Satu bulan yang lalu, saat akhirnya kedua orang tua Endra diajak masuk oleh Sarah dan sempat diperkenalkan dengan pegawai yang lain, Endra masih dibuat takjub karena tingkah Sarah saat itu benar-benar natural. Hingga akhir pun, Sarah tetap mendalami perannya sebagai pacar pura-pura Endra dengan sangat baik. Sampai akhirnya, ibu Endra merasa yakin.
"Ibu seneng banget Endra bisa punya pacar kayak kamu loh. Udah cantik kayak bidadari, baik dan punya bisnis sendiri lagi," komentar ibu Endra saat kunjungannya sudah mulai berakhir. Sarah dan Endra mengantarnya sampai ke tempat di mana mobil orang tua Endra terparkir. Mereka memutuskan untuk langsung pulang ke kampung saja karena meninggalkan kedua adik Endra.
"Tapi Ibu sama Ayah beneran mau langsung pulang? Nggak nginep dulu?" tanya Sarah dengan suara lembutnya.
"Iya, nggak usah. Ibu sama Ayah itu kalau pergi-pergi nggak suka nginep," jawab Ibu Endra semringah.
"Kalau memang begitu, tolong hati-hati di jalan ya, Bu, Yah." Sarah mengakhirinya dengan pesan lembut. Ibu dan Ayah Endra mengangguk sembari tersenyum senang. Mereka rasanya sudah terhipnotis oleh sikap lembut Sarah.
Begitu mobil yang ditumpangi orangtua Endra sudah hilang dari pandangan, Sarah langsung melepas topengnya dan kembali pada jati dirinya yang jutek.
"Lo ini emang bener-bener bodoh yah," ucap Sarah sinis.
Setelah mengatakan itu, Sarah langsung masuk kedalam kantor. Meninggalkan Endra yang dibuat bengong.
Rupanya, keesokan harinya, Endra sudah tidak memainkan perannya sebagai OB saja. Dia dipanggil ke ruangan Sarah dan di situ Sarah membeberkan sifat aslinya pada Endra.
"Karena lo itu bodohnya kelewatan, jadi gue jelasin baik-baik biar otak kecil lo itu paham," kata Sarah waktu itu.
Terang saja Endra dibuat syok. Dia memang sadar kalau selama ini ucapan Sarah selalu terdengar judes, tapi tidak sampai sekasar itu.
"Ini!" Sarah memberikan lembaran kertas pada Endra. Dengan segera Endra mengambilnya.
"Baca itu baik-baik, abis itu gue bakal terangin biar lo paham."
Endra sempat mendaratkan tatapannya pada Sarah, kemudian di detik berikutnya, mulai membaca kertas yang diangsurkan Sarah.
Lampiran Surat Perjanjian
Menindaklanjuti surat perjanjian yang telah dibuat oleh Pihak Pertama yang bernama Sarah Rizkya, dan telah disetujui oleh Pihak Kedua yang bernama Endra Saputra, maka dengan ini kedua belah pihak sudah sepakat untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang diatur dalam beberapa poin.
Oleh karena Pihak Pertama setuju memberikan bantuan kepada Pihak Kedua, dan Pihak Kedua bersedia melakukan apapun sebagai balasan atas bantuan yang sudah diterimanya, maka dengan ini Pihak Kedua akan menuruti segala perintah Pihak Pertama tanpa diperbolehkan membantah satu kali pun. Hal-hal yang akan dilakukan Pihak Kedua sudah tercantum ke dalam poin-poin dibawah ini :
1. Pihak Kedua bersedia melakukan pekerjaan apapun yang diperintahkan Pihak Pertama terkait tugasnya di SR Fashion maupun di luar kantor.
2. Pihak Kedua tidak diperkenankan memiliki harga diri dan martabat.
3. Pihak Pertama diperbolehkan untuk berbuat sesukanya kepada Pihak Kedua.
4. Kapan pun Pihak Pertama membutuhkan Pihak Kedua, maka tanpa peduli situasi maupun kondisi apapun, Pihak Kedua diwajibkan datang menemui Pihak Pertama.
5. Segala bentuk bantahan akan dikenai sanksi yang akan dijelaskan di lembar terpisah.
6. Dilarang mengatakan sesuatu yang tidak sopan, kasar, mencaci atau hal-hal yang tidak ingin di dengar Pihak Pertama.
7. Pihak Kedua bertanggung jawab akan keselamatan Pihak Pertama dari ancaman maupun bahaya apapun.
8. Pihak Kedua tidak memiliki kedudukan apapun, dan jabatannya disetarakan dengan pembantu.
9. Pihak Pertama berhak memanggil Pihak Kedua dengan sebutan apapun. Dan Pihak Kedua akan dengan senang hati menerima panggilan Pihak Pertama.
10. Pihak Kedua tunduk dan patuh dengan semua persyaratan yang diajukan Pihak Pertama, dan akan dikenai sanksi jika diketahui melanggar surat perjanjian.
SANKSI-SANKSI.
Apabila Pihak Kedua diketahui melanggar surat perjanjian yang telah disepakati bersama ini, maka Pihak Kedua akan menerima konsekuensi sebagai berikut :
1. Bersedia dilaporkan ke pihak berwajib dengan dakwaan penipuan.
2. Bersedia dipermalukan di depan umum oleh Pihak Pertama dan tidak akan menuntut dengan alasan apapun.
3. Pihak Pertama akan membeberkan segala kebohongan Pihak Kedua kepada siapapun yang Pihak Pertama kehendaki, dan tidak diperkenankan melakukan penyangkalan.
4. Pihak Kedua membayar denda sebesar Rp. 500.000.000,- kepada Pihak Pertama sebagai ganti rugi atas tenaga dan waktu yang sudah dicurahkan Pihak Pertama.
Saat Endra berhasil membaca semua yang tertulis di lembaran itu, raut wajah Endra dibuatnya kebingungan.
"Apa maksud Bu Sarah ini?" tanya Endra masih tidak mengerti. "Apa jangan-jangan Bu Sarah lagi nguji saya?" tebaknya polos. "Kalau bener begitu, Bu Sarah nggak perlu khawatir. Saya orang yang bertanggung jawab kok," katanya sungguh-sungguh. "Tapi ... saya bener-bener ngerasa takjub karena Ibu sampai membuat surat seperti ini untuk menguji saya." Endra mengakhirinya dengan tawa kecil.
Sarah tertawa sinis. "Lo kira gue lagi bercanda?"
"Lah iya kan, Bu?" balas Endra polos.
Tawa sinis Sarah terdengar lagi. "Sejak kapan tanda tangan di atas materai jadi bahan bercandaan. Lo kalau emang bego, jangan kelewatan begonya deh!"
Endra mengerutkan kening bingung. Dia masih mencoba mencerna kata demi kata yang diucapkan Sarah. "Jadi ... maksud Bu Sarah ini--"
"Ya! Itu semua adalah syarat yang harus lo penuhi karena udah minta gue buat jadi pacar pura-pura lo." Sarah sengaja menajamkan matanya untuk mengintimidasi Endra. "Gue udah bilang sebelumnya kan, kalau gue bukan tipe orang yang memberikan bantuan secara cuma-cuma, terlebih buat orang yang memiliki ambisi konyol kayak lo. Jadi karena kemarin gue udah setuju buat bantuin lo, dan lo juga udah bersedia tanda tangan di atas materai, jadi ... semua yang tertulis di kertas itu, harus lo lakuin tanpa protes, atau kalau enggak, lo bakal nerima konsekuensi yang tercantum di surat itu."
Endra terlihat begitu syok. Dia sungguh tidak menyangka kalau permintaannya yang begitu mudah itu bisa memberatkan dirinya. "Kenapa Bu Sarah menjebak saya seperti ini?" Endra mencoba mendapat pencerahan.
"Ha? Menjebak lo? Gue nggak tau apa maksud lo itu ya. Tapi kalau lo pikir gue sengaja ngelakuin hal ini ke lo, lo jelas salah besar. Dari awal lo datang kesini lo aja udah bohong, lo bilang kalau lo lagi nyari anggota keluarga lo, jadi gue bela-belain ngijinin lo kerja di mana semua karyawan di sini adalah perempuan. Terus tau-tau lo minta tolong ke gue buat pura-pura jadi pacar lo. Jadi bagian mananya yang lo pikir gue ngejebak lo? Untung aja lo nggak gue seret langsung ke kantor polisi karena udah ngebohongin gue. Tapi, kalau emang lo keberatan, gue bisa batalin semua itu, gue bakal nelpon nyokap lo sekarang juga."
Endra masih tidak bisa berpikir jernih. Dia hanya merasa sudah dibohongi sedemikian rupa oleh wanita yang dia anggap sebagai idaman hatinya.