Chereads / Bukan Istri Tapi Estri / Chapter 5 - #005: Kerja Rodi Bagai Kuda

Chapter 5 - #005: Kerja Rodi Bagai Kuda

"Bego! Bego! Bego! Bego! Bego!" Endra terus saja merutuki kebodohannya saat ingatan soal kejadian sebulan yang lalu terputar lagi.

Di tengah menyetirnya untuk menjemput Sarah, berkali-kali Endra memukul stir dan ngedumel nggak jelas. Dia sungguh menyesali kebodohannya waktu itu. Kenapa sampai berpikir kalau Sarah adalah cewek kota yang pantas dijadikan istri? Sampai dirinya rela melakukan apapun untuk bisa dekat dengan cewek sadis itu. Kalau saja Endra tahu kebusukan Sarah dari awal, dia sungguh tidak akan tergoda barang sedetik pun meskipun Sarah menari salsa di depannya. Dia sungguh-sungguh tidak akan sudi.

Waktu dua puluh menit yang dipakai untuk menjemput Sarah sudah habis. Dan mobil yang dipakai Endra saat ini juga sudah masuk melewati gerbang rumah Sarah. Endra memarkirkannya di halaman rumah. Kemudian bersiap bertemu dengan sang iblis yang akan meneror harinya sampai malam.

Rumah yang ditempati Sarah yang sejak kemarin juga menjadi tempat tinggal Endra, memang bukanlah rumah mewah. Justru terkesan minimalis. Rumah berlantai dua, yang di dalamnya hanya ada dua kamar tidur dan satu kamar mandi yang terhubung dengan kamar Sarah di lantai satu, ruang tamu, ruang santai, ruang dapur dan di lantai atas hanya ada satu kamar beserta kamar mandinya dan juga balkon. Luasnya juga kurang dari 100 meter. Itu pun sudah termasuk gerbang sekaligus pagar rumah dan halaman rumah yang cukup untuk parkir satu mobil. Endra sebenarnya sedikit penasaran dengan gaya hidup Sarah yang tidak glamour, meskipun Endra tahu Sarah memiliki cukup banyak uang untuk berfoya-foya, padahal tinggal di kota metropolis yang orang-orangnya cenderung hedonis.

Sementara dirinya, meskipun orang tuanya bisa dibilang tajir gara-gara hasil perkebunan teh, tapi mau hidup glamour juga susah. Karena lingkungan di tempatnya sama sekali tidak mendukung. Jadi yang terbiasa dilakukan Endra adalah hidup merakyat bersama yang lainnya.

Sebenarnya, alasan Endra ikut tinggal di rumah Sarah ini adalah karena adanya perjanjian pernikahan yang Sarah buat. Dan tujuannya tak lain adalah untuk memforsir tenaga Endra. Bukan cuma memperlakukan Endra dengan sadis selama jam kerja saja, tapi setelah adanya perjanjian pernikahan, Sarah juga memberlakukannya di luar jam kantor alias 24 jam. Itulah kenapa Endra diijinkan untuk tinggal di rumah yang sama. Tujuannya hanya untuk menerapkan kerja rodi bagai kuda pada Endra.

Dengan langkah lesu, Endra berjalan memasuki rumah. Dan di menit yang sama, Sarah juga keluar dari kamar sembari menenteng tas kertas dan melihat Endra yang sudah tampak layu seperti tanaman yang lupa disiram. Lantas berucap.

"Lo belum makan apa gimana sih. Masih pagi juga udah lesu gitu. Yang semangat napa. Ngerusak semangat pagi gue aja lo!" gerutu Sarah kesal.

Endra hanya membuang napas panjang sembari menatap Sarah malas.

"Oya, baju yang kemarin lo pakai udah diberesin belum? Mau langsung dikembalikan sekarang."

"Udah saya masukin mobil," jawab Endra kecut.

"Ya udah nih punya gue juga sekalian masukin mobil," kata Sarah sembari mengangsurkan tas kantongnya pada Endra.

Endra menerimanya tanpa berkata apa-apa. Lantas setelah itu, Sarah langsung berjalan melewati Endra untuk menuju keluar.

Perihal sifat Sarah yang satu ini, Endra benar-benar sudah hapal betul. Sarah selalu mengerjakan segala sesuatunya dengan ringkas, cepat, teratur, disiplin dan paling anti menunda-nunda. Jadi saat semalam Sarah memperingatkannya kalau hari ini baju yang dipakainya saat pernikahan kemarin mau dikembalikan, sudah pasti Endra harus cepat tanggap. Artinya tidak ada istilah nanti-nanti.

"Udah kebawa semuanya kan? Awas aja kalau sampai ada yang ketinggalan," komentar Sarah saat Endra sudah berada di belakang kemudi.

"Iya, udah," jawab Endra malas.

Sarah pun tidak bicara lagi. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan membiarkan Endra mulai menyetir meninggalkan rumah Sarah.

Kira-kira lima menit kemudian, tiba-tiba saja Sarah berucap tanpa melepaskan pandangannya dari ponsel yang dipegangnya. "Gimana? Seneng kan ambisi lo itu terwujud?"

Endra sempat melirik Sarah sekilas sebelum akhirnya kembali fokus pada jalanan.

Pengalaman selama sebulan di sekitar Sarah sudah membuat Endra hapal semua maksud perkataan Sarah. Termasuk perkataan tadi. Endra juga masih ingat dengan jelas kejadian saat akhirnya Endra diterima kerja sebagai OB.

***

Pagi itu, Endra sudah standby di depan pintu seperti orang yang mau minta sumbangan. Beberapa pegawai yang datang dan melihat kehadiran Endra, menatapnya aneh.

Seorang perempuan yang beberapa hari sebelumnya sempat mengusir Endra, melihat keberadaan Endra dan langsung melabraknya. "Ngapain berdiri di sini? Lo mau minta sumbangan!?" katanya jutek.

Endra langsung menggeleng tegas. "Kemarin saya diterima kerja sama Bu Sarah buat jadi OB di kantor ini."

"Ha? Bu Sarah sendiri yang bilang begitu?" tanyanya dengan nada tak percaya.

Endra mengangguk-angguk. Tak disangka perempuan itu malah mengulum senyum lantas berkata, "Ya udah kalau gitu, baik-baik yah selama di sini."

Dan Endra malah menjawabnya dengan polos. "Ah, siaaap."

Sungguh, saat itu Endra masih belum tahu alasan perempuan itu menahan senyumnya sembari berkata begitu. Tapi setelah akhirnya Endra mengetahui kesadisan Sarah, dan tahu kalau perempuan itu rupanya adalah Asti, Endra sering ngomel-ngomel kenapa dulu Asti nggak jujur aja perihal kesadisan Sarah. Jadi Endra nggak perlu kejebak sama permainan Sarah yang kelewat sadis. Tapi saat Endra menceritakan soal itu, Asti selalu saja ketawa ngakak. Dan malah tambah meledek Endra buat terima aja nasibnya.

Di hari pertama Endra bekerja, rupanya Sarah benar-benar memberi intruksi secara komplit. Mulai dari apa saja yang harus Endra kerjakan dan bagian mana yang tidak boleh dikerjakan sama sekali. Endra cukup antusias meskipun tahu kalau pekerjaan yang diberikan padanya cukup berat. Di hatinya terus saja terputar kalimat, "Sarah adalah jodohku, Sarah adalah jodohku, Sarah adalah jodohku..." Sehingga Endra tetap bersemangat untuk berkorban memperjuangkan jodohnya.

Tapi tiga hari kemudian, tubuh Endra benar-benar dibuat pegal luar biasa. Tugas yang diberikan Sarah benar-benar ajaib mampu merontokkan urat syaraf. Sehingga Endra serasa bagai sedang dijajah jaman baheula yang penuh nestapa.

Pas Endra lagi istirahat bentaran di ruang pantry, Sarah tiba-tiba saja masuk.

"Gimana? Lo udah mau ngeluh?"

Endra langsung berdiri tegap dan berlagak penuh semangat. Bagi Endra, ini hanyalah ujian demi bisa mendapatkan bidadari kelas premium. Jadi dia harus lulus melewati ujiannya.

"Tidak, Bu. Saya justru bersyukur bisa diijinkan kerja di tempat ini."

"Ah, gitu ya. Terus yang katanya lo mau nyariin calon keluarga lo, gimana? Udah ketemu?"

"Masih dalam proses, Bu."

Sarah mengangguk-angguk. "Oya, gue lupa. Yang dulu gue pesen teh racikan nyokap lo gimana? Jadi nggak? Dan nyokap lo katanya mau nengokin lo. Nggak jadi juga?"

"Kalau soal teh seduhan ibu saya masih dalam proses, Bu, biar rasanya mantap. Tapi kalau soal ibu saya yang mau kesini, saya harap tidak jadi."

"Loh, kenapa?"

"Karena saya belum berhasil membawa pulang apa yang saya cari, Bu."

Sarah sempat mengerutkan kening bingung. Tapi melihat wajah Endra yang terkesan polos akhirnya Sarah pun hanya berkata, "Oke, good luck deh kalo gitu." Sarah berlalu dari ruang pantry tanpa tujuan yang jelas. Sepertinya hanya untuk memata-matai Endra saja, tentang seberapa besar perjuangan Endra dalam mengejar cinta Sarah.