Alan POV
Raga ku memang menjauh dari mu tapi tidak dengan hatiku yang selalu menyerukan nama mu, aku merindukan mu. Merindukan setiap tingkah laku mu, bagaimana dengan mu di sana?
Apa kamu merasakan rindu seperti ku?, Ku fikir tidak karena kamu lah yang menyuruh ku untuk pergi dalam hidup mu
Lalu apakah sekarang kamu sudah bahagia? Aku selalu bertanya pada diriku sendiri bagaimana bisa aku melupakan sosok manis seperti mu
Aku ingin selalu memeluk mu menyalurkan rasa rindu yang telah lama terpendam di dalam relung hati
"Aku merindukan dirimu, bagaimana kabar mu disana? Apakah kamu bisa menemukan pengganti ku?" Monolog ku
Hari ini disini hujan turun dengan derasnya, meningkatkan aku tentang mu 5tahun silam yang menyuruh ku untuk melupakan mu. Senyum kecut itu muncul lagi ketika aku mengingat nya rasanya aku ingin tertawa saja jika ingat semua itu
Tokk tokk tokk
Pintu ruangan ku diketuk dengan brutal oleh seseorang diluar sana, aku tak pernah memperdulikan nya. Aku memperhatikan rintik ujan yang terus turun dari langit
Brakk
Aku menoleh kan kepala ku dan kembali kedalam pikiran yang melayang-layang jauh dari tempat ku berada
"Lan, ngapain bengong?" Ujar sahabat ku siapa lagi kalo bukan penga, dia menyusul ku ke new York dua tahun silam dan bekerja sebagai pemilik kedai cafe di tengah jalan padat kota new York
Aku merasakan tepukan hangat di pundak kiriku dan melihat nya yang tersenyum lebar kearah ku, "kangen dia ya?!" Tanya nya pada ku
"Sok tau lu." Baru saja hendak pergi dia kembali berbicara
"Gua tau kok elu kangen sama dia, gua juga tau kalo sebenernya elu masih sayang sama dia." Tukas nya
Aku menolehkan kepala dan tersenyum miring. "Ck, gua benci dia."
Aku pergi dari hadapan nya yang kini memasang muka seriusnya itu.
Munafik memang ketika merindukan seseorang tapi malah bilang benci, aku tidak ingin ada orang lain yang tau bagaimana perasaan ku saat ini dan cukup aku saja yang mengerti bahwa kami memang tidak di takdirkan bersama
"Alan." Panggil seseorang di belakang ku, "tunggu dulu donk."
Aku memberhentikan langkah ku dan tak berniat untuk membuka suara
"Hiss, aku kesini tuh nyamperin kamu tau gak! Lagian kamu susah banget di hubungin nya." Gadis itu mengerutkan bibir nya lucu
"Ngapain?" Tanya ku malas
"Aku mau minta temenin kamu jalan-jalan."
"Males." Ketus ku
"Ayok lah, katanya kamu mau beli sesuatu buat dia." Rujuk nya padaku
"Dia?"
"Orang yang kamu sayang di Indonesia." Dia tersenyum hangat kearah ku
"Ck, gak sayang." Bohong ku padanya
"Huft, padahal niat Naya baik lho." Lagi dan lagi dia mengerucutkan bibirnya
Aku mengacak-acak pucuk kepalanya dan tersenyum kearah nya lalu pergi dari sana yang terus saya di ikuti oleh nya
Kini kami sudah sampai di pusat perbelanjaan di pinggir kota, dia tersenyum menggandeng tangan ku sambil berjalan
"Lan liat-liat itu dulu yuk." Tunjuk nya pada toko baju
Kami berjalan-jalan melihat baju-baju cewek yang sangat terbuka itu, "gak beli?"
"Nanti aja, belum Nemu yang pas." Ujar nya
Aku hanya manggut-manggut saja dan mengikuti nya berjalan sesuai arahan dia
"Lan kapan mau ke Indonesia?" Tanya nya pada ku
Aku hanya memandangnya datar. "Gak niat."
"Terus kapan mau ngasih hadiah buat dia?"
"Tinggal lewat pos." Ujar ku santai tanpa perduli dengan apa yang akan dia ucapkan padaku lagi
"Hiss, jangan lah, kalo ketemu kan enak bisa saling rindu." Dia terkekeh setelah mengatakan itu
Gadis ini adalah sahabatku di sini, dia mengerti dan mengetahui segalanya tentang Sasa yang menyuruh ku untuk menjauh dan membenci dirinya
Tangan ku ditarik paksa oleh Naya, "ngapain?"
"Itu bagus banget." Tukas nya sambil menunjuk kesebuah toko perhiasan
Kami memasuki toko itu dan dia sudah berlari entah kemana dengan pegawai wanita disana, aku masih saja diam menunggu nya sambil melihat-lihat sebuah kalung warna silver dengan bandulan lucu sangat kontras dengan dia yang simpel
Aku membeli nya tanpa sepengetahuan Naya, kalung itu sangat cocok untuk dia kenakan nanti.
"Ayok, kamu udah beli?" Tanya Naya padaku
Aku hanya menggeleng kepala cepat. "Harus beli." Ujar nya
"Udah lah, aku capek ayok pulang saja." Aku berjalan mendahului nya
Setelah pergi berbelanja aku kembali ke apartemen dan disana masih ada penga yang sedang duduk santai dengan memegang tablet nya
"Wiss, udah pulang lu?" Ucapnya seraya menengok kearah ku
"Ngapain masih disini?" Tanya ku ketus dan berlalu menuju kamar
"Lagi video call sama Ara, nih mau liat gak." Tanya nya sambil mengarahkan tablet nya
"Gak."
"Yahh, sayang sekali padahal tapi ada Sasa."
Saat mendengar nama nya aku berheti di depan pintu dan menengok kearah nya yang sekarang sudah tersenyum menang
"Sini kalo mau liat Sasa." Dia melambaikan tangan nya sambil berbicara
"Gak."
"Yaudeh terserah lu, jangan tambah kangen ya, hahahah." Dia tertawa keras dan aku tidak akan mempedulikan itu
"Apaan sih berisik amat." Tanya Sasa di telepon
Suara itu, aku mendengar nya lagi dari sekian tahun, aku masih berdiri di belakang pintu karena suara nya sangat terdengar di telinga ku.
"Aku rindu sa." Gumam ku tidak terasa ada air mata turun begitu saja saat aku mengucapkan namanya dalam diam
"Yak, jangan begitu. Sini ah balikin." Ujar Sasa di telepon
"Enggak, gua mau liat siapa sih yang hubungin sahabat gua sampe segitunya, lagi pula kenapa elu gak bales sih? Lumayan kan ganteng." Itu suara Ara yang sedang berdebat dengan Sasa
"Udah donk sayang, jangan ribut." Ujar penga menengahi mereka
Aku keluar dari kamar dan melihat penga yang menatap ku saat dia ingin bersuara aku malah menyuruh nya untuk diam agar mereka tidak tau aku disini
"Balikin akh, gak lucu." Seru sasa
"Ogah."
Aku melihat penga yang memijat kening nya dia diam seribu bahasa melihat tingkah dua gadis itu, aku tersenyum mendengar suaranya lagi, apa aku sangat merindukan nya?? Seperti nya iya
"Dah lah, terserah."
"Ahahahah, cie ngambek." Ledek Ara pada nya
"Bodo." Ketus nya
"Yah jangan gitu donk, senyum donk. Selama Alan pergi elu kan gak pernah senyum bahkan ketawa sa, gua kek gini kan cuma pengen elu ketawa doank sa." Ujar Ara yang sukses membuat ku menjadi patung
"Gak usah sok tau." Sinis nya
"Gak sok tau, tapi bener kok. Lu jarang banget senyum atau ketawa. Bahkan gak pernah."
"Saa. Maaf." Lanjut nya
"Iya."
"Sekarang udah selesai berantem nya?" Tanya penga yang mulai jengah dengan tingkah mereka
"Hehehe, udah kok sayang."
"Aku punya kejutan buat kalian." Katanya sambil melihat kearah ku
"Apa?" Tanya mereka serempak
"Sini donk." Dia memanggil ku untuk kearah nya tapi aku malah diam di tempat dan tidak berniat sama sekali
Dia berjalan kearah ku dengan membawa tablet nya lalu disodorkan nya ke wajah ku, bisa ku lihat disana tatapan tidak percaya Ara dan kemana Sasa? Kemana gadis itu? Aku ingin melihat nya
"Laaaannnnn, apa kabar? Yaampun makin ganteng." Ujar Ara di sebrang sana
"Baik."
"Sasa, sini woy ngapain mojok di sono." Teriak nya
"Balikin dulu ponsel gua."
"Liat dah."
Akhirnya aku bisa melihat nya lagi, muka datar nya dan kemana rambut panjang sepinggang nya? Kini rambut itu tinggal sepundak saja
"Kok diem, ngomong donk sa." Tegur Ara
Dia tak membuka suara nya sedikit pun bahkan sekarang netra coklat nya berubah menjadi sangat pekat seperti memendam rasa ingin mencaci bahkan memaki, aku menjauhkan tablet itu dari wajah ku
"Hai, apa kabar." Seru nya ketika tablet itu mulai menjauh
"Baik, sendiri nya?" Ujar ku mengambil kembali tablet di genggaman tangan penga
"Baik."
Setelah itu kami tidak ada satupun mengeluarkan suara, hening disana sangat hening dan di sini hati ku bergerumuh keras ingin sekali memeluk nya dan menyalurkan rasa rindu yang tertahan
"Lan?" Penga menggoyangkan badan ku yang terasa kaku di tempat
"Gapapa kan?" Tanya nya padaku
"Emm, makasih." Aku tersenyum dan kembali ke kamar
Hari ini aku melihat mu, akan kah aku dapat melihat mu di kemudian hari? Atau di setiap hari ku lagi?