"Alea!"
Adreav memeluk gadis itu saat muncul dari balik gerbang tinggi kerajaan, wajahnya kesal namun langsung gembira saat melihat Adreav berlari memeluknya.
"Penjagaannya bener bener banyak ya." Bisik Alea jengkel. "Oh iya, Zeyn mana?"
Adreav terkekeh kecil sangat mengerti kejengkelan Alea, tangannya menggenggam tangan Alea dan mengajaknya masuk ke dalam kerajaan. Lampu lampu yang menjuntai indah langsung membuat Alea terkagum kagum.
"Mau langsung ke Zeyn atau keliling dulu?"
"Gimana langsung ke Zeyn aja? Bajunya berat banget nih." Tas yang digendong oleh Alea itu terlihat berat, lantas Adreav mengangguk dan mengarahkan Alea untuk berbelok ke lorong kecil dengan tembok kaca.
"Kita ke taman, Zeyn lagi makan cuma sikap nya jadi jengkel gara gara kejadian tadi siang."
Alea mengangguk angguk mengerti, kerajaan ini terlihat sangat sunyi karena para tetua dan raja tak ada. Ia juga sudah mendengar cerita bagaimana Adreav menyerang Zeyn sampai Zeyn terluka.
"Zeyn!" Panggil mereka berdua.
Namun yang terpanggil tak ingin menoleh.
"Hish dia kerasukan apa tuh?" Canda Alea. Membuat mereka berdua tertawa sambil mendekat pada Zeyn.
Alea duduk di sebelah Zeyn sambil mengambil makanan yang ada di pangkuan Zeyn, namun Zeyn tetap diam masih asik memakan makanannya.
Berbanding balik dengan Adreav yang melihat sesuatu mengkilap di semak semak rumput. Tangannya dengan lihai bergerak membuat benda itu terbang dan keluar bergerak cepat sampai akhirnya tergenggam di tangannya.
Alea dan Zeyn saling bertukar pandang melihatnya. Zeyn memang tau Alea dapat mengangkat benda jika ia menginginkannya, dan itu baru ia ketahui saat berperang tadi.
Tapi Zeyn tidak bingung karena Adreav pernah mengatakan jika sesuatu yang ia miliki hanya diketahui ibunya.
Sedangkan Alea hanya tau Adreav adalah pengendali air.
"Sebenernya, apa elemen yang bisa kamu kendalikan?" Tanya Alea, dahinya mengkerut sambil meminum minuman yang pasti milik Zeyn.
Adreav tersenyum memandang sekilas pada Alea dan Zeyn. Pisau tadi ia lepas jatuh dan kembali terangkat sebelum menyentuh rumput. "Gravitasi, aku bisa memperlambat dan mempercepat pergerakan benda, tapi tidak untuk makhluk hidup." Lalu air yang ada di dalam gelas terangkat. "Air." Lanjutnya, dan selanjutnya air itu membeku. "Angin." Lalu air itu kembali mencair dan jatuh tepat masuk ke dalam gelas.
Adreav melangkah menjauh mengambil kertas di dekat pintu, ia membaca surat yang tertera lalu langsung kesal saat tau isinya. "Api." Ujarnya, bersamaan dengan hangusnya perkamen menjadi abu. Abu itu berjatuhan dan rumput rumput di bawahnya terkoyak berlubang, lalu kembali tertutup saat semua abu telah masuk. "Dan tanah." Ujarnya.
Alea yang sejak tadi memperhatikan terlihat kagum sampai mulutnya terbuka. "Aku bisa mengajarkan mu mengendalikan tanah, bagaimana?" Ujarnya, berdiri dan mendekat pada Adreav. "Tapi aku hanya mengajarkanmu tidak menjadi lawanmu."
"Oke, kita lanjutkan malam ini? Karena..." Adreav lagi lagi memandang sekitar sambil memutar. Lalu tangannya menyuruh Zeyn untuk masuk ke dalam dahulu. Tangan Adreav keduanya terangkat, semua pisau di dalam semak semak taman melayang ke atas yang terlihat membentuk bundar seperti atap. "Ada yang baru saja mencoba membunuh kita."
Tanpa berpikir lagi, mereka berlari masuk ke dalam dan memanggil para prajurit untuk bersiap siap mengambil posisi. Sebelumnya, Adreav lebih dulu mengangkat tangan menutup lorong kaca, karena mungkin mereka akan pecah jika tidak dilingkupi dengan tanah.
Jendela jendela pecah mulai terdengar, membuat Adreav harus berkonsentrasi untuk mengusir para penyerang tak di kenal itu. Tangannya mendorong angin berlawanan arah dengan tubuhnya, ombak tanah terlihat dari dalam kerajaan dan suara besi berbenturan terdengar.
"Alea!" Panggil Adreav. Sebuah anak panah hampir saja menancap di pundak Alea jika Alea tidak menoleh padanya tadi. "Tetap di sini, kamu tidak bisa pulang dalam keadaan seperti ini oke?" Alea mengangguk, Adreav langsung berlari mendekat pada tangga dan dengan sekuat tenaga menaiki tangga mencoba mengambil alih keadaan.
Sampai di loteng kerajaan, angin berhembus kencang tak beraturan, tapi Adreav bangga melihat prajuritnya yang tak lengah. Ia berlari ke arah selatan saat melihat tubuh kokoh nan tinggi berkulit sawo matang. Itu ketua prajurit.
"Paman!" Panggilnya, yang ternyata bersamaan dengan panggilan Zeyn di belakang.
Ketua prajurit itu terlihat langsung menoleh pada mereka, berjalan mendekat dengan langkah yang terburu-buru menarik mereka berdua masuk ke dalam.
Setelah menutup pintu, paman itu melihat keadaan dan kembali berbalik menghadap mereka. "Terlalu berbahaya untuk kalian datang ke zona tadi." Ujarnya masih mengatur emosi. "Kenapa?"
Zeyn melangkah menaikkan tangannya ingin bertanya lebih dulu. "Dari mana perang ini berasal? Kapan mereka memberi surat persetujuan perang? Dan siapa yang menyerang kita?"
Adreav terpaku, semua pertanyaan itu benar benar ada di benaknya sejak tadi. Langkah berlari langsung terdengar mendekat menaiki tangga, tanpa menebak lagi, Alea datang dengan nafas tersendat-sendat.
Hembusan nafas terdengar membuat para remaja itu kembali memperhatikan sang paman. "Kami sendiri tidak tau kenapa, tapi yang pasti incaran mereka adalah putri Adreav, penyerang tidak terlihat bagian khasnya, aku sendiri tidak tau mereka siapa."
Pandangan Alea tertuju pada Adreav yang terlihat menunduk sedang berfikir. Tangannya bergerak merangkul temannya itu dan mengusap usap lengan Adreav, menuntun untuk turun dari daerah loteng dan pergi ke tempat aman.
"Tunggu." Gumam Adreav.
Zeyn dan sang paman yang baru saja berniat membuka pintu itu langsung kembali melihat Adreav, raut wajah khawatir sangat terlihat jelas dari mereka.
"Aku bisa menyelesaikan ini." Ujar nya ragu. Tangannya bertautan terlihat bingung harus bagaimana. "Tapi ku mohon bantu aku untuk mengambil alih keadaan."
Panah panah dan bola api yang terjun ke bawah mulai sedikit, Adreav menyuruh semua prajurit untuk diam dan membiarkan mereka menyerang terlebih dahulu hingga semua anak panah yang mereka miliki habis.
Awan hitam yang gelap terlihat mulai berkumpul di atas kerajaan karena daya tarik yang Adreav ciptakan, lalu dengan memandang semua pimpinan, Adreav mengangguk mengangkat tangan dari arah yang berbeda.
Petir petir mulai bersautan dan ombak yang datang dari sungai menghujam penyerang dengan sekali telan, hujan langsung datang dan semua orang yang menyerang itu terlihat tak sadarkan diri, mengambang bersama jubah jubahnya yang terlepas dari tubuh mereka.
Lalu arus air membawa mereka karena angin datang. Membuat keadaan kembali bersih tak bersisa apapun selain pedang pedang tertancap dan genangan air.
Zeyn yang sejak tadi memimpin pasukan elemen petir menurunkan tangannya, emosinya kembali ia kendalikan dan petir petir mulai menghilang. Alea yang juga berperan dalam angin menutupi identitas Adreav juga mulai menepuk tangannya membebaskan angin.
Dan Adreav tanpa mereka sadari telah terkapar dengan wajah pucat di tengah tengah.