Chereads / Keajaiban untuk Hati / Chapter 94 - Ara's Dream House

Chapter 94 - Ara's Dream House

Hani menarikku menjauh untuk mendiskusikan bahan membuat birthday cake. Lalu menghubungi Bella dan memberitahukan padanya bahan yang harus dibeli. Sulit dipercaya, seorang Bella mau membeli semua bahan itu sendiri.

"Bella yang beli sendiri ?", tanyaku memastikan sekaligus penasaran.

"Kak Bella, memang tak lah. Kak Bella order ja dekat bibi dan bibi yang pergi belikan", jelasnya.

Tiba-tiba seorang asisten rumah tangga memanggilku karena permintaan Hanan. Padahal Hani tengah menceritakan tentang masa kecilnya yang sering menjadi korban keisengan kedua kakaknya. Di lain waktu, mereka akan jadi pembela setianya.

"Along kenapa suka sangat kacau kak Ara ?", protesnya.

Di sana masih ada Harraz yang langsung menertawakan adiknya yang masih terlihat kesal. Sedangkan Hanan tetap berkutat dengan laptop dan tidak merespon adiknya.

"Adek, kak Ara along punya tau", ucap Harraz.

"Sejak bila kak Ara jadi kepunyaan along ?", tanyanya dengan nada kesal.

Kali ini Hanan hanya tersenyum usil menanggapi pertanyaan adiknya. Lalu, Harraz menarik adiknya untuk duduk di sampingnya dan merangkulnya.

Dua bersaudara ini selalu kompak mengisengi Hani, tapi mereka juga sangat menyayanginya. Semua itu jelas tergambar dari cara mereka memperhatikannya.

Hanan menutup laptop dan melirik penuh makna padaku. Perasaanku mengatakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan.

Kali ini apa lagi, selanjutnya apa lagi. Aku tidak bisa berhenti berpikir buruk tentangnya karena kelakuannya sering membuatku kesal.

Benar saja, sesaat kemudian dia meraih tab-nya. Sungguh, dia adalah manusia yang paling mengejutkan yang pernah aku kenal. Dia adalah manusia yang sulit ditangani, meskipun aku telah berusaha keras.

Tiba-tiba, dia menyuruhku duduk di dekatnya. Untuk beberapa alasan aku kesal dan emosiku hampir meluap. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menuruti permintaannya.

Dia mengarahkan tab-nya padaku dan menunjukkan beberapa desain rumah. Lalu, memintaku mengomentari beberapa desain rumah yang akan dipilih sebagai pemenang yang akan menangani proyek barunya.

"Ara suka design yang mana ?", tanyanya.

Aku mengamati beberapa desain, menurutku semua bagus. Aku juga tidak mengerti hunian yang disukai orang lain. Pendapatku terlalu umum menurutnya, dia tidak puas dengan jawabanku yang seadanya.

"Macam ni lah, pilih satu desain yang paling Ara suka", lanjutnya.

Dia menunjukkan satu persatu desain tersebut kembali. Aku menggeleng, tidak ada satupun desain yang aku sukai. Semua desain menawarkan kemewahan dan terlalu berlebihan sebagai hunian yang nyaman.

Desain rumah minimalis dengan halaman yang luas, aku suka sesuatu yang seperti itu. Jika memungkinkan, aku ingin tinggal di sebuah rumah yang ditanami pepohonan dan sekumpulan merpati bertengger bebas di dahannya.

Aku ingin memiliki sebuah kebun mini di halaman belakang untuk menanam beberapa sayur dan tanaman buah.

Suasana seperti ini akan memberi kenyamanan dengan cara yang berbeda. Hidup di lingkungan perkotaan, tapi membawa seluruh nuansa pedesaan.

Pada sore hari usai menyelesaikan pekerjaan yang melelahkan, energi baru dan waktu pemulihan akan terasa nyata ketika kembali rumah.

"Tak suka, tak apa. Kita boleh carikan design lain", lanjutnya.

Dia melempar ringan tab-nya ke atas sofa seraya melirik kesal ke arah benda yang baru saja dilemparkannya itu.

Harraz tiba-tiba tertawa melihat tingkah saudara tertuanya itu. Hanan melirik ke arahnya, seketika Harraz berhenti tertawa. Kemudian, Hanan menarik nafas panjang, lalu menghempaskannya perlahan.

"So, Ara suka desain rumah seperti apa ?", tanyanya.

Aku memberikan pendapat sesuai selera pribadiku, tapi tentu tidak semua orang menginginkan hunian yang sama sepertiku. Jadi, aku memperingatinya agar tidak mempertimbangkan pemenangnya berdasarkan opiniku.

"Elegant minimalist with nature environment, best juga", ucapnya.

"Ok, elegant minimalist with nature environment will be the concept  for our next project", sambung Harraz.

Dia mengangguk yakin dan membenarkan perkataan Harraz, lalu mereka saling melempar senyuman satu sama lain. Senyuman yang hanya mereka yang tahu artinya.