"Kita mau kemana?" tanya Intan dengan tangan masih digenggam Panji berjalan menyusuri jalannya malam.
Seberapa kuat ia meronta dan menolak Panji, tetap saja ia kalah. Tenaga laki-laki tak sebanding dengan tenaga perempuan. Terlebih dia hamil, membuatnya tidak bisa bergerak leluasa.
Anehnya genggaman tangan Panji itu mampu memberikan kehangatan dan kenyamangan tersendiri dalam benaknya yang sulit dicerna dengan kata-kata. Rasa nyaman dan senang beradu jadi satu di benaknya membuatnya tak ingin jauh dari cengkraman tangan besar itu. Tak dipungkiri, rasa grogi dan tidak siap tak berhenti menjalar di seluruh tubuhnya. Getaran hebat menelusupi relung hatinya.
Apakah perasaan itu timbul dari hadirnya sang anak yang berada di dalam kandungannya, pikir Intan.
"Sekarang kamu ikut aku. Kamu dan dia sudah jadi tanggung jawab aku."
"Jangan kamu lupa, kita tidak ada ikatan apapun. Jadi stop ingin bertanggungjawab padaku."
"Memang, tapi dengan hadirnya dia, kita terikat."