Cahaya matahari hari menyinari dunia, memberi tanda bahwa setiap kegiatan harus segera dimulai, danial masih berbaring dikasur, menikmati pelukan hangat selimut yang membungkus badannya
Semalam setelah sampai di penginapan danial langsung menuju kamar wildan untuk menyerahkan bungkusan yang dititipkan istrinya, lalu setelah itu langsung menuju kamarnya untuk beristrirahat, sedangkan fahri langsung menuju kamarnya tanpa mengantar danial
Hand phone danial berdering tanda ada telepon masuk, danial mengangkatnya tanpa melihat nama yang tertera dilayar
"halo" sapanya dengan nada serak bangun tidur
"mas baru bangun? Sudah sampai?" tanya suara seorang wanita dari sebrang telepon danial mengenal suara itu, suara itu milik wanita kesayangannya yaitu bunda tersayangnya
"Iya bun, maaf belum ngabarin, semalam mas langsung beristrirahat" jawab danial membangunkan tubuhnya agar terduduk diatas kasur dengan tangan yang mengusap wajahnya
"baiklah, asal mas selamat bunda sudah senang" ujar sang bunda dengan nada yang terdengar tanpa beban
"Iya bun"
"kalo gitu bunda matiin yah, bangunlah dan mulailah berakvitas, jangan lupa bersyukur" bunda memberi nasihat dengan nada sayang kepada danial
"Iya bun" jawab danial dengan nada masih serak
"see you " pamit sang bunda
"too" jawab danial
Tutt tut tut
Lalu terdengar bunyi sambungan terputus, danial mengusap wajahnya kembali lalu terdiam sejenak sebelum memulai aktivitasnya hari ini, danial mengawali harinya dengan mandi
Danial berniat mengunjungi destinasi wisata di Bulgaria tepatnya di ibu kota Bulgaria yaitu Sofia, hari ini danial berniat mengunjungi crystal garden
Danial bersiap dengan memakai hoodie berwarna hitam didalamnya danial memakai kaos polos berwarna senada dan celana jeans berwarna navy dilengkapi sepatu Nike berwarna putih, dia dan kedua temannya berjanji untuk sarapan bersama sebelum wildan menuju rute selanjutnya,
Danial turun menuju restoran yang terdapat dilantai dasar hotel, disana terlihat fahri dan wildan sedang asik berbicara, danial menghampiri mereka, dan memesan untuk sarapannya, danial menyeruput kopi yang berada didepan fahri
"nial kamu sedang jatuh cinta?" tanya wildan tiba tiba
Uhuk uhuk
Danial yang sedang menikmati kopinya itu pun tersedak mendengar pertanyaan wildan yang spontan, danial menatap fahri dengan tajam, danial yakin fahri menceritakan perbincangan mereka kemarin,
"ayolah katakan pada sahabatmu ini, aku sudah menikah siapa tahu bisa memberi saran hebat" ujar wildan dengan nada sombong
"jika fahri sudah menceritakan semuanya, aku yakin kamu sudah paham" jawab danial lalu menghembuskan nafasnya dengan keras
Fahri dan wildan pun tertawa melihat reaksi dari danial,
"ah danial kami sudah dewasa" komentar fahri dan wildan sambil menepuk ringan bahu danial, mendengar itu danial semakin muram apalagi tawa kedua sahabatnya semakin kencang
Tawa mereka berdua berhenti saat seorang pelayan datang menyimpan pesanan mereka diatas meja
"thanks" ujar wildan
Pelayan itu hanya menganggukan kepala dan pergi dari meja itu, mereka bertiga pun memulai sarapan dengan khidmat tapi wildan belum menyerah dengan rasa penasarannya
"kamu benar benar tidak tahu namanya?" tanya wildan memastikan, danial yang mendengar pertanyaan itu hanya menganggukan kepalanya tanpa berhenti mengunyah
"lalu bagaimana kamu bisa tertarik dengannya?" tanya wildan kembali
Sebelum menjawab danial menelan dulu makannanya
"She is amazing" jawab danial, tapi jawaban itu menambah rasa panasaran kedua sahabatnya semakin besar
"maksudmu?" kali ini fahri yang bertanya
"saat pertama bertemu gadis itu tidak menjawab sedikit pun dari pertanyaanku, bahkan tidak menoleh saat aku memanggilnya dengan nada tinggi" danial memberi jeda
"lalu datang seorang gadis kecil bernama Laura yang menjelaskan gadis itu istimewa dalam tanda kutip" lanjut danial
"apa itu?" tanya fahri
"dia bisu dan tuli" jawab danial dengan nada lemas
Wajah fahri dan wildan terlihat kaget, mereka berdua terdiam seketika
"kamu yakin?" tanya wildan
"Iya, karena gadis itu selalu datang ketaman itu, dan gadis kecil yang bernama Laura itu selalu datang dengan ibunya ketaman untuk bermain, mereka terkadang mengajak gadis itu komunikasi, karena itu mereka tau, dan mereka berdua selalu menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi" jelas danial
Jawaban danial membuat wildan dan fahri lebih kaget lagi, bahkan wildan sudah mengusap wajahnya kasar sementara fahri menghembuskan nafasnya kasar, danial yang melihat respon kedua sahabatnya hanya mengangkat alisnya heran
"apa yang akan kamu lakukan saat bertemu gadis itu lagi?" tanya wildan
"entahlah, tapi ku pikir aku menyukainya" jawab danial enteng
"kamu yakin itu rasa suka bukan hanya panasaran?" tanya fahri dengan nada enggan
"aku yakin, aku tahu apa yang kalian pikirkan, tapi aku mohon untuk sekarang biarkan aku menyelami perasaanku"
Jawab danial
"dia cacat danial" fahri berkata dengan nada ditekan
"ayolah, itu bisa disembuhkan, aku punya tabungan besar" danial mencoba memberi jawaban sememuaskan mungkin
"bagaimana bila genetiknya itu memberi pengaruh terhadap anak anakmu dimasa depan? Apalagi kekurangan seorang ibu memberi pengaruh besar terhadap anak laki laki, kemungkinannya seratus persen danial" wildan mencoba menjelaskan dengan nada yang tekan setiap katanya
"aku tahu, dan itu adalah resiko " jawab danial mencoba menahan emosinya
"apa yang akan orang lain katakan? Bagaimana bila anak anakmu malah terkena penyakit mental juga karena bullying" tanya wildan kembali
"ini hidupku aku tidak peduli pendapat orang karena aku yang menjalani, mereka hanya bisa berkomentar tanpa memberi penyelesaian dan untuk anak anakku mereka bisa home schooling" danial menekan setiap katanya
"mereka akan antisocial, bukan hanya itu apa katanya keluarga besarmu nanti, kamu anak yang dibanggakan karena bisa menjadi pilot yang sukses diusia muda, kamu bisa mencari wanita yang luar biasa" usul fahri dengan nada sehalus mungkin
Emosi danial tersulut wajah memerah bahkan sendok sudah lepas dari tangannya menimbulkan dentingan ringan, bahkan rahangnya mengeras
"dengar!! aku bercerita untuk meminta dukungan kalian sebagai sahabat, aku tidak peduli dengan orang lain, apabila ayah, bunda dan keluarga mbak nia dapat menerimanya bagiku itu sudah cukup" danial menekan setiap katanya dengan emosi, lalu pergi dari restoran itu tanpa menghabiskan makannanya,
Danial pergi ke kasir untuk membayar, lalu pergi keluar untuk berjalan agar emosinya reda, danial mencoba menikmati hembusan angin yang membelai wajahnya saat emosinya sudah reda, danial memilih menaiki taksi untuk menuju tempat yang ditujunya,
Sementara wildan dan fahri yang ditinggalkan diretoran menghembuskan nafas dengan kasar, mereka tahu danial keras kepala dan itu benar benar menyebalkan, mereka memutuskan melanjutkan sarapan mereka dan melakukan aktivitas mereka seperti biasa
Selama perjalanan pandangan danial tertuju kejalanan yang dilewatinya, pikirannya berkecamuk semua berkataan wildan dan fahri bagaikan api yang membakarnya, tapi tidak menutup kemungkinan perkataan mereka itu Ada benarnya
Kedua sahabatnya menolak dengan halus apalagi keluarga besarnya nanti, danial yakin mereka akan mengolok ngolok keluarga danial,
"Ya tuhan kepalaku terasa seperti akan pecah" gumam danial sambil menarik rambutnya
Sesampainya ditempat tujuan danial membayar taksi lalu turun, danial melangkah dengan perlahan memandangi setiap hal yang terdapat ditaman itu, dia melihat senyuman setiap orang disana,
Pandangannya tertuju pada seorang gadis yang memakai dress berwarna navy, gadis itu memegang kamera tapi ekspresinya tidak seperti orang orang
Gadis itu memiliki rambut pirang yang diurai, dikepalanya dihiasi sebuah topi sehingga wajahnya tidak terlihat, danial mengamati gadis itu, saat gadis itu mengangkat wajahnya, wajah danial seketika menunjukan ekspresi kaget
"nona manis" gumam danial dengan senyuman lebarnya