Aku meminta Ryan berhenti di salah satu toko bunga yang baru saja kami lewati. Dia terpaksa memundurkan mobilnya. Aku memesan bunga tulip putih yang menjadi bunga kesukaan tante Lusi.
"Sejak kapan Ara suka bunga ?", tanyanya sambil terus menyetir.
"Ara gak suka bunga, tapi Tante Lusi suka banget bunga tulip", jawabku.
Dia menyerukan "oh" dengan nada yang panjang, lalu kembali fokus menyetir.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, kami tiba di Tanzini Upper Deck. Restoran yang menawarkan nuansa romantis dengan pemandangan Lake Gardens dan Kuala Lumpur Sky Tower telah dipilih oleh Om Sofyan.
Tidak butuh waktu lama untuk menemukan tempat yang telah direservasi oleh Om Sofyan. Kami menemukan mereka yang tiba lebih cepat dan setia menunggu kedatangan kami.
Tante Lusi mengeluhkan keterlambatan kami, tapi tulip putih mengalihkan keluhannya.
Aku mengatakan keterlambatan ini terjadi karena kesulitan mencari bunga tulip. Sebenarnya terlambat karena Ryan menyetir sangat pelan, kali ini aku berbohong lagi.
Om Sofyan langsung protes karena aku mendahuluinya menyerahkan bunga. Sebenarnya ia juga menyiapkan tulip yang cantik untuk istrinya yang tidak kalah cantik. Wajah Tante Lusi langsung berbinar bahagia menerima bunga tulip favoritnya.
"Terimakasih", ucapnya sambil mencium bunga tulip.
Tante Lusi dan Om Sofyan melirik Ryan seperti isyarat menagih sesuatu. Dia langsung mengerti maksud kedua orangtuanya, lalu mengeluarkan kotak yang berisi sepasang jam couple. Segaris senyuman manis terlukis di wajahnya karena mereka menyukai hadiah pemberiannya.
"Ini dari Mak Mah dan Pak Ali", ucap Mak Mah sambil meletakkan cake yang bertuliskan happy anniversary 30th.
Mereka tersenyum bahagia dan menatap satu sama lain penuh cinta. Seakan tidak membutuhkan orang lain untuk melengkapinya karena sudah saling melengkapi.
Keharmonisan mereka mengingatkanku pada ayah dan bunda. Meski tidak pernah merayakan anniversary, tapi ada cinta yang tidak kalah dalam antara mereka.
Sebenarnya, orangtuaku bertemu untuk pertama kali pada acara resepsi pernikahan Tante Lusi dan Om Sofyan. Singkat cerita, mereka jatuh cinta dan ayah tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendekati bunda. Dua tahun setelah itu, mereka menikah.
Setelah menanti lebih dari tiga tahun, bunda baru dinyatakan hamil. Mereka memutuskan untuk menunda karena waktu itu bunda sedang melanjutkan pendidikan master-nya di Bandung.
Tiba-tiba aku penasaran dengan kisah cinta Tante Lusi dan Om Sofyan. Rasa penasaranku terjawab dengan cerita singkat mereka, pernikahan yang diatur oleh keluarga.
Aku hampir tidak percaya, hubungan seharmonis ini dimulai dari perjodohan yang tidak didasari oleh cinta. Mereka menerima perjodohan atas dasar keyakinan, orangtua memilih yang terbaik untuk anaknya.
"Pilihan orangtua Tante memang tidak salah", ucapnya di akhir cerita sembari memandangi suaminya.
Perasaan cinta tumbuh seiring waktu meski sebelumnya perasaan itu tidak pernah ada dalam hati mereka.
Kuakui, itu kisah klasik yang manis, tapi aku tidak ingin jalan yang serupa, kecuali jika mereka memintaku untuk menikahi Ryan; itu adalah cerita berbeda.
Ryan adalah cinta pertamaku, aku ingin berakhir bersamanya. Aku rasa, aku tidak bisa mencintai orang lain lagi dan tidak menginginkan orang lain.
Mungkin ini terdengar sedikit memaksa keadaan, tapi tidak salah menyimpan harapan yang masih mungkin dikabulkan.