Aku ingin mengatakan semua pikiran yang mengusikku pada Tante Lusi. Tapi percuma saja dikatakan, ia tidak akan memahaminya; liburan bersama keluarga Hanan tidak bisa disebut liburan.
Semua itu hanya boomerang dan bom waktu yang akan membunuhku secara perlahan.
Belum lagi, jika aku harus menyaksikan momen-momen manis antara Ryan dan Anne. Mungkin aku tidak akan bisa menahan diri, mungkin saja kecemburuanku akan meledak. Dan, aku tidak bisa memprediksi apa yang bisa kulakukan ketika dihadapkan pada pemandangan itu.
_____----_____
Ice cream tiramisu lenyap bersama seluruh benang kusut yang sangat memuakkan. Setelah menghabiskannya, Tante Lusi mengajakku pulang lebih cepat untuk packing.
"Ara masih pakai mobil Hanan ?", ucapnya seperti bertanya.
"Ehm, menolak kebaikan seseorang lebih menyulitkan", jawabku.
Ia manggut-manggut, antara mengerti atau memikirkan hal lain yang tidak bisa aku jangkau.
Apapun yang dipikirkannya, sudahlah biarkan saja. Selama ini juga sudah terlalu banyak kesalahpahaman yang terjadi menyangkut hubunganku dan Hanan.
Lagipula, Ryan juga seakan tidak peduli mengenai kedikatanku dengan Hanan. Dia tidak pernah tertarik dengan pembahasan itu.
Ketika melihatnya bertindak acuh, pelan-pelan aku mengerti, aku hanya dianggap sebagai adik. Aku tidak pernah menjadi seorng wanita di matanya, baginya aku adalah adik kecilnya.
______-----_______
Aku terjebak dalam lingkaran labirin yang tanpa akhir. Terkurung dalam gulungan angin yang membelenggu tanpa ujung.
Berbagai kejadian berubah menjadi benang kusut yang semakin berantakan dan sulit dirapikan.
Mungkin hanya keajaiban yang bisa mengubah keadaan, lalu membalikkan hal yang terasa nihil menjadi mungkin.
Pelan-pelan aku mengerti percuma berandai.
Andai aku tidak melangkah sejauh ini hanya untuk sebuah jawaban yang ternyata menyakitkan. Tapi, percuma berandai-andai, semua itu adalah hal yang sia-sia.
Melarikan diri juga tidak memungkinkan karena semua permasalahan yang mengakar itu tidak akan pernah selesai jika selamanya dihindari.