Aku kembali hanyut, pelan-pelan kesadaranku mulai hilang tanpa beban usai shalat isya. Aku tertidur di atas sajadah yang masih tergelar, tidak sanggup membenahinya atau beranjak ke tempat tidur.
Kesadaranku mulai kembali karena mendengar suara ketukan pintu dari balik kamar. Kesadaranku menjadi utuh setelah Tante Lusi membangunkanku dan menyuruhku pindah ke tempat tidur.
Kunjungan larut malam bukan kebiasaannya, sebelumnya ia tidak pernah melakukan itu.
"Tante Lusi tanya sesuatu boleh ?", ucapnya.
Aku mengangguk tidak keberatan meski sebenarnya mataku tidak begitu bersahabat. Aku ingin menjatuhkan diri, berbaring dalam damai, bermimpi indah, dan diselimuti malam.
"Sejauh apa hubungan Ara dengan Hanan ?", tanyanya terlalu gamblang.
Rasa kantuk yang mendominasi, menghilang, dan lenyap di udara.
Pertanyaan itu menghantamku hingga ke dasar jurang.
Kesalahpahaman telah menjeratku ke dalamnya. Aku tidak bisa melihat jalan keluar dari semua prasangka orang lain.
Hanan juga tidak berada di pihakku dan tidak berniat meluruskan kesalahpahaman yang berlarut-larut ini.
Jika Tante Lusi saja mempertanyakan, bagaimana dengan pandangan orang lain. Sebelumnya, ia tidak bertanya, tidak mempermasalahkan apapun.
"Tante tau semuanya. Hanan yang selamatkan Ara dan Hanan sering datang ke restoran", ucapnya yang membuatku benar-benar kaget.
Aku hanya bisa diam, tidak tahu harus bagaimana menjelaskan semua atau sekedar menanggapi dengan bijak.
Sulit menjelaskan apa yang terjadi antara Hanan dan aku. Tapi, satu hal yang pasti, aku tidak memiliki hubungan istimewa dengannya.
Dia dan aku terjebak keadaaan yang serba kebetulan, lalu disalahpahami oleh semua orang. Meski kuterangkan dengan jelas, tidak seorangpun memahaminya.
Penjelasanku hanya akan berakhir menjadi alasan klise, sehingga aku tidak punya pilihan selain membiarkan keingintahuannya berlalu tanpa jawaban.
"Tante gak keberatan kalau orang yang Ara pilih adalah Hanan karena dia baik dan bisa buat Ara bahagia", lanjutnya.
"But, the person whom I love so much is your son", batinku.
"Tapi Tante dukung siapapun pilihan Ara, mau Hanan atau Reza atau siapapun itu selama dia baik, bertanggungjawab, bisa bimbing dan membahagiakan Ara", lanjutnya.
"Siapapun ?", tanyaku.
"Iya, siapapun itu selama memenuhi syarat Tante karena seorang ibu hanya mengharapkan yang terbaik dan kebahagiaan anak-anaknya, begitu juga dengan harapan Tante untuk Ara", ucapnya lalu mengelus kepalaku sebelum pergi.
"Tan..", panggilku yang membuatnya kembali berbalik arah.
"Gak jadi", jawabku.