Chereads / FIRST LOVE / Chapter 33 - FIRST LOVE | 33

Chapter 33 - FIRST LOVE | 33

Lova menghela nafas samar. Membereskan kembali barang-barang yang digunakan untuk mengobati luka Axel. Lova berjalan pelan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya dengan membawa serta ponsel dan handuk kompresan.

Lova meletakkan handuk kompresan itu di atas meja wastafel. Lalu berjalan ke arah kloset dengan tatapan tertuju pada layar ponsel sambil mengutak atik benda canggih itu. Lova menurunkan tutup closet dan duduk di atasnya seraya menempelkan ponsel di telinganya sebelah kanan dan menyelipkan rambutnya di belakang telinga sebelah kiri. Tak lama terdengar suara tanda telepon tersambung.

Tut ... tut ... tut ...

"Ayo angkat, dong." gumam Lova lirih sambil mengetuk-ngetukan telunjuknya pada permukaan body ponsel bagian belakang menunggu dengan gelisah orang yang sedang dia coba hubungi itu mengangkat panggilan teleponnya.

Tut ... tut ... tut ...

Lova langsung saja menegakkan punggungnya ketika terdengar suara krasak krusuk dari seberang sana.

-firstlove-

Malik langsung memalingkan wajahnya ketika mendengar suara getaran yang berasal dari ponselnya. Memanjangkan tangan kanannya mengambil benda pipih yang diletakkan di atas meja nakas yang ada di samping ranjang itu. Kening Malik mengerut samar ketika caller id Princess Lova yang dia beri tanda love berwarna merah di belakangnya bersamaan dengan wajah cantik gadis itu muncul memenuhi layar ponselnya.

Malik mengangkat kepalanya dari layar ponsel dan melihat jam dinding yang terpasang di atas pintu kamarnya. Pukul setengah dua dini hari. Malik langsung saja menegakkan punggungnya dan duduk bersandar pada headboard. Ibu jarinya bergerak dengan cepat menggeser tombol hijau pada layar ponsel lalu meletakkan alat komunikasi tanpa batas itu di telinganya sebelah kanan.

"Ya, princess?"

Malik langsung saja melirik ke arah Abdul ketika merasakan tangan sahabatnya itu mencolek lengannya sambil menggumamkan nama Lova hanya menggerakan mulut saja tanpa mengeluarkan suara. Malik hanya mengangguk pelan.

["Oh God?! Finally, Malik."]

"Hmm? Kamu kenapa princess?"

["Malik yang kenapa lama angkat telepon Lova. Malik lagi ada dimana sekarang?"]

Kedua alis Malik terangkat. "Ya, aku ada di rumah dong, princess. Ada apa dengan pertanyaan kamu itu, princess?"

["Malik banyak lukanya juga gak? Soalnya Axe sekarang lagi tidur di kamar Lova, tapi mukanya babak belur gitu pas datang. Katanya habis main tinju alias berantem. Malik sama Abdul juga berantem, kan?"]

Sontak saja Malik langsung mengangkat punggungnya hingga duduk dengan tegak dan tegang. "Gimana- gimana? Aku lagi gak salah dengar, kan ini? Tadi kamu bilang, apa? Axel tidur di kamar kamu, princess?" tanya Malik sambil melirik Abdul.

["Lova juga gak tahu gimana caranya. Tahu-tahu aja, Axe udah nyelinap masuk kamar Lova lewat balkon. Lova mau obatin lukanya Axe, tapi belum sempat Lova obati Axe malahan tidur."]

"Take care, princess. Aku serius sekarang."

["Iya, Malik ku ... Lova gak akan macam-macam, kok. Lagian Axe juga tidurnya kaya orang meninggal, gak gerak sedikitpun, gak mungkin juga bisa apa-apain Lova. Jadinya Malik gimana? Malik baik-baik aja, kan?"

"Aku percaya sama kamu, tapi gak sama Axel. Aku baik, princess."

["Iya, Lova tahu, kok. Malik tenang aja, oke? Tapi, Malik gak bohong, kan sama Lova? Malik baik-baik aja dalam arti yang sebenarnya. Lova beneran khawatir soalnya."]

Malik terkekeh pelan. "Aku beneran baik-baik aja dalam arti sebenarnya, princess. Don't worry about me, okay?"

["Terus, Abdul gimana Malik? Abdul juga baik-baik aja, kan?"]

Malik tersenyum kecil. "Abdul?" ulang Malik sambil melirik ke arah wajah Abdul yang terdapat luka dengan plester coklat di pelipis laki-laki itu sebelah kanan. "Abdul, dia baik-ba--" suara teriakan Abdul yang tiba-tiba muncul membuat ucapannya seketika terhenti.

"Aku baik-baik aja, Vava! Don't worry, babe!"

"Bacot!" umpat Malik keras sambil menatap Abdul sengit dan bersamaan dengan itu suara kekehan pelan Lova terdengar dari balik teleponnya. Malik perlahan kembali menyandarkan punggungnya pada headboard menyamankan diri.

["Syukur, deh kalau Malik sama Abdul baik-baik aja. Udah diobati, kan lukanya Malik sama Abdul? Harus langsung diobati, lho biar gak infeksi nanti lukanya."]

Malik tersenyum kecil. Tidak ada niatan sedikitpun untuk menanggapi ocehan Lova. Malik hanya terdiam mendengarkan ocehan dari gadis itu.

["Malik dengerin Lova, gak?! Kok, malah diam aja."]

Malik terkekeh geli. "Iya-iya, princess ku ..." jawab Malik mengikuti gaya bicara Lova yang langsung mendapatkan balasan suara berupa decakan keras dari bibir gadis itu membuat dia lagi-lagi terkekeh geli.

"Aku dengerin, kok ini." jawab Malik halus sambil menekuk kakinya sebelah kanan dan meletakkan tangan kanannya juga sebelah kanan di atas lutut. "Terus, kenapa udah jam segini kamu belum tidur, hm? Kamu begadang baca novel lagi, princess? Besok belum weekend, lho. Janjinya sama aku gimana waktu itu?"

Terdengar suara kekeh kecil Lova. ["Cuma baca sedikit, kok Malik."]

Malik geleng-geleng kepala tidak habis pikir. "Sedikit, kok sampai dini hari gini sih, princess."

["Kan, ada Axe ..."]

"Alasan banget, yaaa kamu. Sekarang tidur, ya. Di kamar uncle atau kamar aku juga boleh. Aku gak akan mau belikan kamu novel lagi, kalau kamu masih suka bandel begadang kaya gini, princess."

["Ih! Yaaa, gak bisa kaya gitu dong, Malik! Bukan Lova yang ini, yang suka begadang, tahu. Itu pasti Lova yang lain deh, Malik."]

Malik terkekeh geli. "Mana ada Lova yang lain? Lova di hidup aku itu cuma kamu, princess. Gak pakai ngeles sama bohong, ah. Uncle yang bilang sendiri, kok sama aku."

["Dad-dy, ih!"]

"Ini, udah malam, princess. Jangan teriak-teriak gitu. Gak usah kamu teriak, juga aku bisa dengar." tegur Malik dengan suara pelan.

["Sorry ..."]

"Oke, dimaafkan. Sekarang kamu tidur ya, princess."

Terdengar suara tawa kecil Lova. ["Ya ampun. Gampang banget, sih. Oke. Lova tidur ya, Malik. Malik sama Abdul juga tidur. Jangan malah begadang main game."]

Malik tetap saja menganggukan kepala walau tahu Lova tidak akan bisa melihatnya. "Iya. Nite-nite, princess."

["Nighty night, Malik. Love you ..."]

"I love you more, princess."

Tut!

Malik menurunkan ponsel dari telinganya setelah Lova memutus sambungannya. Meletakkan kembali benda canggih itu di atas meja nakas. Malik menghela nafas kasar seraya mengusap wajah dengan kedua tangannya kasar.

"Kita mau biarin Lova sama Axel, Lik?" tanya Abdul sambil menatap Malik lekat.

Malik perlahan menoleh dan balas menatap Abdul sejenak. Lalu mengangkat kedua bahunya tidak tahu sambil menyatukan kedua tangan dan meletakkannya di belakang kepala sebagai bantal. Malik menatap ke arah depan dengan tatapan kosong.

"Menurut lo gimana?"

Abdul menghela nafas pelan seraya memutar kembali badannya menghadap ke arah layar televisi. "Gue juga kagak tahu, njir lah, Lik! Pilihannya yang ada buat kita itu cuma ada satu serba salah. Lo paham, kan nyet maksud gue?" tanya Abdul sambil kembali menjalankan game yang tadi sempat di pause ketika mendengar suara helaan nafas Malik.

Malik mengangguk pelan tanda setuju. "Kalau dilihat sekarang, casenya emang beda sama cewek yang sebelum-sebelumnya. Justru Axel yang langsung bilang Lova pacar dia tanpa ada PDKT dulu. Itu bocah juga putusin pacar-pacarnya yang lain."

Malik menoleh menatap punggung Abdul yang sedang duduk bersila di atas karpet. "Dari situ, menurut lo Axel serius kagak sama Lova, Dul?"

"Bener, juga lo. Kenapa gue baru sadar sekarang?" tanya Abdul lebih kepada dirinya sendiri sambil manggut-manggut. Abdul menghela nafas berat. "Tapi sorry nih, Lik. Jawaban gue, gue tetap gak yakin Axel serius sama Lova, Lik. Gue rasa akan ada waktunya itu bocah bakal nyakitin Lova." jawab Abdul tanpa melihat Malik.

Malik mengangguk pelan tanda setuju satu kali lagi. Abdul itu walau dongo-dongo seperti itu, tapi ketika masalahnya sudah berhubungan dengan orang-orang yang dekat apalagi yang disayangi, Abdul akan berubah menjadi Abdul, laki-laki yang serius bukan lagi laki-laki yang slengean. Abdul bisa juga berubah menjadi sosok yang sangat bijaksana. Hell! Bisa besar kepala monyet satu itu jika dia menyuarakan pujian yang tadi terlintas di kepalanya.

"Kalau nanti ada waktunya Axel nyakitin hati Lova. Gue sendiri yang bakal jamin, Lova-- dia gak akan merasa sakit terlalu dalam dan lama."

Abdul mempause lagi game yang sedang dimainkannya. Perlahan menoleh menatap Malik dengan sudut bibirnya yang terangkat sebelah. Abdul tersenyum miring dan melayangkan tatapan mengejek pada sahabatnya itu.

"Cih!" cibir Abdul keras. "Dasar bucin! Sesayang itu, ya lo ternyata sama Lova, Lik." kekeh Abdul.

"Oi!" Malik langsung melepaskan kedua tangannya seraya menjauhkan punggungnya dari headboard. Melempar kencang satu bantal yang ada di atas ranjangnya ke arah wajah Abdul yang sedang memasang raut menyebalkan itu. Bahkan suara tawa keras sahabatnya itu terdengar mengejek di telinganya dan itu sungguh sangat menjengkelkan.

"Njir, lah Lik!"

"Ck!" Malik berdecak keras ketika lemparannya meleset. Melompat turun dari ranjang empuknya dan memungut bantal yang tadi dia lemparkan lalu melemparkannya kembali ke atas ranjang. Malik duduk di samping Abdul, ikut bermain playstation.

"Bego! Kalau lo baru nyadarnya sekarang, Dul."

Abdul manggut-manggut. Tangan kirinya menepuk bahu Malik sebelah kanan dua kali. "She's gonna be alright, dude. Biar Lova juga ngerasain gimana rasanya jatuh cinta sama pacaran."

Malik mengangguk singkat. "Yeah! I hope, so. Dahlah!" Malik mengibaskan tangan kanannya tak acuh. "Jand banyak bacot, lo. Main. Berani kasih gue apaan kali ini?"

Abdul mengumpat kasar. Lalu terkekeh kecil sambil menoyor kepala Malik keras tanpa perasaan.

Tbc.