"Entahlah, aku lebih suka di luar, menyatu dengan alam yang disuguhi tuhan tanpa alasan. Daripada harus mendengar ocehan ayah tentang kakak ku yang terlalu perfect."
Air sungai yang tenang langsung membuat lingkaran yang tak ada ujungnya saat krikil baru saja masuk dan memantul beberapa kali. Sinar Matahari yang terlihat mulai tenggelam itu terpapar di air sungai dan memantul di wajah orang orang yang ada disekitarnya.
"Kamu tau? Kamu itu istimewa, special."
Adreav berpaling pada Zeyn, iya sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh perkataan Zeyn, tapi jelas hal itu membuatnya terpaku, senyum yang sangat tipis tiba tiba terulas di wajahnya. "Maksudnya?"
"Ah tidak." Jawab Zeyn buru buru, lalu mengeleng-geleng kepalanya terlihat pusing. "Apa? Aku tau kamu ngeliatin aku dari tadi." Ujarnya, tanpa menoleh sama sekali.
Adreav saat itu juga mengalihkan perhatiannya tak melihat ke arah Zeyn. "Bukan apa apa, pantulan cahaya mataharinya kelihatan indah di wajah kamu, udah itu doang." Ada sedikit rasa aneh di dalam dirinya saat tau Zeyn hanya bergurau dalam kalimatnya tadi.
Tiba tiba sebuah telapak tangan menggenggam tangan dirinya, telapak tangan yang Adreav ketahui pasti milik Zeyn itu bergerak mengelus elus sampai terasa hangat.
"Udah mulai gak baku ya bahasanya, jangan dibiasain kalo di kerajaan, bahaya, di sini aja kita pakai bahasa enjoy kaya gini." Jelasnya, sambil memutar mutar air sungai memakai elemen pengendali yang ia miliki. "Pulang yuk? Udah mau malam, pasti keamanan gak segan segan hancurin rumah pohon ku kalau kita gak pulang." Jelasnya, terlihat khawatir karena banyak koleksi miliknya di sana.
Adreav jelas terlihat masih lelah karena sudah berjalan seharian. "Gendong?" Mintanya, membuat senyum Zeyn lagi lagi mengembang entah karena apa.
• • •
"Apa saja yang sudah kamu pelajari hari ini?"
Surai lembut itu dielus pelan oleh sang ibu, siap untuk mendengar cerita yang telah terukir dihari ini. Pandangannya tertuju pada bulan terang diatas langit lewat jendela.
Anaknya itu terlihat bergerak tak nyaman. "Aku hanya bermain tadi, besok baru mau berlatih di halaman belakang." Gumamnya, terdengar sangat mengantuk. Tentu Adreav tidak menceritakan tentang Cat Creature yang hampir menculiknya.
"Ibu menghawatirkan keamanan mu, kemana kalian kemarin?"
"Tidak usah khawatir bu, Zeyn pasti bisa menjaga ku, percaya lah."
Selimut ditarik menutupi setengah tubuh Adreav, lalu jentikan tangan terdengar dan cahaya di lampu berpindah dengan cepat pada lampu tidur di nakas. "Baiklah, kamu harus tidur. Besok harus buktikan pada ayah jika kamu juga bisa menjadi seorang putri." Sang ibu langsung mencium dahi Adreav, pintu ditutup dan Adreav menutup matanya mempersiapkan diri untuk berada di kerajaan seharian besok.
• • •
Cahaya hari ini terlihat sangat mendukung, panas matahari tak sepanas biasanya, angin juga berhembus kecil tidak kencang dan juga tak pelan, semua latihan terlihat lancar tak ada halangan.
Suara pedang bertabrakan yang nyaring tak sama sekali mengganggu pendengaran mereka. Tidak, itu bukan pedang.
Sudah Zeyn katakan jika mereka akan belajar bertarung mode seorang putri.
Adreav terus memandangi Zeyn layaknya seorang musuh, tajam dan tak ada keramahan sama sekali. Kipas yang tadi ia hempaskan kembali ia tutup, tangannya dengan lihai bergerak dan pisau pisau tadi kembali pada sisi sisi kipas.
Darah yang merembes lewat hidungnya ia hapus dengan sarkastik. Tangannya merogoh sebuah belati yang ada di sisi pinggangnya dan menodongkannya tepat di depan wajah Zeyn.
Tapi senyum yang terkesan tak berteman terulas, sebelum Adreav bergerak, kedua tangan Adreav dipegang dan diputar membuat Adreav secara reflek berbalik badan sambil teriak. Tulang kering bagian belakangnya ditendang dan sebuah belati dengan corak yang sama tersodor tepat di lehernya.
Membuat Adreav seketika meneguk salivanya dengan susah payah.
"Give up or continue?" Ucap pemuda itu dengan suara yang hampir menghilang.
Nafas Adreav menggebu. "I wanna give—" belati itu tiba tiba saja menjauh dari lehernya, membuat pikirannya sedikit bekerja untuk menipu. "No! I want to continue!" Ia memutar tubuhnya dengan meluruskan tangan di mana sebuah belati masih tergenggam.
Tapi sialnya ternyata Zeyn lebih dulu menyingkir meski rahangnya benar benar tertebas belati. Pemuda itu terjatuh di tanah dan meringis perih memegangi rahangnya yang mengeluarkan darah begitu cepat. Senjata yang tadi ia pegang terlempar jauh entah kemana.
"Zeyn! Maaf, yaampun maaf aku terbawa emosi." Adreav melepas semua senjatanya, mendekat dan memegangi rahang Zeyn yang terlihat terkoyak.
Tidak ada senyum seperti biasanya, Zeyn terlihat menutup matanya menahan rasa sakit.
Ibu Adreav tiba tiba datang dan berlari, menjauhkan Adreav dari Zeyn dan memegang luka penuh darah di rahang Zeyn. Sikapnya terlihat tenang namun Adreav tau ibunya ikut panik.
Entah darimana ibunya tau tentang kecelakaan ini, tapi Adreav benar benar lupa jika ibunya pernah belajar menjadi Healer. Ibunya menutup luka itu dan menuntun Zeyn untuk tetap tenang, cahaya keluar dari sela sela jari ibunya dan luka di rahang Zeyn mengecil.
Zeyn terduduk lemas menunduk. "Terima kasih." Ujarnya, mungkin masih terkejut dengan kejadian tadi.
"Ibu rasa latihan kalian cukup hari ini, lebih baik kalian bermain seperti kemarin." Sang ratu mengacak rambut Zeyn yang basah karena keringat. "Kamu juga harus hati hati, hari ini kamu tau Adreav sangat berbahaya." Terdengar kekehan saat ratu mendapati anaknya cemberut. "Baiklah, ibu dan ayah harus keluar istana, jaga diri kalian baik baik."
Setelahnya, keadaan hening, Zeyn masih belum mau berbicara pada Adreav yang kini duduk di sampingnya sambil terus memandangi nya.
"Aku harus apa biar kamu mau ngomong lagi sama aku?" Gumam Adreav, tak suka dalam situasi seperti ini.
Kaki Zeyn sebelah menekuk, kepalanya menumpu dengan mata tertutup, nafas berat keluar terlihat masih mencoba tenang.
"Permintaan aku gak masuk akal, emangnya bisa?" Zeyn bergumam masih tak membuka matanya.
Lantas Adreav mengangguk sambil bergumam tak jelas. "Asal kamu mau main lagi."
"Peluk aku."
Suaranya sangat kecil sehingga Adreav harus kembali memastikan dengan mendekatkan wajahnya. "Apa?"
"Peluk aku, sebentar aja."
To be continued