Aku membaca suratnya perlahan, isinya sungguh membuatku semakin merindukanya. Isinya...
'Untuk dia yang pernah melupakan ku, Rey drude.
Ah... se baik apapun aku sembunyikan kenyataan ini, aku yakin pada akhirnya kamu pasti tahu juga. Bahwa kita memang saling kenal jauh sebelum Adit mengenalmu. Sebelumnya, Maaf aku hanya bisa menemanimu sebentar, karena memang segini waktu yang Allah berikan padaku.
Ya, Rey! Kau benar. Aku memang tak menanggapmu sekedar teman, tapi bukan berarti aku ingin kita pacaran. Aku cuma pengen kamu inget lagi kenangan kita dengan otomatis, tanpa faktor yang ngasih petunjuk jelas. Aku pengen kamu selalu baik baik saja, bahkan sampai di ujung nafas terakhirku, aku gak mau lihat air mata kamu jatuh untuk ke sekian kalinya, dan aku pengen liat kamu tersenyum bahagia karena aku.
Terima kasih untuk 6 bulan yang mengesankan, gak aku sangka aku bisa ketemu perempuan se hebat kamu. Rasanya cepet banget aku harus pergi, tapi sudahlah.. toh aku sudah berusaha bertahan. Dengan surat ini, aku mau kamu tahu beberapa hal tentang aku, beberapa hal tentang kita, dan beberapa hal tentang waktu.
Dimulai dengan hal tentang ku. Mungkin dari awal kamu sudah bisa menduga nya, aku memang suka kamu. Gak cuma suka sih, jujur... berat buat ngomong ini. Tanggung jawabnya itu lho. Tapi mungkin aku harus kasuh tahu ini ke kamu. Aku sayang kamu, aku cinta kamu. Maaf, maaf banget! Bukanya aku mau jadi PHP, tapi masa iya aku mau lamar kamu sekarang? Aku sih mungkin aja.. lah kamu? Pasti nolak.
Kamu menarik, bahkan sejak awal kita ketemu. Waktu dulu kamu mbull banget!, haha.. lucu di inget. Tapi sekarang? Wah wah... bahkan pipi kamu aja tirus. Kamu unik, dengan kidalnya kamu, dengan kamu bisa nulis pake dua tangan, dengan kamu menguasai sangat banyak bahasa. Dengan rendah hatinya kamu, kamu lebih hebat dari aku. Kamu bisa banyak bahasa, tapi kamu gak pake sehari hari untuk menjatuhkan orang lain. Namanya perempuan biasanya pengen di puji kan? Sengaja nunjukin ke hebatan dia. Tapi kamu enggak. Kamu tetap menghargai yang lain, kamu bergaul sama yang lain. Dengan sabar nya, kamu menghadapi cobaan yang menurutku tak mudah. Seperti saat kau kehilangan sahabatmu, atau (maaf) saat orang tua mu hubungan nya terguncang (aku tahu itu. Jangan coba coba sembunyikan apapun dariku!), saat rumahmu kemalingan, saat ibumu sakit, saat tangan mu patah, saat murid satu sekolah mencibir, dan saat kehilangan aku (?) Hahaha, santai. Yang terakhir, aku hanya bercanda.
Aku kangen sama kamu. Atau lebih tepatnya, aku kangen saat saat kita ketawa bareng, waktu di warung itu, dan waktu kamu baru masuk sekolah baru. Aku pengen kita bisa menjelajah dunia bareng, menggunakan semua bahasa yang kita bisa, membantu seluruh anak negeri mencintai dunia bahasa. Dari dulu, aku pengen ngasih tahu itu ke kamu, tapi kamu judes, aku jadi males.'
Lembar berikutnya.
'Rasanya baru kemarin kita ketemu, baru 6 jam lalu gempa dahsyat itu, baru 3 jam lalu tanganmu patah, dan beberapa detik lagi mungkin kita akan berpisah. Maaf, Aku gak bisa ngomong soal penyakit ini ke kamu, karena aku tahu kamu pasti panik. Kamu pasti larang larang aku sekolah.
Tentang kita. Kamu ingat kita pernah main pasir bareng di pantai? Kamu inget kita pernah ketemu di jembatan? Kamu inget aku pernah ngetawain kamu di aula besar? Sepertinya enggak ya? Karena aku juga gak inget. Sampai semua butki dan memory bersatu, menggambarkan siluet wa. Aku kangen kamu yang mbul, hihihi. Dulu kita main bareng, seru seruan bareng, tanpa harus peduli kita berhadapan dengan siapa. Sekarang? Kamu pasti jaim pergi bareng aku.
Tentang waku. Sekitar 14 tahun yang lalu kita ketemu, tanpa sadar dimana keberadaan kita. Lalu sekitar 8 tahun yang lalu kita ketemu lagi, tanpa peduli siapa lawan bicara kita. Dan 6 bulan yang lalu kita kembali bertemu, tanpa peduli siapa kita. Tapi tiba tiba tumor itu datang, mengambil alih tubuhku, menyebar hingga pelipis, dan bahu, tanpa peduli perasaanku.'
Aku menangis, hampir setiap paragraf dia bilang dia akan pergi. Itu sama saja dia bilang kalau dia mau meninggalkanku. Dia mengungkit ngungkit soal penyakitnya, yang tentu saja tak ingin ku bahas. Nafasku sesak, hidungku mampet. Aku pergi ke wastafel untuk membasuh muka, lalu kembali ke kamar. Dan melanjutkan membaca suratnya
'Rey, jangan nangis, kamu bukan satu satunya orang yang kehilanganku. Bukan apa apa, aku hanya tak mau kepergianku menjadi deritamu. Oh ya, soal akademik mu kembangkan terus ya! Lebarkan jangkauan, kepakan sayapmu, tajamkan pandanganmu, dan cengkram mangsamu. Maksudku, jangan memandang sesuatu hanya dari satu sisi. Jangan anggap remeh lawan mu, terus kembangkan prestasimu, terus berkarya, jangan menyerah, perhatikan semua hal sampai ke detailnya, karena sesuatu itu bisa menjadi bagian dari suatu ilmu yang berharga. Dan terus pertahankan prestasimu, jangan biarkan ia jatuh atau di rebut orang lain.
Ingat, nilai itu bisa berubah ubah. Bisa naik, turun, melesat, terbang, stabil, jatuh, terjun, atau bahkan ia bisa terhempas jauh. Jangan pernah puas dengan apa yang sudah kau miliki, tapi teruslah bersyukur karena itu. Jangan pernah kecewa atas apa yang pergi, tapi tersenyumlah karena itu. Berfikir positif, dan lakukan yan terbaik. Hanya itu.
Ingat aku dalam doa mu, lupakan aku dalam sepi mu. Ingat aku dalam setiap langkah mu, tapi lupakan aku dalam sedihmu. Ingat!, jangan jadikan aku alasan kesedihanmu dan kesepianmu.'
Dua lembar surat ini mengingatkanku akan banyak hal. Aku membuka lemari, mencari hal yang ku ingat itu. Di lemari, ada banyak sekali album. 3 Album besar, dan 3 album kecil, belum lagi foto foto yang tercecer. Aku membukanya satu per satu dan menemukan sesuatu itu. Ya! Kurasa ini.
Aku menemukan satu foto masa kecilku, sedang tidur di pangkuan ibuku. Di sebelahnya, ada seorang wanita yang juga menggendong anak seumuranku, tapi anaknya laki laki. Wanita itu ibunya RMARE. Ya! Aku juga punya fotonya. Ternyata selama ini aku benar benar tidak teliti.
Masih ada 6 lembar lagi... kurasa, nanti malam saja ku baca. Siang ini aku lelah menangis.
Malamnya...