Chereads / Waktu Tanpa Diriku / Chapter 5 - 05

Chapter 5 - 05

Setelah kejadian kemarin, Erich menepati perkataannya untuk kembali ke sekolah. Namun, ia menjadi sorotan karena selalu bersama dengan Joa. Seperti seekor anak ayam yang tidak ingin jauh dari induknya atau seperti permen karet yang kemana-mana selalu lengket. Hal ini berhasil membuat Joa risih dan tidak mampu fokus terhadap pelajarannya.

Satu hal yang membuat Erich pergi dari sisi Joa ketika Joa ingin menemui Ibu Alice si Wali Kelas yang sikapnya terlihat berlebihan pada Erich. Itu menurut Joa. Erich juga terlihat membenci Ibu Alice. Namun, sebesar apa pun rasa penasaran gadis tersebut, Erich tetap tidak ingin memberitahukan alasannya. Begitu pun dengan Ibu Alice dan itu tidak lagi penting bagi Joa.

Seluruh angkatan di sekolahnya ramai membicarakan Joa dan Erich. Si Joa gadis Es, cuek yang cantik dan cerdas itu sedang menjalin hubungan dengan si Erich monster tukang teriak dan hobi menyerang. Mereka semua membicarakan mengenai hal itu hingga membuat telinga Joa panas.

"Kok bisa sihh Joa klepek klepek sama Erich?"

"Habis kebentur tembok kali. Hahahaha."

"Tapi lumayan sihh. Erich kan sebenarnya tampan. Sedangkan Joa yahh bisa dikatakan lumayanlah. Tapi tetap aja, sikap Erich itu yang nggak bisa di percaya."

"Iyaa. Kalo itu mah aku setuju. Coba aja Erich itu orangnya tenang dan cool, meskipun nggak pinter-pinter amat."

"Aku sih maunya yang pinter."

"Sabar Joa Sabar" Gumam Joa pada dirinya sendiri.

Joa tidak habis pikir dengan orang-orang yang tidak tahu apa-apa mengenai mereka berdua. Mereka hanya membenarkan apa yang mereka lihat sehingga dengan mudahnya menceritakan atau membeberkan permasalahan yang tidak tepat pada sasarannya. Untung saja Erich bukan tipikal orang yang mudah baper meskipun dijelek-jelekkan di depannya.

Sedangkan Joa kadang merasa tidak tahan dengan perkataan orang-orang meskipun ia terkesan cuek. Namun, ia lebih berani untuk mempermalukan orang yang sudah menjelek-jelekkannya. Sifat Joa yang seperti itu membuat beberapa orang merasa ngeri untuk berhadapan atau membuat masalah dengannya. Apalagi sebagian besar guru di sekolah tersebut sangat mempercayai Joa dibanding yang lain.

"Permisi Bu."

"Joa, yah? Masuk." perintah Ibu Alice.

"Bu, saya menagih janji Ibu mengenai seluruh buku yang saya butuhkan itu. Saya sudah membawa Erich untuk kembali ke sekolah." ucap Joa dengan tegas dan datar seperti biasanya.

"Hahahaha, lucu juga kalian berdua yah. Erich bisa juga luluh karenamu." kekeh Ibu Alice yang ditanggapi dengan ekpresi datar oleh Joa.

"Hanya kebetulan Bu." jawab Joa singkat.

"Joaa.. Joa. Kamu masih percaya dengan kebetulan? Nggak ada yang namanya kebetulan sayang. Pertemuan kalian sudah ditakdirkan." balas Ibu Alice dengan santai yang membuat Joa semakin bingung dan menatap wali kelasnya dengan tatapan tanya untuk meminta kejelasan dari perkataannya.

Joa merasa wali kelasnya ini sangatlah aneh semenjak ia menginjakkan kaki di sekolah tersebut. Terlebih lagi Ibu Alice yang memaksanya untuk membujuk Erich kembali ke sekolah dan bagi Joa, ia sangat mudah untuk menjinakkan monster itu.

"Oiyaa Joa, kamu datang saja ke toko buku itu dan bawa kartu nama Ibu. Silahkan cari buku yang kamu butuhkan. Ibu tidak sempat membelikanmu Buku yang kamu butuhkan. Jadi kartu nama itu jangan sampai hilang yahh. Kartu nama itu seperti uang untukmu membeli buku." jelas Ibu Alice yang dibalas anggukan oleh Joa.

'Yeeyyy, bukuuu. Tunggulah diriku.' — Batin Joa yang bersorak gembira.

"Terima Kasih Bu. Kalau begitu saya pamit ke kelas." pamit Joa yang membungkukkan badannya.

Ibu Alice tersenyum. "Iyaa. Hati-hati Joa."

'Hmm.. Anak yang menarik.' — Batin Ibu Alice.

Joa berjalan menuju kelas. Tiba-tiba ada seorang pria yang mencekal kedua tangan Joa dan menyudutkannya di dinding. Tempat tersebut benar-benar sepi hingga Joa sedikit takut. Ia melihat wajah pria tersebut yang terlihat familiar. Joa merasa pernah melihat wajah pria yang berdiri sangat dekat dengannya.

'Aduuhhh, situasi apa ini? Tatapannya seolah menelanjangiku.' — Batin Joa yang menggerutu. 'Ayoo Joaa, bicara.'

"A.. apa yang kau lakukan? Lepaskan." Joa sangat gugup dan memberontak.

"Aku mencintaimu, Ayane Joa." bisiknya yang membuat Joa merinding. Pria itu mendekatkan wajahnya dan hendak mencium Joa.

'Erich, kamu dimana sihh? Aku nggak mau pria ini mengambil first kissku.' — Batin Joa yang tiba-tiba berteriak memanggil nama Erich. Ia memalingkan wajahnya.

Joa terkejut melihat pria yang hendak menciumnya terangkat oleh pria yang kini membelakanginya. "E.. rich."

"Berani kau menyentuhnya apalagi sampai menciumnya, aku sobek mulutmu itu." ancam Erich dengan tatapan membunuhnya dan melepaskan pria itu.

Namun, pria itu hanya tersenyum dengan santai seperti tidak takut terhadap ancaman Erich. Lalu tatapan pria itu beralih menatap Joa yang kini menunduk takut.

"Joa, ternyata kau sudah melupakanku." ucap pria itu dan pergi meninggalkan mereka berdua.

Mereka berdua larut dalam keheningan untuk beberapa menit dan masih dalam posisi yang seperti itu. Joa merasa Erich berbeda dan tidak seperti biasanya. Biasanya Erich banyak bicara dan akan meneriaki pria tersebut, tetapi ia terlihat sangat berbeda.

"E.. Erich." panggil Joa yang sedikit gugup sembari menarik seragam Erich.

"Hmm." gumam Erich.

'Lohh, kok? Rasanya aneh dan... canggung.' — Batin Joa.

"Makasih yah."

Dengan sigap, Erich membalikkan tubuhnya dan memeluk Joa dengan sangat erat. Jantung Joa berdegup sangat kencang karena sikap Erich yang tiba-tiba berubah seperti pria dewasa.

"A.. ada apa Erich?" tanya Joa sambil mengusap-usap punggung Erich. Sebenarnya kaki Joa sangat lelah untuk berjinjit. Baginya, Erich sangat tinggi dan ia hanya sebatas pundak pria itu.

"Kamu baik-baik saja kan?" Bisik Erich yang membuat Joa semakin berdebar.

"Aku baik-baik saja karena kamu datang." jawab Joa yang berusaha untuk tenang.

"Kalau begitu, ayo ke kelas." ajak Erich sembari menarik Joa. Ia tidak lagi peduli dengan orang-orang yang akan memperhatikan mereka.

"Rich, nggak usah ditarik kayak anak kecil. Aku bisa jalan sendiri." pinta Joa yang kini mulai malu diperhatikan oleh orang-orang sekitarnya.

"Nggak." bantah Erich dengan tegas yang membuat Joa menghela napas terhadap tingkahnya yang kini terlihat overprotecktif.

"Cieee, yang udah terang-terangan nih." ucap Kenny yang hanya diberi tatapan tajam oleh Joa.

"Ken, gimana kalo kita tukeran tempat duduk?" tanya Erich.

"Bolehlah dengan senang hati." Kenny menerima tawaran Erich. Sudah lama ia ingin dekat dengan Kai, pria yang duduk bersebelahan dengan Erich.

Joa hanya menghela napas melihat tingkah Erich yang berubah dan berhasil membuat jantung Joa menjadi tidak karuan. Erich memperlakukannya bukan seperti teman, melainkan seperti seorang yang ia sukai sebagai lawan jenis.

"Kok kamu kayak beda gitu sihh, Rich?" tanya Joa yang membuang rasa gugupnya ketika berhadapan dengan Erich.

"Beda? Beda gimana?" tanya Erich kembali yang sedikit bingung dengan pertanyaan Joa.

"Yahh, beda. Kamu kayak pria dewasa aja." Jawab Joa yang menggaruk tengkuknya karena malu.

Pipi Erich pun tiba-tiba menjadi merah merona. Ia melihat ekspresi wajah Joa membuat jantungnya semakin tidak karuan dan merasa gemas pada gadis yang ada disampingnya. "Baguslah. Aku akan tumbuh menjadi dewasa bersamamu."

"Mohon perhatiannya Teman-teman." ucap Kai sebagai ketua kelas. Meraka pun mengalihkan perhatiannya kepada Kai.

"Penyampaian dari Bu Alice bahwa kita bisa pulang lebih awal karena ada rapat untuk semua guru. Sekian dan terima kasih atas perhatiannya." Sekilas Joa melirik kearah Kenny yang kini senyum-senyum sendiri sembari memperhatikan Kai yang berdiri diatas sebagai ketua kelas.

'Huh, tenyata Kenny menyukai pria itu. Makanya dia dengan senang hati menerima tawaran Erich.' — Batin Joa.

Kini Joa pulang sekolah pun tidak lagi sendiri. Sebab, Erich senantiasa bersamanya. Meskipun Erich kadang dianggap tidak ada oleh Joa ketika ia sudah fokus untuk membaca buku kecilnya.

"Joa." panggil Erich.

"Hmm." sahut Joa tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku kecilnya.

"Jadilah pacarku." ujar Erich tanpa menatap Joa.

Uhuuukkk.. Joa tersedak air liurnya sendiri.

'Aku nggak salah denger? Ahh, telingaku ada-ada aja.' — Batin Joa. Bahkan langkahnya terhenti dan lebih berusaha untuk fokus dengan Erich.

"Heh? Kamu bilang apa tadi?" tanya Joa kembali dan menatap Erich dengan serius.

"Jadilah Pacarku." ulang Erich sekali lagi dengan nada tegas.

Joa mengerjapkan matanya berkali-kali karena tidak percaya dengan apa yang dikatakan Erich. Namun, perlahan Erich melangkah kearah Joa dan menghapus jarak diantara mereka.

"E.. Erich." Joa menatap Erich. Ia sangat gugup. Namun, Erich seperti sedang kesurupan. Wajahnya terlihat datar. Tiba-tiba Erich mencium Joa dan membuat gadis itu membulatkan matanya dengan sempurna. Seolah ia tidak percaya dengan apa yang dilakukan Erich padanya. Bahkan wajahnya kembali memerah karena malu.

'Ohh My God, my first kiss was gone.' — Teriak Batin Joa.

***