Raymond Joshua Wijaya alias Jia Zhen, mengawasi kedua orang tua secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi tak berhasil membaca gerakan bibir mereka, karena terhalang oleh pilar.
Ngai ingin tahu, apa saja yang dibicarakan oleh mereka. Firasat mendadak buruk, karena disangkut pautkan dengan cece. Semoga apa yang ada di dalam pikiran, tidak terjadi sama sekali, karena sungguh seram, apabila semua ketahuan. Kalau cece atau X sampai kelepasan bicara tentang bantuan yang pernah diberikan, sudah pasti gawat, pikir pemuda bertubuh tegap tersebut.
Indera penglihatan diedarkan ke arah ruangan yang mana sang anak sulung, Maria Clara Wijaya dirawat. Pintu perlahan terbuka, lalu keluarlah dokter dan seorang perawat dari sana.
Ah, kesempatan datang! Ngai sudah ingin ke ruangan itu, supaya bisa bertemu dengan cece. Mumpung mama dan papa masih asyik bercakap-cakap, lebih baik ngai ke sana saja, pikir Jia Zhen bahagia.