Ca, boleh nggak Varo bilang.
'Caca aku rindu.'
รทรทรทรทรทรทรทรท
"Alvaro Mahesa!" teriak seorang gadis dengan marah. Ia tengah menghampiri Alvaro.
Dan lucunya, bukan nya merasa takut. Alvaro malah membayangkan sosok gadis itu, seperti tokoh jahat dalam kartun. Yang ketika marah, akan keluar dua tanduk di atas kepala, dan juga asap yang mengepul keluar dari hidungnya. Ia tersenyum tipis menahan tawa.
"Duh mam-pus!" Iyok dan Diva menepuk Dahi masing-masing. Sedangkan Alvaro mencoba biasa saja. Akan tetapi meskipun terlihat lucu. Dia juga jadi takut kalau gadis itu mengamuk.
"Heh! Jangan sok tuli lo!"
"Ro Caca ngamuk." Diva berucap sambil gemetar.
"Mati lo man!" Iyok menimpali.
Alvaro yang sudah mulai khawatir akan di amuk oleh Caca. Yang kebetulan juga dia sahabat dari Arletta. Dan masalah yang sudah di sebabkan oleh Varo hingga membuat Caca marah iyalah---berani mencampakkan Letta.
"Heh! belum puas gue hajar lo ya. Kemarin Sani, sekarang Letta, besok siapa? Alisa? Dasar buaya darat!" Caca berteriak marah, hingga menampar pipi Varo dengan kuat.
"Wih... serem." Diva berbisik di telinga Iyok. Mereka hanya diam di pojok ruangan, sambil menatap iba Varo.
"Mampus deh Alvaro." Iyok berbicara sambil gemetar.
"Heh lo berdua!" Caca menunjuk ke arah dua cowok itu.
"Kita?" Diva dan Iyok menunjuk diri mereka masing-masing sambil bertanya.
"Iyalah siapa lagi! Lo berdua itu temennya Alvaro kan? Kenapa nggak ngasih tau dia supaya tobat-" Caca menjeda ucapannya.
"Atau... kalian berdua mau gue bikin kaya dia?! Hah!" mereka tidak ada yang berani menjawab, dan cepat-cepat kabur meninggalkan dua musuh itu berdua di dalam kelas. Hanya berdua!
"Dasar, cemen." Caca tersenyum sinis.
"Lo inget ya Varo. Kalau sampai gue dengar lagi lo nyakitin mereka. Gue bakar lo hidup-hidup." gadis itu memberi peringatan. Dirinya lalu pergi, dengan perasaan yang sedikit puas. Karena sudah memberi pelajar kepada cowok itu.
Sedangkan Varo, sudah di pastikan sejak awal memang akan berakhir seperti ini. Berakhir di maki dan juga di tampar oleh gadis itu. Awalnya ia juga tidak berniat untuk membuat ulah dengan orang terdekat Caca. Sayangnya karena sebuah tantangan, dan diri nya harus berakhir kalah. Dan mempertaruhkan Letta.
Selesai dengan insiden tadi. Kedua sahabatnya datang sambil menatap iba Alvaro. Keduanya saling merangkul bahu Varo. Keduanya mencoba menahan tawa, karena melihat keadaan Alvaro sangat menyedihkan. Lalu akibat dari tamparan tadi, ujung bibir nya sedikit berdarah karena robek, dan meninggalkan bekas memar.
"Sorry men, gara-gara kita. lo yang kena imbasnya." Iyok merasa bersalah.
"Sa-aw! sakit nih!" Alvaro merintih sambil menghapus sisa darah di sudut bibir nya.
"Sorry deh." mereka meminta maaf sekali lagi. Alvaro hanya bisa pasrah, dan menganggukkan kepala nya pelan.
" Bye the way. Lo yakin masih suka cewek seperti Caca?" tanya Diva memastikan.
Karena Diva masih menaruh curiga atas ucapan Varo tentang dirinya yang menaksir cewek seperti Caca.
"Lagian ya Ro. Jangan sampe deh, lo mati muda gara-gara cewek kayak dia." Iyok mengompori.
"Yakin bro. Gue udah mantap banget buat dapetin hatinya Caca. Dan seandainya gue bisa se gantle Dilan. Gue bakal bilang ke dia seperti Milea bilang ke Dilan." Alvaro meyakinkan mereka.
"Alah! Lo di depan dia aja nggak berani. Apa perlu biar gue yang jadi wakil, dan bilang ke Caca kaya gini. 'Ca, boleh nggak Alvaro bilang. Caca aku Rindu' cuih! najis Ro."
Alvaro mendadak sakit hati mendengar ucapan Iyok. Namun dia berusaha untuk tidak perduli. Dan tetap yakin pada perasaanya.
'Terserah kalau gadis itu masih menolak. Yang penting Alvaro bahagia.'
Begitulah kata-kata motivasi yang selalu melekat di fikiran nya. Tidak perduli di tolak yang penting Ia bisa bahagia. Bahagia bisa melihat Caca marah padanya, bahagia bisa mengganggu Caca, Dan bahagia karena selalu bisa melihat wajah Caca meski hanya sebentar.