Chereads / THAT DAY By Elgeen Lucya / Chapter 7 - Chapter 7

Chapter 7 - Chapter 7

Aku tidak menyangka, ternyata rasanya seperti ini. Aneh, jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat saat jemari kami saling menyatu. Aku pikir sudah lebih dari 10 menit tanganku ada didalam genggamannya. Meskipun sempat beberapa detik ia melepaskannya hanya untuk sekedar membiarkanku berjalan lebih dulu melewati pintu namun ia segera menggenggam kembali tanganku. Minimal dalam beberapa detik itu telapak tanganku mendapatkan udara agar tidak berkeringat.

Ini bukan pertama kalinya ia menggenggam tanganku tapi hari ini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Dari genggaman tangannya, aku merasakan ia benar-benar menyayangiku melebihi perasaan sebagai teman. Aku jadi merasa bersalah telah mengabaikan perasaannya selama 5 tahun terakhir ini.

Hari ini, aku memutuskan untuk menerima Ori sebagai kekasihku. Benar, aku sendiri masih belum yakin apakah aku mencintai Ori atau ini hanya rasa sayang antar teman. Aku memang masih menganggap Ori sebagai temanku tapi mulai hari ini aku akan menganggap ia sebagai kekasihku. Aku menerima cinta Ori bukan karena mengasihani Ori juga bukan untuk lari dari masa lalu yang sampai saat ini masih membayangiku, aku hanya ingin mencoba untuk menerima perasaan Ori. Karena aku telah lama mengenal Ori, karena aku tahu ia mencintaiku lebih lama dari yang aku bayangkan dan karena aku tau Ori tidak akan meninggalkanku.

"Ji..."

Ori memanggilku dengan suara yang hampir terdengar seperti bisikan. Sambil berjalan, aku menoleh untuk menatapnya dan aku menemukan Ori juga menatapku dengan senyuman yang menghiasi wajahnya lalu mengatakan "Terimakasih karena sudah memberikanku kesempatan untuk mencintaimu" sambil mempererat genggamannya.

Melihat Ori mengatakannya dengan tatapan yang benar-benar tulus aku tersenyum melepaskan genggamannya lalu memeluk lengan Ori. Awalnya ia terkejut karena aku tiba-tiba melepaskan genggamannya namun ia langsung tersipu malu setelah tau aku memeluk lengannya.

Diam-diam aku berjanji akan mencintai Ori sepenuh hatiku karena aku tidak ingin menyakitinya lagi. Aku pikir rasa sayang ini benar-benar ada untuk Ori meskipun baru sedikit.

Kami sedang berjalan-jalan menikmati kencan pertama di taman didekat apartemenku. Tidak dalam mode percakapan serius, aku hanya mentertawakan bagaimana gugupnya Ori saat menyatakan perasaannya padaku diruang tunggu tadi. Bahkan sebelum berpisah Rubin juga ikut menertawakan kekonyoloan Ori. Tiba-tiba ia datang sambil memeluk bunga matahari dengan rambutnya yang masih belum mengering karena ia baru selesai mandi

"Tidak apa kalau kau kembali menolakku, aku hanya ingin mencoba kembali. Aku menginginkanmu menjadi kekasihku bukan hanya sekedar temanku karena maaf, sejak 5 tahun yang lalu aku tidak bisa lagi menganggapmu hanya sekedar teman baikku"

Aku mengulang kembali kalimat yang diucapkan Ori padaku diruang tunggu sambil menyodorkan buket bunga matahari didepanku. Ori ikut tertawa mendengar aku mengulang kembali ucapannya yang terlalu terus terang. Ia merespon dengan mengusap lembut kepalaku.

"Bukankah kau terlalu berterus terang?" tanyaku sambil menyipitkan kedua mataku menatap Ori

"Aku berterus terang karena sedang bersiap-siap untuk menerima penolakan darimu"

Meskipun saat ini tidak terlalu terang, aku masih bisa melihat perubahan warna telinga Ori yang semakin merah. Aku rasa jika semakin merah lagi, telinganya akan segera mengeluarkan asap. Ori benar-benar pemalu, imut sekali.

"Lalu kau pasti tidak menyangka dengan jawabanku, kan?" Aku bertanya karena penasaran dengan reaksi jujur didalam hatinya meskipun aku agak ragu menanyakan hal seperti ini padanya. Aku merasa seperti aku baru saja mempermainkannya.

"Benar, aku tadi sempat berpikir kalau saat itu hanya halusinasi. Tapi setelah Rubin membuat kehebohan, membuatku yakin kalau itu bukan halusinasi"

Memang benar, beberapa jam yang lalu setelah Ori menyatakan perasaannya (lagi) padaku, orang pertama yang benar-benar bahagia adalah Rubin. Ia berteriak dengan suara beratnya sambil bertepuk tangan. Seolah-olah ia baru saja mendapatkan penghargaan di Grammy Awards.

"Apa kau tidak ingin tau mengapa aku tidak lagi menolak perasaanmu?"

Lagi, Ori tersenyum hangat dan menggeleng. "Nanti, aku akan bertanya padamu nanti mengapa kau menerima perasaanku."

Akhirnya kami sampai didepan pintu apartemenku. Aku tau hari ini adalah hari yang melelahkan untuk Ori. Ia baru saja kembali dari Jepang dan baru saja menyelesaikan jadwal konsernya namun ia masih tetap mengantarkanku ke rumah.

Sebelum menjadi kekasihku, Ori dan member Lupine yang lainnya memang bergantian mengantarkanku pulang kalau aku datang menonton konser mereka. Jadi ini sebenarnya bukan hal yang baru juga bagiku.

Kami hanya terdiam sambil menatap pintu dan Ori masih menggenggam tanganku. Aku tau, Ori masih ingin sedikit lebih lama bersamaku tapi kami sudah terlanjur berada di depan apartemenku.

"Kau ingin kita berkeliling di taman sekali lagi?" Aku tau ini pertanyaan yang konyol tapi aku tetap menanyakannya. Aku merasa geli mendengar pertanyaanku sendiri. Bahkan Ori juga menertawakan pertanyaanku.

"Tidak, kau istirahat saja. Ini juga sudah lewat tengah malam"

Aku mengangguk malu lalu menekan pasword pintu. Sebelum membuka pintu aku berbalik untuk memeluk Ori. Kupikir Ori akan memelukku balik tapi tubuh Ori hanya menegang. Apa aku baru saja melakukan kesalahan? Mengapa ia tiba-tiba menjadi kaku seperti robot?

Karena merasa canggung, aku langsung melepaskan pelukanku namun Ori tiba-tiba malah memelukku. Aku yakin tadi otak nya tiba-tiba error karena serangan mendadak. Ori sungguh sangat imut.

"Kabari aku kalau kau sudah sampai dirumah" Ucapku dalam pelukan Ori. Karena tubuhnya lebih besar dariku, berada dalam pelukannya terasa sangat nyaman ditambah aroma parfum Ori yang lembut. Aku juga bisa mendengar dengan sangat jelas detak jantung Ori yang semakin cepat.

Ori melepaskan pelukannya lalu menangkupkan kedua tangannya di pipiku. Ia menatap lurus mataku dan tersenyum. Sejak kapan laki-laki ini bisa bersikap lembut seperti ini? Apakah dia benar Ori temanku yang dulu? Perubahan Ori dari hanya seorang teman menjadi seorang kekasih benar-benar mengejutkanku.

Ori mengecup keningku dan mengucapkan selamat malam. Setelah 5 tahun menjomblo, baru kali ini aku kembali merasakan sensasi deg-degan. Aku kira, aku sudah mulai mencoba membuka hatiku untuk Ori. Karena ini hari pertama, aku yakin untuk selanjutnya aku bisa mencintai Ori dengan sepenuh hatiku dan mengubah informasi di otakku bahwa Ori hanya seorang teman.

Aku langsung memasuki apartemenku setelah memastikan Ori pergi meskipun ia memaksaku untuk masuk sebelum ia pergi.

Aku meletakkan bunga yang diberikan Ori padaku tadi didalam vas yang sudah ku isi dengan air dan berharap bunga ini bisa bertahan sedikit lama sebelum ia mengering.

Knock knock knock

Aku mendengar seseorang mengetuk pintu. Apakah Ori masih belum pulang? Apa dia melupakan sesuatu? Sambil berpikir dan mengingat-ingat mungkin ada sesuatu yang aku lupakan, aku langsung membuka pintu.

Aku tidak menyangka pria ini berdiri di depan pintu apartemenku di tengah malam seperti ini. Ia tersenyum sambil memperlihatkan lesung pipinya namun itu bukan senyuman yang ramah. Aku merasakan sedikit aura bahaya dari tatapan mata pria ini.

"Aku melihat Ori mencium keningmu. Kau berpacaran dengannya?" Pria itu tersenyum sinis "Tidak, aku meralat ucapanku. Kau masih berpacaran dengannya?"

*****