Keadaan itu tidak berlangsung lama, meski awalnya semua orang sangat kaget dengan perkembangan kesehatan Hanan yang sangat tiba-tiba. Kemudian, semua orang kembali fokus pada niat semula, yaitu surprise birthday celebration.
Harraz menyalakan lampu hias, "Surprise…", teriak semua orang dan ibunya menarik Hanan ke meja untuk memotong kue ulang tahun.
Aku sengaja tidak meletakkan lilin di atas cake, karena seorang muslim tidak boleh meniup lilin ketika berdoa. Tentu saja, semua agama memiliki cara yang berbeda-beda dalam berdoa.
Sebagai muslim, hanya cukup mengangkat kedua tangan ke atas sambil menunduk penuh harap di hadapan Allah, lalu menyebutkan satu-per-satu harapan dan keinginan di hadapan-Nya. Dan, berdoa seharusnya dilakukan setiap hari, setiap saat, setiap langkah karena doa adalah bentuk komunikasi yang paling romantis antara seorang hamba dengan Tuhan.
Kita sebagai manusia harus selalu terikat dengan Tuhan, dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan apapun. Jadi, jangan hanya berdoa ketika melakukan perayaan ulang tahun.
Tidak ada batasan waktu untuk berdoa, meski ada waktu tertentu yang membuat doa lebih mudah diijabah, seperti usai shalat fardhu dan pada sepertiga malam.
"Tapi lilin tak ada, sebab Ara tak bagi letak lilin dekat cake", ucap Bella.
"It's OK, terimakasih sebab ingat hari jadi saya", sahut Hanan yang kemudian memotong kue ulang tahunnya.
Dia memotong kue dan meletakkan setiap potongannya dalam piring kertas yang sudah disediakan sebelumnya. Lalu, membagi satu persatu piring berisi kue itu untuk semua orang.
"Rasa macam haus", ucap Uncle Mikail.
Aku meninggalkan mereka untuk membuat minuman, kemudian Ryan juga menyusul.
"Ara..", ucap Ryan yang seperti agak canggung.
"I know what you gonna tell me", sahutku.
"Hanan..", ucap Ryan yang masih ragu-ragu.
"I know. It's okay", jawabku.
"I hope you can understand and forgive him for what already happened. His lying, all is about making an effort to be a step closer to you", jelas Ryan.
"An effort to be close to me?", tanyaku yang mulai kesal.
Aku tidak kesal dengan kebohongan Hanan yang menyembunyikan kondisi kesehatannya yang sudah membaik sejak beberapa waktu yang lalu, tapi aku kesal karena Ryan sangat peduli pada Hanan meski telah dibohongi oleh sahabatnya sendiri. Tidak, bukan itu juga, sejujur-jujurnya aku kesal karena Ryan membiarkan laki-laki lain mendekatiku.
"Did you mean he just in love with me?", tanyaku lagi.
"And, you're okay with that", lanjutku.
Saat itu, Ryan terbata-bata. Bukan, dia hanya membuka mulutnya, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata yang terucap darinya. Dan, aku pun tidak ingin mendengar apapun yang keluar dari mulutnya karena mungkin saja kata-kata itu akan lebih terasa menyakitkan.
"It's enough. Gak perlu dijawab, Ara juga gak mau dengar apapun", ucapku sebelum meninggalkannya sembari membawa nampan minuman ke tempat perayaan kecil-kecilan itu.
Ryan menyusul langkahku dalam diam, tanpa sepatah katapun. Dari kejauhan, Hanan datang dan memberikan kue pada Ryan. Lalu, mereka nampak terlibat pembicaraan serius yang diakhiri dengan jabat tangan. Tidak ada yang tahu apa yang mereka bicarakan, selain diri mereka sendiri, Malaikat yang bertugas mencatat, dan tentu saja Tuhan.
Hanan menghampiriku dan menyerahkan piring terakhir yang tersisa untukku. Meski marah, aku mengambilnya.
"Sorry for everything, but I did it for a reason", ucap Hanan.
"It's Okay", balasku.