"Kamu adalah orang pertama yang menarik perhatianku."
Bel tanda istirahat sudah berbunyi sejak 1 menit yang lalu. Adelia dengan cepat langsung menarik tangan Felly ke arah kantin. Merasa dirinya diperlakukan tidak wajar, Felly langsung memberontak dan menghempaskan tangan Adelia dari tangannya.
"Ngapain sih lo narik-narik gue. Lo kira gue kambing apa," dumel Felly.
Adelia berdecak kesal. Pasalnya saat ini Adelia benar-benar lapar dan butuh asupan tenaga karena tadi pagi dia sudah lari-lari untuk masuk kelas tepat waktu dan barusan, sebelum istirahat otaknya dipaksa bekerja mencerna materi pelajaran ekonomi.
"Gue udah laper banget ini. Udah ah ayo!" kata Adelia dan kembali menarik Felly menuju kantin.
Sebisa mungkin Felly mengontrol emosinya karena memang temannya ini tidak bisa tenang kalau menyangkut makan.
"Lo duduk aja di sini biar gue yang pesen. Gue gak mau lo ngamuk-ngamuk sama pedagang karena gak mau antri," tutur Felly yang membuat Adelia nyengir.
"Gak usah nyengir. Tadi pagi aja lo marah-marah sama gue sekarang bersikap so manis. Udahlah, lo mau makan apa?"
"Bakso sama jus jeruk aja," jawab Adelia.
Setelah menerima jawaban dari Adelia, Felly langsung berjalan menuju penjual bakso. Sedangkan di tempatnya, pikiran Adelia mengarah entah ke mana. Tiba-tiba saja pikirannya tertuju pada kejadian tadi pagi. Ralat, lebih tepatnya pada sosok yang ada dalam kejadian tadi. Dikta.
Sosok laki-laki itu selalu bisa meracuni pikiran Adelia di setiap saatnya. Sikap manisnya selalu bisa membuat Adelia nyaman di dekatnya. Adelia masih ingat kapan dirinya kenal dengan sosok Dikta.
Hari ketiga MOS atau Masa Orientasi Siswa di SMA Start Internasional School disibukkan dengan beribu-ribu calon siswa-siswi baru untuk meminta tanda tangan Osis.
Entah apa tujuan di balik kegiatan ini, karena ini memang terlihat konyol. Salah satu siswi yang memakai jepit biru di sebelah kiri rambutnya berdecek kesal. Pasalnya dia kurang menyukai kegiatan ini, terlihat seperti anak kecil yang sedang bermain kucing-kucingan. Ketika dia mendekati salah satu Osis maka saat itu pula Osis menjauh. Memang ada beberapa Osis yang diam dan menerima kehadiran calon adik kelasnya itu namun dengan satu syarat misal ; menyanyikan lagu balonku dengan huruf vokal A diganti menjadi O. Bukankah itu terlihat bodoh?
"Berasa anak PAUD," dumel gadis itu.
Di saat semua orang sedang sibuk mengejar anggota Osis, gadis itu malah sibuk duduk di pinggir lapangan sembari melihat aksi aneh dari teman-temannya. Karena gadis itu berpikir, untuk apa melakukan ini semua kalau akhirnya hasil tanda tangannya dibuang begitu saja ketika MOS ini berakhir.
"Lo Adelia kan?"
Pertanyaan itu menarik perhatian Adelia. Dengan cepat dia melirik ke sampingnya dan matanya mendapati sosok cowok yang sering dia lihat di kelas selama MOS.
"Iya," jawab gadis yang bernama Adelia itu.
"Lo gak minta tanda tangan ke Osis?"' tanya laki-laki itu.
"Enggaklah, buat apaan juga. Artis bukan, pejabat bukan. Osis aja yang bertingkah lebay," tutur Adelia menumpahkan kekesalannya.
Tanpa Adelia tahu, laki-laki yang sekarang sedang duduk di sampingnya itu tersenyum sangat tipis.
"Kenalin. Gue Dikta Bramasta," kata laki-laki bernama Dikta itu sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Adelia.
Adelia sempat terpaku. Meskipun begitu, dia tetap menerima uluran tangan Dikta. "Adelia Azzahra,"' balas Adelia.
"Lo manis," kata Dikta pelan namun masih bisa didengar oleh Adelia.
"Lo bilang apa barusan?"
Seketika Dikta gelagapan. Dia merutuki kebodohan mulutnya yang selalu bicara tanpa disaring terlebih dahulu.
"Ehh ... enggak. Kalau gituh gue duluan ya takut dicyduk Osis kalau berduaan," ujar Dikta lalu buru-buru bangkit dari duduknya dan berjalan pergi meninggalkan Adelia.
Di tempatnya, Adelia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laki-laki yang bernama Dikta. Seulas senyum terbit di bibirnya. Dan dia rasa masa SMAnya akan terlihat sangat menyenangkan.
"Hayoh, ngelamunin apa lo?"
Adelia langsung tersadar dari lamunannya. Dilihatnya Felly yang baru saja menyimpan pesanannya di meja lalu mulai duduk di depannya.
"Enggak papa kok," jawab Adelia.
"Jangan bilang lo lagi mikirin si cogan itu ya," goda Felly sambil menuangkan saos ke dalam mangkok baksonya.
"Enak aja. Enggak ya," elak Adelia.
Felly hanya tertawa sekilas. Tanpa Adelia jawab jujurpun Felly sudah jelas tahu terlihat dari gelagatnya yang salah tingkah.
"Mulut lo boleh bohong tapi tingkah dan raut wajah lo menjawab semuanya."
Setelah mengatakan itu, Felly langsung fokus pada satu titik ; bakso. Sedangkan Adelia, dia masih gelisah dengan pikirannya yang terus tertuju pada satu orang ; Dikta.
"Dilihatin mulu baksonya. Mau gue suapin?"'
Jelas, suara itu mengagetkan Adelia. Matanya terbelalak ketika melihat seseorang yang sekarang duduk di sampingnya dengan senyuman yang sukses membuat Adelia jatuh. Jatuh ke dalam pesona orang itu.
"Dikta! Ngapain lo?" tanya Adelia.
"Mau nyuci," jawab Dikta enteng membuat Adelia mengerutkan keningnya. "Ya kalau di kantin pasti mau makanlah," lanjutnya.
"Ya maksud gue, ngapain lo duduk di sini kan masih banyak bangku yang kosong."
"Ya abisnya gue lihat lo diem mulu mandangin bakso. Bakso gak akan berubah wujud menjadi muka gue kalau ditatap terus," kata Dikta sambil menatap wajah Adelia intens.
"Ih, Dikta apaan sih," ujar Adelia.
"Mendingan sekarang lo suapin aja dia. Katanya dia mau makan disuapin sama lo," sahut Felly yang memang sudah kesal dengan interaksi mereka. Bukan apa-apa Felly hanya merasa iri.
Mendengar penuturan Felly yang asal, cepat-cepat Adelia menatap tajam Felly sedangkan Felly membalasnya dengan senyuman mengejek.
"Seriusan, Del?" tanya Dikta pada Adelia dengan semangat yang menggebu-gebu.
"Enggak kok," ujar Adelia.
Tanpa mendapat persetujuan dari Adelia, Dikta menyendok satu bakso kecil lalu diarahkan ke mulut Adelia. "Aaa!! Ayo buka mulutnya!" titah Dikta.
"Enggak mau, Dik. Malu dilihatin orang," ucap Adelia berusaha menolak.
"Biarin aja sih. Buka atau gue sogokin ke mulut lo."
Tak ada pilihan lain selain membuka mulutnya dan membiarkan Dikta menyuapinya. Di sela-sela makannya, Adelia menyempatkan diri untuk menatap Felly. Sorot mata Adelia semakin menajam dan Felly tahu kalau kekeselan Adelia sudah mencapai puncaknya namun Felly membalasnya dengan senyuman mengejek sambil mendelik.
Di suapan terakhir, Adelia menerimanya dengan kasar membuat Dikta tersentak kaget karena sendoknya digigit kencang oleh Adelia.
"Del, lo kenapa?" tanya Dikta.
"Gak papa kok," balas Adelia lalu mulai meminum jus jeruknya.
Dikta hanya mengangguk sebagai jawaban lalu matanya melirik ke arah jam tangan yang dia pakai di tangan kirinya.
"Gue duluan ya, Del. Bye!" pamit Dikta lalu bangkit dari duduknya.
Setelah Dikta benar-benar hilang dari pandangannya, Adelia menajamkan kembali pandangannya ke arah Felly.
"Sekarang lo, gue maafin. Tapi nanti jangan harap," tegas Adelia lalu melangkah pergi meninggalkan Felly.