Lova celingak celinguk kebingungan ketika Axel terus saja menariknya melewati tribun penonton lapangan basket indoor yang menjadi tempat latihan laki-laki itu kali ini. Lova menarik tangan Axel yang menggenggam tangannya, menahan langkah laki-laki itu.
Axel langsung menoleh ke belakang. "Kenapa, my Lov?"
Lova menunjuk ke arah tribun penonton tanpa melihat. "Kelewatan, Axe."
Axel menggeleng dan menarik tangan Lova hingga gadis itu berdiri di sebelahnya. "Tempat lo bukan di sana, my Lov. Tapi di kursi pemain bareng gue." terang Axel sambil menunjuk ke arah kursi pemain yang ada di depannya.
Lova memiringkan kepalanya sedikit menatap Axel tidak yakin. "Emangnya boleh kalau Lova duduk di sana?"
"Kenapa tanya terus-terusan, hm?" tanya Axel halus sambil mengusap kepala Lova pelan membuat penonton berjenis kelamin perempuan menjerit histeris melihatnya. Merasa iri dan ingin berada di posisi Lova. Sementara objek yang membuat jiwa-jiwa iri itu meronta langsung beringsut merapat pada Axel ketika mendengar jeritan yang berasal dari arah belakangnya membuat Axel terkekeh.
"Emangnya lo mau duduk di sana sama mereka yang kata lo fans gue?"
Lova langsung mendongak menatap Axel. Lalu menggelengkan kepalanya. "Gak mau. Lova takut. Lova ikut Axe aja." kata Lova pelan.
"Yaudah, ayo. Jalan lagi, my Lov." Axel langsung menarik tangan Lova pelan setelah mendapatkan anggukan kepala dari gadis itu.
Axel menuntun Lova duduk di kursinya sendiri di deretan kursi pemain. "Lo duduk disini dulu, my Lov. Gue langsung ke lapangan."
Lova mengangguk patuh sambil mengepalkan kedua tangan dan mengangkatnya tinggi. "Fighting, Axe!" kekeh Lova.
Axel tertawa kecil sambil menganggukan kepala dan mengacak pelan rambut Lova dengan tangan kanannya. Langsung berbalik badan dan berjalan memasuki lapangan yang sudah berisi pemain yang lain.
Lova berpaling menatap kearah Malik dan Abdul yang sedang berdiri bersisian. Menggerakan kedua tangannya yang masih terkepal sambil mengucapkan kata fighting tanpa suara hanya menggerakan bibirnya saja membuat kedua laki-laki itu, kompak tertawa kecil membuat Lova tertular hingga ikut tertawa kecil.
Lova mengalihkan pandangan ke arah sebelah kanannya, dimana para anggota cheerleader termasuk Lila berada memposisikan diri untuk memulai aksi mereka. Senyum lebarnya seketika terbit ketika tatapannya bertemu dengan mata bulat Lila yang juga sedang menatapnya. Lila terlihat semakin cantik dengan rambut yang diikat ekor kuda tinggi dan seragam cheers yang melekat pas di tubuh ramping sahabatnya itu. Pantas saja abang satu-satunya yang merangkap sebagai bucin Lila itu selalu saja uring-uringan tidak jelas setiap kali mengetahui Lila mengenakan seragam cheers kebanggaan sahabatnya itu.
Lova langsung menoleh kearah lapangan basket ketika mendengar suara peluit yang ditiup panjang tanda pertandingan dalam rangka latihan itu akan dimulai. Memusatkan perhatiannya hanya pada sosok Axel yang terlihat paling menonjol dengan headband merah dengan tulisan Supreme warna putih yang melingkar di kepala laki-laki itu. Lova tersenyum kecil.
-firstlove-
Lova langsung berdiri ketika peluit tanda selesainya jalan pertandingan ditiup panjang sambil membawa botol air mineral dan handuk putih untuk Axel. Tersenyum kecil memperhatikan laki-laki itu yang sedang berjalan ke arahnya.
Senyum Lova perlahan memudar ketika melihat dua perempuan yang masih sama seperti ketika break pertandingan tadi berdiri menghadang langkah Axel. Salah satu dari kedua perempuan itu Lova jelas tahu, Zayba. Sementara perempuan yang satu lagi dia tidak tahu pasti, tapi... tebakannya jika perempuan itu adalah kakak kelasnya. Lova perlahan mundur dan kembali duduk di atas kursinya.
Di tempatnya Axel memandang dua perempuan yang sedang berebut menyodorkan air mineral dan handuk tanpa minat. Sudah ditolak mentah-mentah masih belum kapok juga! Axel berdecak kasar. Tatapannya beralih pada Lova yang sedang menundukan kepala menatap dua benda yang sama yang dibawa oleh kedua perempuan di hadapannya itu. Lalu Axel melirik ke arah Manggala yang sedang berjalan mendekati pacarnya itu.
Axel langsung menyeruak di tengah-tengah kedua perempuan itu dengan sedikit mendorong bahu mereka. Berjalan setengah berlari menghampiri Lova. Dia tidak ingin justru Manggala yang lebih dulu sampai di depan gadisnya itu.
Lova mendongak penuh ketika melihat ujung sepasang sepatu yang menempel di ujung sepatunya. Senyumnya seketika terbit ketika melihat wajah sang pemilik sepasang sepatu dengan brand yang sangat mahal itu.
"Axe." panggil Lova sumringah membuat Axel terkekeh pelan melihatnya. Langsung menyodorkan botol air mineral yang tutupnya sudah lebih dulu dia buka pada laki-laki itu.
Axel meneguk isi dari botol air mineral yang masih tersisa setengah itu hingga tandas. "Thank you ... my Lov." kata Axel dengan suara manja ketika Lova mengambil botol air mineral di tangannya dan menggantikan dengan handuk. Suara manja yang terdengar sangat menjijikan di telinganya sendiri itu justru berhasil membuat gadis itu tertawa kecil.
Axel mencium pucuk kepala Lova sekilas ketika Manggala yang sudah akan sampai di tempatnya dan Lova berada. Perlahan-lahan sedikit bergeser ke samping mencoba menutupi tubuh Lova posesif agar kakak kelas yang sedang menatapnya tajam itu tidak dapat melihat pacarnya. Axel mengusap keringat di wajahnya dengan santai seolah sedang tidak terjadi apa-apa.
"Gue mau ganti dulu, my Lov." pamit axel sambil menggantungkan handuk di lehernya. "Lo jangan kemana-mana. Tunggu gue bentar."
Lova mengangguk patuh. "Iya, Axe."
Axel mengusap kepala Lova pelan. Lalu berlalu meninggalkan gadis itu menuju ruang ganti yang sudah dilengkapi dengan kamar mandi berkonsep tanpa sekat untuk sekedar membasuh tubuh yang berkeringat, fasilitas yang dimiliki lapangan indoor di Senior High Global Cetta School.
Axel berjalan pelan sambil menatap lekat-lekat telapak tangannya sendiri sebelah kanan yang dia angkat di depan dada, yang akhir-akhir ini bisa dengan begitu entengnya melakukan banyak skinship terhadap Lova.
-firstlove-
"Jadi-- Kak Manggala mau bicara apa sama aku sebenarnya?" tanya Lova memecah keheningan yang tercipta sejak setelah kedatangan Manggala yang meminta bicara padanya. Lova menoleh menatap laki-laki yang sedang duduk di sampingnya dan masih saja terdiam itu.
"Mumpung Axel belum datang, Kak." tambah Lova.
Manggala menegakkan punggungnya dan menoleh menatap Lova dengan kening yang mengerut samar. "Kenapa memangnya kalau ada Axel, Va?" tanya Manggala menatap Lova tidak mengerti.
Lova tersenyum kecil. "Yaaa, aku harus jaga perasaan Axel dong, Kak."
Sebelah alis Mangga terangkat. "Kenapa harus? Kakak rasa dia juga gak akan repot-repot mau jaga perasaan kamu, Va."
Lova mengangguk samar. "Sekalipun Axel gak jaga perasaan aku. Gak menjadikan alasan untuk aku harus jadi sama, kan Kak?"
"Dan-- semua apa yang aku lakukan sekarang ini udah sesuai sama kemauan hati aku. Termasuk jaga perasaan Axel." lanjut Lova setelah tidak ada jawaban dari Manggala.
Manggala terdiam sejenak. Lalu bergeser ke samping menghadap Lova. "Jadi-- kamu--" Manggala menatap Lova dalam. Lalu menelan salivanya dengan susah payah. "Kamu beneran pacaran sama Axel, Va?"
Lova tersenyum lebar dan tak lupa juga menganggukan kepalanya. "Kenap--"
"Kakak suka sama kamu." aku Manggala sambil menatap Lova yang sedang menutup mulut dengan kedua tangan gadis itu dan raut wajah terkejut yang kentara serius. Sementara di belakang keduanya Axel seketika menghentikan langkahnya.
"Sejak kamu kelas sepuluh. Sejak dengar suara merdu kamu di hari terakhir kegiatan MOS. Kakak-- kakak terlambat, ya Va?" tanya Manggala dengan nada putus asa. Manggala mengusap wajahnya kasar.
Lova menghela nafas samar seraya menurunkan kedua tangannya. "Kak Manggala--" panggil Lova pelan. Lova tersenyum tipis ketika pandangannya bertemu dengan mata Manggala yang menyorot sendu padanya.
"Sejak awal aku kenal sama Kak Manggala. Aku anggap Kak Manggala sama kaya abang aku sendiri. Jadi-- maafin aku."
"My Lov?"
Baik Lova maupun Manggala langsung menoleh ke arah belakang mereka berdua. Lova tersenyum manis menatap Axel. Sementara Manggala dan Axel saling beradu tatapan tajam.
"Axe." panggil Lova sambil berdiri dari duduknya.
Axel langsung mengalihkan pandangannya pada Lova. "Kita pulang sekarang, my Lov." kata Axel sambil berjalan menghampiri Lova.
Lova mengangguk patuh. Tangan kirinya terulur menyambut uluran tangan Axel. Lova menurunkan tatapannya pada Manggala. "Aku duluan, ya Kak. Aku minta maaf sekali lagi."
Manggala beranjak berdiri. Menatap Lova dengan sorot lembut. "Hati-hati, Va. Kakak--" Manggala melirik Axel sekilas. "Gak akan berhenti."
Lova langsung meremas tangan Axel ketika laki-laki itu sudah akan membuka mulut. "Terima kasih untuk perasaan Kakak buat aku selama ini, tapi Kak-- maaf. Lebih baik Kak Manggala berhenti." Lova mengangguk kecil.
Lova langsung membuang wajahnya. "Yuk, Axe." ajak Lova dengan suara sedikit serak dan mata yang memanas. Perasaan bersalah menghinggapinya begitu melihat tatapan terluka Manggala.
Axel meremas tangan Lova yang berada dalam genggamanya pelan. Menatap gadis itu dengan sorot seolah berkata it's okay. Axel mengiring Lova keluar dari lapangan basket, meninggalkan Manggala yang hanya terdiam.
Manggala menatap nanar punggung Lova dan Axel hingga hilang di balik pintu. Menghela nafas kasar. Manggala meraih tasnya yang tergeletak diatas lantai lapangan kasarsebagai bentuk luapan kekesalannya. Lalu berjalan meninggalkan lapangan basket indoor yang sudah kosong.
-firstlove-
Lova menurunkan kaca jendela seraya perlahan menempelkan dadanya pada pintu mobil milik Axel. Menjulurkan kepalanya sedikit keluar dan memegang pinggiran jendela mobil sport merah itu dengan kedua tangannya. Lova menatap takjub pada bangun besar bak istana di depannya itu dengan mulut yang menganga lebar.
Setelah berhasil memarkirkan mobil seharga milyarannya itu di carport, Axel langsung melepaskan seat belt. Axel menoleh pada Lova. Senyum kecilnya seketika terbit ketika melihat tingkah gadis itu. Tangan kirinya terulur mengacak rambut Lova di kepala bagian belakang gadis itu pelan.
"Ayo turun, my Lov."
Lova mengangguk kecil seraya menjauhkan dadanya dari pintu mobil. Lalu menggeser duduknya ke samping menghadap Axel. Lova melepaskan seatbelt sebelum menyusul laki-laki itu yang sudah lebih dulu turun dari mobil.
"Itu-- beneran rumahnya Axe?" tanya Lova sambil menoleh menatap Axel yang kini sudah berdiri di sampingnya.
Axel hanya mengangguk. Lalu meraih tangan Lova dan menggenggamnya erat. Axel mengiring gadis itu berjalan menuju rumahnya.
"Wah! Rumah Axe besar banget. Mirip kaya istana." seru Lova yang tak henti-hentinya merasa takjub.
Axel terkekeh geli melihat Lova yang tak dapat menutupi kekaguman gadis itu. "Cocok banget buat princess Lova." kata Axel sambil melirik Lova.
Wajah Lova langsung berubah menjadi merah. Malu mendengar kata princess yang terlontar dari mulut Axel membuat laki-laki itu tertawa keras.
"Masuk!"
Tbc.