitu?" Ucap ayah balik bertanya

"Iihhh!! Jawab dulu. Dia sakit apa??" Ucapku panik. Dengan tubuhnya yang semakin kurus, tangan nya yang gemetar, dan hidungnya yang mimisan, dia tak mungkin sakit biasa.

"Tumor otak" ucap ibu pelan

Aku tersentak. Hah??? Mana mungkin dia merahasiakan sesuatu sebesar itu padaku?. Aku nyaris menangis, membayangkan betapa tersiksa nya dia sekarang. Iya sih, akhir akhir ini dia menghilang tanpa kabar. Kata teman temanku dia gak bisa di hubungi.

"Hah? Bohong!" Ucapku asal tuduh

"Yeeeh.. masa ibu nngebohongin anak sendiri?" Ucap ibu

"Sudah stadium berapa??" Tanya ku panik

"Tuh kan panik. Makanya ikut besok!" Ucap ayah memotong

Tentu saja aku langsung meng iya kan. Aku ingin bertemu dengan nya. RMARE, kau... diabalik diam mu, dibalik hilang nya kabarmu, dibalik isakan tangismu.. kau sembunyikan hal se besar ini?. Dan.. tunggu!!!, RMARE anak temen ayah??? Pantesan dia bilang udah kenal aku sejak lama, pantesan dia kesel waktu Adit bilang paling ngerti aku.

Esoknya, pagi pagi sekali. Ibu membeli buah segar dan sayuran di toko depan gang. Dan setelah Dzuhur, kami sekeluarga menjenguk RMARE di rumahnya. Saat sampai di rumahnya, orang tua RMARE mempersilakan masuk, dan bertanya apa mau ngobrol di kamar RMARE saja.

Awalnya orang tua ku menolak, katanya ingin membiarkan RMARE istirahat. Tapi ibu RMARE melihat raut wajahku yang berkata lain. Akhirnya orang tua RMARE menyuruh ayah, ibu, dan aku untuk ke kamar RMARE. Dengan satu pertanyaan sebelumnya

"Ini Rey ya?? wah... tinggi sekarang mah" ucap ayah RMARE. Aku hanya menangguk.

Saat sampai di kamar RMARE, ayah RMARE menyuruhku melihat RMARE lebih dekat. Dan yang lain nya mengobrol cukup jauh dari kasur RMARE.

Dari jarak jauh pun, aku sudah bisa melihat tubuh kurus RMARE yang terkulai lemah. Aku ter isak saat melihat keadaan nya. Yang mungkin sudah tak ku kenali. Aku berdiri di sebelah ranjang kasur, tak bisa menahan air mata. Aku menangis, banyak sekali air mata yang keluar, baju ku basah. Aku melihat kursi di sebelahku, menariknya, lalu duduk. Aku tak tahan melihat kondisinya, terus menangis.

RMARE, dengan tubuh gagah yang dulu menyelamatkanku, dari badai dan gempa maha dahsyat itu. RMARE, dengan wajah cool nya dia marah di bilang jelek, kesal ada yang lebih mengerti aku, berusaha melindungiku dari gosip kelas. RMARE, dengan baik nya dia yang menemukanku di warung saat itu, menanyakan keadaan ku. RMARE, yang dari dulu sangat sering menjaili ku, tapi sekarang? Dia terkulai lemah tak berdaya. Bahkan untuk bicara pun sulit.

"RMARE... yang kuat ya. Aku yakin kamu pasti sembuh! semangat terus!!!" ucapku patah patah, masih menangis

Aku melihat matanya berkaca kaca, lalu meneteskan air mata. Dari sini, dengan jarak sekitar 4 jengkal, aku mendoakan nya. Mengirim Al - Fatihah untuknya, An - Nas, Al - Ikhlas, dan Al- ma'surat pendek. RMARE, rasanya aku tak melihat ada daging di tubuhnya. Benjolan di kepalanya semakin besar.

Aku kembali teringat. Dia orang paling judes saat aku baru pindah sekolah, orang paling pinter di kelas, paling cool, paling cakep, paling baik, dan yang terakhir ku sadari... paling perhatian. Dan kenapa aku baru bisa mengakuinya saat dia mulai lemah? Kenapa aku baru menyadari bahwa aku membutuhkan nya? Bahwa aku amat menyayangi nya? Kenapa saat dia sudah se menderita ini aku baru sadar dia memang mengenalku sejak lama? Sekarang, aku percaya. Sangat percaya. Oh Tuhan... kenapa? KENAPAA??

Beberapa lama aku menangis, berusaha membesarkan hatiku menerima kenyataan. Sampai ibu menepuk bahu ku, menyuruhku bergegas pulang. Aku memeluk ibu, masih terisak. Ibu menyuruhku bersabar. Dan ayah mengelus pelan pundak ku, mengajak ku pulang.

Aku baru sadar, mata ku sembab, hidungku merah, dan pipi ku basah. Aku malu pada orang tua RMARE. Tapi mereka mengerti perasaanku

"gak apa apa Rey. RMARE pasti sembuh.. doakan ya." Ucap ayah RMARE menguatkan ku

"Tenang aja, besok besok, kamu pasti bisa ketemu dia lagi" ucap ibu RMARE menimpali

Aku masih menangis, memikirkan segala kemungkinan buruk. Bagaimana jika RMARE tidak sembuh? Bagaimana jika ini pertemuan terakhirku? Bagaimana jika sakitnya malah tambah parah? Bagaimana jika..

Lagi lagi ayah mengelus pundak ku, menguatkan ku. Aku segera pamit, minta maaf telah nerepotkan pada orang tua RMARE. Saat sampai di rumah, aku masih menangis juga, dan baru terfikirkan 'apa yang dia tulis waktu di sekolah? Untuk apa? Untuk siapa?'

Besoknya pagi pagi, ketakutanku terbukti. Kemarin adalah pertemuan terakhirku dengan RMARE, hari ini... pukul 05.23 pagi. RMARE meninggal. Aku terus menangis, menyesali perbuatanku. Andai aku sempat meminta maaf... mungkin hatiku bisa lebih tenang

Jam 10 siang, keluargaku kembali ke rumah RMARE. Kali ini untuk melayat. Aku memakai masker, bukan masker untuk orang sakit.. tapi masker gaya. Warnanya hitam. Aku menggunakan nya hanya untuk menutupi hidungku yang merah, dan pipiku yang basah.

Saat aku sekeluarga akan pulang, ibu RMARE memanggilku. Aku mendekatinya. Dia menyuruhku mengikutinya ke dapur, di dapur sepi. Hanya ada aku dan ibu RMARE.

"Rey... tante cuma mau nyampein amanah, semoga kamu ngerti." Ucap ibu RMARE sambil tersenyum. Ia memberikan sesuatu, semacam buku. Itu kertas kertas yang di jilid dan di laminating. Aku membaca sekilas kertas terdepan, lalu menangis lagi. Kali ini lebih keras.

"Tenang Rey. Doakan dia mendapat posisi yang terbaik" ucap ibu RMARE. Lalu mengajak ku kembali ke halaman depan rumah. Laminatimg itu ku sembunyikan di balik jaket. Ayah merangkul ku, ibu memegang tangan ku. Kami memasuki mobil, pulang.

Sesampainya di rumah, aku langsung ke kamar. Mengambil kertas laminating itu, lalu mulai membacanya. Kertas kertas yang disusun ber urutan, disertai beberapa foto yang berhasil membuatku benar benar menyesal. Membuatku ingin sekali meminta maaf, menggenggam tangan nya, dan berterima kasih.

Tapi apalah dayaku. Sekarang, aku hanya bisa me meluk erat semua kenangan itu, menggenggam kuat kuat seluruh rasa itu, dan terakhir... menghargai seluruh kebaikanya. RMARE, terima kasih atas surat mu, atas foto foto ini, dan atas tenagamu saat membuatnya. Ini mengingatkanku pada masa masa indah itu, sungguh. Ini sangat membuatku terenyuh.

Dan Surat itu berisi...