Di tengah perjalanan, aku baru menyadari jalan yang kami lewati sama seperti arah menuju restoran Tante Lusi.
Aku melanjutkan perjalanan dengan pertimbangan hanya kebetulan searah, tapi tidak; destinasi Hanan untuk sarapan adalah restoran Tante Lusi.
"Jom, turun!", ucapnya sambil melangkah keluar.
"Kita makan di tempat lain", ucapku yang refleks meraih lengannya.
"Kita makan ja pun, what's wrong with it ?", ucapnya.
"Please, kita makan di tempat lain aja ya", bujukku setengah memohon.
Makan di restoran Tante Lusi bukan ide yang baik karena aku belum siap memberitahunya mengenai kejadian yang menimpaku dan Hanan.
Belum lagi jika kebetulan Bella atau Anne ada di sana, semua akan semakin rumit. Tapi dia tidak mendengarkanku dan langsung membuka pintu mobilnya.
"Ok, kita makan dekat office", ucapnya yang kembali menutup pintu.
Dia tersenyum puas usai menempatkan aku di ujung jurang kekhawatiran. Kuakui, di balik keusilan dan ke-bossy-an yang telah mengakar dalam dirinya, masih tersisa secuil pengertian dalam dirinya; meskipun tidak selalu.