Icha masih saja meronta, dia belum juga mau mendengarku. Padahal nafas Icha sudah tersengal gara-gara kelelahan menangis, suaranya juga sudah terdengar serak. Aku langsung membalikkan Icha dipangkuan dan menghadapkan wajahnya ke wajahku, meskipun dia terus berontak tapi aku akan berusaha membuatnya membuka mata terlebih dulu.
"Icha buka matamu" ucapku tegas. Dua kali dipanggil masih tidak berpengaruh apapun.
Aku menarik nafas dalam lalu menahannya di perut, kemudian membaca doa lalu kembali mencoba menyadarkan gadis kecil itu.
"Icha! Buka matamu!" ucapku dengan nada yang kencang.
Pak Burhan dan Bu Sinta juga sampai terkejut karena suaraku. Icha kaget kemudian baru membuka matanya, sontak Icha terdiam dengan nafas yang tersengal-sengal, kedua matanya menatapku dan diam mengamatiku sejenak.
"Pak, Bu, maafkan saya. Tolong ambilkan setelah gayung air lalu campur dengan sedikit garam" ucapaku kemudian.
"I... Iya Mbak" jawab Bu Sinta langsung mengambil seperti yang aku sebutkan.