Aku segera meraih handphone mencoba menghubungi Ryan, tapi tidak ada jawaban; mungkin dia masih di ruang pasien atau ruang operasi.
Ah benar, mencintai seorang dokter yang menjadi milik masyarakat butuh kesabaran dan mungkin bukan pilihan yang tepat, tapi inilah jalan rumit yang kupilih.
Huft, helaan nafas berat melintasi pikiranku sejenak meski menghilang dari pandangan Hanan merupakan salah satu kebahagiaan tersendiri. Sungguh, kebahagiaan yang sederhana sekaligus rumit.
"Kak Ara, temankan Hani shopping", ajaknya dengan nada memelas.
"Jangan kacau kak Ara boleh, dia penat, butuh rehat", jawab Hanan.
"Kak Ara penat pun disebabkan along, along ni kan suka-suka buat kak Ara macam wife along", jawabnya yang mencoba menyalahkan kakaknya.
Hanan hanya bisa terdiam, lalu meninggalkan kami. Pasti manusia itu akan kembali bergelut dengan rutinitas membosankan, berkutat dengan laptop, berkas, dan coretan-coretan abstraks yang disebutnya sebagai desain.
Akhir-akhir ini, aku baru menyadari bahwa dia hampir selalu melewatkan kesempatan mengambil jeda dari rutinitas itu.
"Ryan must be in the operating room, you can call him later or just wait, he'll call you back", ucap Hanan sebelum pergi.
"Ehm, ya..", jawabku.
_____________