"Menurut kalian mereka gimana? Gue sih ngerasa nyaman kalau ngobrol sama mereka, terlebih Rian. Dia anaknya friendly banget" Cerocos Ara kepada kedua sahabatnya.
Saat ini ketiganya tengah berada di dalam kelas, tak ada pelajaran di dalam kelas mereka. Sehingga kelas mereka ramai dengan para siswa maupun siswa yang berbincang bincang.
"Gue biasa aja, emang gue akuin sih kalau mereka tuh enak kalau di ajak bercanda" Opini Dinda sembari menatap jendela kelas.
Ara menganggukan kepalanya singkat lalu beralih menatap Lia "Kalau Lo Li? Gimana?" Tanya Ara.
Lia menghentikan membaca lalu menatap Ara yang berada di hadapannya "Gue sama kayak Dinda" Jawa Lia singkat. Tatapannya kembali menatap buku di atas mejanya.
Ara kembali menganggukkan kepalanya. Tangannya bertopang dagu sembari menatap Lia jengah "Lo gak capek apa baca novel? pasti kalau sekolah bawa novel mulu"
Lia menggelengkan kepalanya pelan dengan tatapan yang tak beralih "Itu udah hobby gue" Ujar Lia membuat Ara berdecak.
"Mending hobby Lo sefrekuensi sama gue. Udah gue ajak ngehalu mulu Lo Li" Ucap Ara dengan senyuman yang terukir.
"Hobby Lo gak bermanfaat Ra, halu mulu kerjaannya" Timpal Dinda membuat Ara menatap kearah gadis itu.
"Ada manfaatnya tau, malah banyak banget manfaatnya terlebih buat kaum jomblo kayak gue" Sergah Ara. Sedangkan Dinda memutar bola matanya malas.
"Makanya cari doi, bukan kerjaannya ngehaluin cogan mulu" Ucap Dinda membuat Ara mencebikkan bibirnya.
"Gak usah bahas doi deh, Lo tau sendiri keluarga gue tuh kayak gimana" Gerutu Ara membuat Dinda terkekeh, gadis itu menepuk pelan bahu Ara.
"Yang sabar Ra, nanti bakal dibolehin kok"
"Gue sih berharap nya gitu" Ucap Ara dengan wajah murungnya.
"argh gue pusing kalau mikirin kayak gitu, Lo sih Din ngingetin gue segala. Jadi gak mood gue" Ara menaruh kepalanya di lipatan tangan yang berada di atas meja.
"Lo sendiri yang bahas itu, gue kan gak ngomong apa apa" Bela Dinda sembari memainkan ponselnya.
Sedangkan Ara masih tetap di posisinya sembari menatap tembok yang berada di hadapannya.
"Andaikan semuanya mudah, mungkin gue bisa bebas" Gumam Ara lalu menghela nafasnya.
Tanpa diketahui olehnya. Dinda dapat mendengar gumaman Ara, ia pun menatap Ara yang membelakangi dirinya.
"Udah lah Ra, gak usah dipikirin semuanya bakal berubah seiring berjalannya waktu. Lo tinggal tunggu aja" Hibur Dinda. Ia mencoba membuat Ara kembali menjadi periang tidak seperti ini.
"Hm... gue mau tidur dulu, jangan ada yang ganggu" Ucap Ara dengan pelan sembari menutup matanya.
Dinda menatap Ara lalu menghela nafasnya, merasa tak enak dengan Ara. Gadis itu pasti memikirkan nya dan mencoba mengalihkan semuanya dengan menenangkan diri sembari tertidur.
"Gue jadi gak enak sama dia"
Lia menghentikan aktifitasnya dan menatap Dinda "Gak apa apa, nanti juga balik lagi kayak biasanya" Ucap Lia sembari mengalihkan pandangannya menuju Ara.
•••
"Hoaam" Ara membuka matanya perlahan sembari merengangkan otot ototnya lalu menatap kelasnya yang telah sepi.
"Kok sepi sih? Gue tidurnya lama kah?" Monolognya sembari merogoh ponselnya untuk melihat waktu saat ini.
"Gila! Gue tidur 3 jam ha?!" Teriak Ara dengan wajah cengo.
Tatapannya teralih menatap ke arah bangku Lia yang kosong begitupun bangku Dinda. Apakah kedua gadis itu meninggalkan nya sendirian di sekolah dan tak berniat membangunkannya?
"Huwaa, gue ditinggal masa" Rengek Ara seperti anak kecil.
Setelah itu Ara bergegas keluar dari kelasnya dengan tas yang terlampir di pundaknya. Saat di depan pintu, ia menoleh kanan dan kiri memastikan adakah orang yang lewat di koridor.
"Jahat banget sih! Gue kenapa ditinggal gini coba? Kan bisa bangunin gue" Gerutu Ara sembari berjalan di koridor.
Di sepanjang jalan pun tak henti hentinya ia merutuki kedua sahabatnya itu yang dengan teganya meninggalkan dirinya sendiri di kelas disaat bel pulang telah berbunyi. Namun setelah itu kakinya terhenti secara tiba tiba saat mendengar suara samar.
"Tumben masih ada yang di sekolah jam segini" Gumam Ara. Kakinya melangkah mendekati asal suara yang berasal dari kantin, ia hanya memastikan saja siapa orang itu.
Disaat kakinya sedikit lagi mencapai asal suara, kakinya kembali terhenti dengan raut wajah yang tak bisa diartikan. Nafasnya memburu dengan tangan terkepal.
"LIA DINDA!!!!" Teriak Ara dengan membahana membuat kedua orang yang asik berbicara di ujung sana terperanjat karena terkejut.
Ara berjalan ke arah kedua gadis itu dengan wajah penuh amarah.
Brak
"Kalian...!!!" Tekan Ara sembari menatap Lia dan Dinda dengan aura menyeramkan.
"Kenapa kalian ada disini ha?! Kalian tau gue dikelas bangun bangun ngeliat udah kosong terus kalian sama tas kalian udah gak ada! Tega banget tinggalin gue! sedangkan kalian malah asik bicara disini, gue kayak orang ilang tau di kelas karena bingung kalian gak ada!" Ucap Ara panjang lebar menatap Lia dan Dinda bergantian.
Sedangkan Lia dan Dinda diam menatap Ara yang mengeluarkan semua unek uneknya dengan satu tarikan nafas. Melihat reaksi kedua sahabatnya yang tak sinkron dengan ucapan yang ia katakan membuat Ara mendidih.
"Jangan diem aja woi! Kalian tuh tega banget sama gue! Kalau kalian mau pulang ya udah tinggal bangunin gue kek jangan malah ditinggalin sendirian di kelas!" Tambah Ara kembali.
"Siapa yang ninggalin Lo?" Tanya Dinda membuka suaranya.
"Ya kalian lah!" Jawab Ara diakhiri dengusan.
"Terus yang Lo liat di depan Lo ini siapa?" Tanya Dinda kembali.
"Ya Lo sama Lia lah, emang yang di depan gue siapa lagi? Bella sama Cinderella gitu?" Ucap Ara dengan cepat.
"Berarti kita gak ninggalin Lo kan? Gue sama Lia masih di kantin sekolah dan gak pulang ke rumah" Ucap Dinda dengan santainya membuat Ara menatap nya tak percaya.
"Kenapa? Benerkan omongan gue?" Dinda melayangkan pertanyaan itu saat melihat reaksi Ara.
"Ya bener sih" Gumam Ara sesaat.
"He! tapi kan tetep aja kalian ninggalin gue! Kalau gak ninggalin tuh temenin gue sampe bangun bukannya malah pergi ke kantin gak ngajak ngajak gue" Balas Ara tak terima. Bagi nya Lia dan Dinda tetap bersalah karena meninggalkannya.
Dinda mengangkat bahunya acuh tak menanggapi kembali ocehan Ara yang masih terus berlanjut. Ia hanya diam meminum minumannya sembari memperhatikan penjuru kantin.
Namun pandangannya kembali menatap Ara yang masih terus bersuara membuat kepalanya pusing. Gadis itu terus menyerukan tak terimanya karena ditinggal oleh keduanya. Tetapi menurutnya sendiri, ia dan Lia tak bersalah karena disini mereka tak meninggalkan Ara di kelas sendiri dan pulang ke rumah.
Mereka hanya pergi ke kantin untuk beli makanan dan minuman saja dan berbicara di kantin. Memang awalnya ia berniat membangunkan Ara, namun rasa enggan menghinggapi dirinya terlebih wajah murung Ara yang terlihat sebelum tidur. Maka dari itu ia dan Lia memutuskan membiarkan Ara melanjutkan tidurnya tanpa menganggu tidurnya.
Dinda menghela nafas pelan lalu menatap lelah Ara "Lo gak capek apa ngomong terus? gak sulit nafas Lo?" Tanya Dinda membuat Ara menatap ke arahnya.
"Enggak! gue gak capek sama sekali, gue tuh lagi ngeluarin semua amarah gue karena kalian ninggalin gue di kelas! Pokoknya gue bakal terus ngoceh sampe gue sendiri udah cukup buat marahin kalian" Dengus Ara lalu kembali melanjutkan ocehannya yang tertunda.
Sedangkan Dinda menggelengkan kepala nya melihat tingkah Ara sembari sesekali menguap mendengar ucapan Ara. Gadis itu seperti ibu ibu yang sedang memarahi anaknya.
Merasa jengah mendengar ucapan Ara yang tak tau kapan terhentinya membuat Dinda membekap mulut gadis itu. Berbanding terbalik dengan Ara yang terkejut saat bibirnya di bekap oleh Dinda.
"Hmmp hmpp" Ucap Ara yang terendam oleh tangan Dinda yang membungkus bibirnya.
"CK, diem deh Ra gue capek ngeliat Lo ngoceh. Gak ada berhenti berhentinya" Decak Dinda mendapat pelototan dari Ara.
Lia memperhatikan keduanya lalu ikut membuka suaranya "Lepasin Din, Ara nanti gak bisa nafas" Ucap gadis itu.
"Ntar ngoceh lagi Li, Lo gak pusing apa ngeliatnya yang gak berhenti ngomong?" Tanya Dinda dibalas gelengan pelan Lia.
"Udah lepasin aja"
Hingga akhirnya Dinda melepaskan tangannya dari mulut Ara. Gadis itu meraup udara sebanyak banyaknya akibat pengap dengan bekapan Dinda. Tatapannya pun menajam dilayangkan kepada Dinda.
"Jahat banget... gue... haduh... susah nafas gara gara Lo" Ucap Ara dengan terbata. Tubuhnya naik turun seiring dengan hembusan nafasnya.
"Udah mending diem! daripada gue bekep lagi" Ancam Dinda membuat Ara mengerucutkan bibirnya.
Dinda yang melihatnya menjauhkan tubuhnya dengan gadis itu dengan wajah yang terlihat ilfeel "Gak usah sok imut imut, gak mempan buat gue" Ketus Dinda yang lagi lagi membuat Ara mencebikkan bibirnya.
Dalam hati Ara. Gadis itu merutuki Dinda karena sikap gadis itu kepadanya, ia pun menjadi heran kenapa sahabatnya itu selalu membuatnya kesal. Sangat berbeda dengan Lia yang terlihat paling dewasa diantara keduanya, gadis itu pun yang selalu menengahinya dan Dinda jika keduanya berselisih.
"Lo mau pesen sesuatu gak Ra?" Tanya Lia membuat Ara kembali tersadar.
"Em gue pesen makanan sama minuman deh, gue haus plus laper nih"
"Makanya jangan banyak ngoceh jadi laper kan Lo" Sahut Dinda membuat Ara mendelik menatapnya.
"Serah gue dong, kan gue ini yang punya perut" Balas Ara.
"Yaudah, Lo pesen sana" Ucap Lia diangguki Ara.
"Jangan lupa bayar, yang makan sama minum kan Lo. Jadi bayar sendiri" Ucap Dinda kembali membuat Ara menatapnya kesal.
"Iya gue juga tau! Gak perlu dikasih tau lagi gue bukan anak kecil" Ara bangkit dari duduknya lalu menatap Dinda sejenak.
"Lo gak usah ngajak ribut lagi deh, selalu bikin gue sensi mulu" Setelah mengatakan hal tersebut, Ara berjalan untuk memesan makanan dan minuman.
Dinda terkekeh melihat melihat Ara yang kesal kepadanya dan ucapan gadis itu. Lia menatap Dinda yang menatap punggung Ara.
"Kenapa Lo ketawa gitu?"
Dinda beralih menatap Ara sembari tertawa kecil "Gue sengaja bikin dia kesel, Lo pasti paham sama maksud gue Li" Ucap Dinda diangguki Lia.
"Gue cuman gak mau dia murung lagi. Lebih baik dia jadi orang yang cerewet daripada jadi pendiem" Ucap Dinda kembali. Tatapannya menatap Ara yang sedang memesan makanan.
.
.
.
.
.