Tubuh Hendra terbaring diam di dalamnya. Seperti sedang tertidur dengan lelapnya. Lusia terpaku menatapnya.
"Masih menginginkan dia berbincang-bincang denganmu? Ah, kau menaruh hati padanya bukan...?"
"Diam!" Lusia berteriak. Ia menutup kupingnya. "Jangan bujuk aku untuk melakukan hal-hal yang akan kusesali seumur hidupku!"
"Aku tidak membujukmu... Aku menawarkan pilihan.... Sekarang lihatlah di belakangmu..." suara itu kembali bergaung di telinganya.
Jantung Lusia berdebar-debar. Ia menoleh ke belakang dengan perasaan was-was. Jantungnya berdetak kencang saat melihat potongan daging dan tulang berserakan di belakangnya, disertai ceceran darah segar. Bau amis tercium di hidungnya. Ia ingin muntah.
"Apa itu?!" Lusia menjauh dari tumpukan berdarah itu.
"Itu adalah kedua temanmu. Mereka belum sempat dicerna oleh sesuruhanku yang telah kau bunuh itu. Makhluk yang aku ciptakan sebagai pengabdi yang setia padaku!"